Chereads / Story of Mr.Smith / Chapter 4 - Kumpulan Bangkai Hewan

Chapter 4 - Kumpulan Bangkai Hewan

Sebuah buku tua pun berhasil menarik perhatian Joe. Buku tanpa cover dengan tulisan tangan yang mengisi lembaran demi lembaran yang ada. Tak ada judul dan nama penulis. Namun, sifat penasarannya membuat ia memilih untuk menghentikan pekerjaannya dan mulai membaca.

Joe cukup merasa kesulitan saat membaca buku yang ada. warna yang hampir memudar dan gaya tulisan yang bersambung cukup membuat Joe mengernyitkan dahi saat membacanya. Tertulis sebuah cerita tentang anak kembar yang harus kehilangan harta dan keluarganya karena sebuah kebakaran hebat. Mereka diminta untuk tinggal disebuah panti sampai pihak kepolisian berhasil mencari keluarganya yang lain. Namun sayang, tiga bulan berlalu tak kunjung datang kabar dari pihak aparat.

Bean dan Bill tampak tersiksa dengan keadaan panti. Hidup mewah membuat mereka sulit beradaptasi di tempat sempit dan kumuh. Pakaian seadanya dan makanan yang harus berbagi, kerap membuat mereka terus berada dalam keadaan lapar dan kedinginan.

Bean memiliki sikap keras dan berani. Sedangkan Bill merupakan adik yang baik dan pendiam. Bean memutuskan kabur dari panti karena tak lagi betah berada di sana. Saat itu mereka berusia lima belas tahun. Keputusan Bean untuk pergi menjadi pertemuan terakhir mereka malam itu.

Bacaan Joe terhenti karena mendengar suara gaduh dari rumah si Kakek. Ia pun berlari masuk dan menemukan Jatson terduduk dengan kedua tangan melindungi kepala. Sedangkan si Kakek memegang tinggi gagang sapu seakan hendak menghajar Jatson.

Joe menenangkan keduanya. Ia pun membantu Jatson bangkit dan sedikit menarik paksa untuk ikut bersamanya. Tak jauh dari perumahan mereka, ada taman kecil yang biasa digunakan untuk bermain anak-anak.

Joe dan Jatson duduk di atas sebuah bangku yang ada di sana. Napas Jatson tampak terengah-engah. Wajahnya menunjukkan ketakutan. Memucat dengan tubuh yang bergetar.

"Kesalahan apa lagi yang kau buat saat ini?"

Jatson terlihat benar-benar ketakutan. Joe yang berniat melayangkan tangan pada tubuhnya untuk memberikan ketenangan, justru dengan segera dihindari Jatson.

"Oke, tenang, tenanglah! Aku tak akan menyakitimu. Aku hanya merasa kita berada di posisi yang sama. Itu saja!"

Joe pun mulai menceritakan keadaannya. Dimana ayahnya sudah pergi meninggalkannya saat ia berusia lima tahun. Tinggal di apartemen tua peninggalan Kakeknya. Joe kini sebatang kara. Ibuya meninggal setahun yang lalu dan kini ia pun kembali menghadapi masa sulit dengan dipecat dari pekerjaan juga dihianati kekasihnya.

Jatson tampak mendengarkan dengan baik ocehan Joe. Perlahan wajahnya menatap Joe dengan pandangan yang lain. Jatson pun kini menyadari bahwa Joe pria yang baik.

"Aku merasa pria tua itu bukanlah Kakekku!"

Joe tampak tersenyum, bagi Joe, Jatsonlah yang banyak berulah hingga membuat si Kakek kesal dan marah kepadanya. Hingga Joe menasehati Jatson untuk memperbaiki sikapnya kepada sang Kakek agar semua berjalan kembali normal.

Jatson setuju dan keduanya tampak saling mengadu kepalan tangan. Dimulai hari itu, keduanya tampak kompak merapikan buku yang ada di toko. Jatson banyak menghabiskan waktu dengan membaca, meskipun ia hanya membaca komik fantasi yang berisi pahlawan bertopeng. Namun itu lebih baik, setidaknya ia tak lagi berkumpul dengan teman-temannya yang bergajul diluar sana.

Debu yang begitu banyak membuat Joe bersin berulang kali hingga membuat hidungnya memerah. Ia pun diminta masuk ke rumah si Kakek dan meminum sebutir obat flu. Namun Joe menolaknya, ia memang memiliki alergi debu. Hingga tak heran hidungnya segera bereaksi saat debu-debu itu ikut terhirup bersama udara yang masuk.

Joe kembali melanjutkan pekerjaannya, namun kali ini tak lupa menggunakan sapu tangan yang diikat pada bagian belakang kepala untuk melindungi wajahnya.

"Apakah aku boleh menyalakan musik?"

"Mungkin rock asik di dengar saat ini."

Jawaban Joe disambut baik dengan Jatson. Ia pun segera menyalakan radio mini miliknya dan mereka berdua menari sambil bernyanyi dengan kedua tangan yang asik bergelud dengan buku dan debu.

Tak terasa malam pun tiba, Joe memutuskan untuk pulang. Ia pun berjalan kaki menuju halte, namun matanya menatap curiga kepada tiga orang pemuda yang terus berulah kepadanya. Mereka bersembunyi dibelakang sebuah kafe.

Joe yang menyadari tingkah buruk mereka pun memilih bersembunyi dan menguping pembicaraan mereka.

"Kau tak yakin dengan omonganku? Aku mendengar sendiri ocehan mereka. Mereka mengatakan akan membakar semuanya untuk menghilangkan barang bukti!"

"Bisa tidak, kau mengecilkan suaramu? Kau tak ingin kita diincar mereka bukan?"

Meyakini ada sesuatu yang tak beres, Joe dengan sifat penasarannya pun memilih mengikuti ketiga pemuda itu. Namun sayang, ternyata mereka berjalan menuju sepeda dan pergi dengan arah yang berpencar.

***

Pagi yang gelap, air hujan membasahi bumi dengan rata. Joe tampak kelelahan. Ia begitu sulit untuk membuka mata. Masih berada di atas ranjang, ia pun menekan tombol remot dan TV pun menyala. Ada sebuah berita yang mengatakan telah ditemukan banyak bangkai binatang di sekitaran arena taman.

Joe pun terperanjat dengan kedua mata yang terbelalak. Ia memperhatikan gambar taman yang ada di layar TV. Taman itu merupakan tempat dimana Joe dan Jatson berbincang kemarin.

Joe menambah volume suara TV dan menyimak akan info yang ada. Bangkai binatang itu tak lagi memiliki organ di dalamnya. Ada sekitar lima bangkai hewan yang ditemukan. Berupa kucing, burung dan kelinci.

Kejadian ini juga di temukan sekitar area pusat kota yang berjarak tiga puluh kilo meter dari taman. Kecurigaan pihak kepolisian membuat mereka berjanji untuk menindak lanjuti kejadian ini.

Kejadian ini memancing jiwa penasarannya dan ia dengan segera bersiap mengunjungi toko buku si Kakek. Berusaha tenang, namun Jo tampak begitu penasaran. Hal ini membuat Jatson curiga dan mulai menanyainya, "apakah sesuatu terjadi? Mengapa kau bertindak seperti tengah melakukan kesalahan?"

"Ada hal besar yang akan kita lakukan. Kau harus ikut bersamaku!"

Keduanya pun berjanji akan pergi bersama saat tiba waktu makan siang. Sedangkan si Kakek terlihat mengintip dan mencuri dengar pembicaraan mereka berdua.

"Apa yang akan kita lakukan?"

Joe pun menjelaskan semuanya. Dimulai dari berita yang ia lihat di TV sampai apa yang teman-teman Jatson bicarakan di belakang kafe. Jatson tampak tertarik. Ia merasa seakan berada di dunia cerita seorang detektif. Namun Jatson terlihat bingung akan apa yang harus ia lakukan untuk mencari tahu semuanya.

Keduanya berpencar, Jatson diminta menemui temannya dan mencari tahu tentang apa yang mereka bahas kemarin. Sedangkan Joe mendatangi tempat dimana bangkai hewan itu ditemukan. Tidak adanya garis polisi membuat Joe bebas mencari sesuatu bukti yang mungkin masih tertinggal.

Di tempat sampah itu, Joe melihat tak ada jejak darah disekitaran. Hanya ada sampah, bungkusan yang sudah sobek dan beberapa pasang sarung tangan karet yang sudah terpakai.

Tak ada yang penting, meski Joe sudah mengobrak abrik tempat sampah itu berulang kali.