Namanya adalah Lingling
Selama 20 tahun hidupnya, dia selalu saja bekerja sebagai bawahan, loncat dari satu bidang pekerjaan ke bidang yang lain tanpa perduli pekerjaan apapun itu asalkan menghasilkan.
Pelayan, tukang bersih-bersih, tukang cuci piring, penebang kayu, pemanen karet, kuli bangungan, penjaga toko, bahkan penyanyi jalanan pun ia jalani tanpa pilih-pilih. Lagi pula, bagi orang yang bahkan tidak lulus SMP seperti dia itu, apa yang bisa dia perbuat selain berusaha keras?
Memang, itu bukanlah jenjang karir yang membanggakan, apalagi jika tetangganya yang sering kerasukan setan selalu saja menggunjing dan merendahkan nya di setiap kesempatan.
Dengan tekad untuk mengadu nasib, dia kabur dari kampung dan pergi ke ibukota dengan hanya modal tekad dan KTP. Pada akhirnya, dia berhasil diterima bekerja, dan terlempar kesana sini demi menyambung hidup yang tak ada bedanya dengan kehidupanya di kampung, semua berjalan sampai ia berumur 25 tahun.
Hingga pada suatu hari, dia sadar akan sesuatu yang membuat nya mengambil pilihan penting dalam hidupnya.
"Manusia itu kebanyakan maunya!! Apapun yang kulakukan selalu saja diprotes, kenapa mereka tidak lakukan sendiri saja!??"
Ketika dia berteriak demikian, Lingling mulai berpikir untuk menghidupi dirinya sendiri, menjadi bos tanpa ada yang mengatur apa yang dia lakukan dan apa pendapat orang lain, yaitu bekerja sebagai re-seller.
Bagi diri Lingling yang kesulitan untuk membaca, hal yang bisa dia lakukan adalah jalan kesana kemari mencari calon pembeli sekaligus belajar membaca dan menggunakan situs penjualan online.
Membeli barang kemudian menjualnya ke mereka yang sangat membutuhkanya dengan harga yang lebih tinggi, atau memasok barang dari sumber aslinya dengan harga miring, dan melelangnya menggunakan sistem online menjadi target besar Lingling dalam hidup demi mencapai mimpi sebagai bos sendiri.
Memang betul apa yang orang-orang katakan, selama ada kemuan keras serta konsistensi tinggi, dia bisa menaklukan semua tantangan dan jalan asing yang mulai ia tempuh dengan serius itu.
Setelah berhasil, Lingling mulai memberanikan diri untuk mencoba cara lain yaitu menjual barang yang bahkan sebenarnya dia tidak miliki, dan kemudian menawarkanya kepada orang lain yang lebih membutuhkan.
Biasanya, mereka yang sedang butuh terkadang malas untuk mencari pemasok yang bagus, atau bahkan sebenarnya memang butuh namun perlu diberikan sedikit banyak paksa---persuasi agar mau membeli barang tersebut.
Bisnis yang sangat berbahaya memang, apalagi jika barang yang sudah Lingling setujui akan dikirim ternyata tidak ada karena dia gagal teliti pada saat mengecek pemasok aslinya. Namun karena itu tidak dibatasi dengan kemampuan finansial Linging si perantau pas-pasan, dia bisa menjual barang hampir apapun asalkan memang ada yang mau membeli.
"Apa!?? Barangnya rusak!? Tidak mungkin, aku sudah mengeceknya sebelum itu! Ganti rugi? Jangan bercanda! Kamu sendiri yang membeli itu dan menyetujuinya, jadi itu bukan urusanku! Lapor polisi? Wa--tunggu dulu!!!"
Namun, ternyata keberuntungannya hanya sampai disitu saja.
Kenyataan bahwa barang yang Lingling kirim ternyata rusak, serta pembeli yang ingin barangnya dikembalikan menjadi momok gila yang membuatnya hampir mengakhiri hidup. Karena terpaksa, Lingling memutuskan untuk meminjam uang dengan salah satu perusahaan peminjam uang, yang akhirnya membuat dia terlilit hutang besar.
Mau bagaimana lagi, hanya perusahaan itu saja yang mau meminjamkan uang kepada orang tidak jelas yang hanya memiliki KTP seperti Lingling. Tanpa dia sadari dibalik mudahnya proses peminjaman, terdapat perangkap buas yang akhirnya terus mengejar Lingling bagaikan anjing gila yang kelaparan.
Setiap hari setiap saat, Lingling harus memeras sari otak yang pada dasarnya bahkan tidak lulus SMP tersebut hanya untuk mencari pembeli, penjual, dan detail selengkap mungkin agar dia tidak melakukan kesalahan yang sama, semua dalam tekanan penagih hutang yang membuat dia seperti teroris dalam proses pengejaran.
Dalam kurun waktu satu tahun, akhirnya Lingling berhasil melunasi semua hutang dan bunga yang entah muncul dari mana, lengkap dengan janjinya agar tidak bermain-main dengan perusahaan peminjam uang lagi.
Setelah Lingling kembali ke kosan yang murahan serta banyak permasalahan yang dia tinggali, Lingling memaksa tubuh lelahnya untuk mandi sebelum akhirnya ingin beristirahat sejenak setelah perjuangan panjang, dan tidak menyangka bahwa istirahat itu membuat Lingling untuk menutup mata selamanya hanya karena terpeleset.
Dengan proses kematian yang sangat kesepian, Lingling tergeletak tidak berdaya di dalam kamar mandi umum di area kosan sepi yang banyak masalah itu, dan baru ditemukan sore harinya sekitar 8 jam setelah tubuhnya menyatu dengan bau pesing khas toilet umum.
Gelap dan sunyi menyelemuti pandangan dan pikiran Lingling dan akhirnya membuat dia sedikit demi sedikit kebingungan karena pikiranya yang mulai dia sadari masih bekerja.
Setelah gelap yang tidak dimengerti berapa lamanya itu, Lingling akhirnya membuka matanya dan menemukan atap kayu yang sama sekali asing di ingatanya.
Menengok ke kanan dan kekiri, dia tidak melihat siapapun disekitar dia tertidur. Dalam bingungnya, Lingling menyadari bahwa kasur yang ada dibawahnya terlihat sangat kumuh, didalam ruangan yang seluruhnya terbuat dari kayu, selimut yang terasa sangat kasar serta penuh dengan lubang serta noda, dan juga tangan kecil nan kurus yang seakan merupakan tanganya sendiri.
"A-apa yang terjadi dengan tanganku!? Kenapa itu menciut dan kecil seakan...Eh? Suaraku juga menjadi aneh? Apa yang terjadi!?? Apa badanku terbentur terlalu keras!??"
Masa membingungkan itu menhantam Lingling tanpa ampun. Dengan akal dan kebijaksanaanya yang telah dia dapatkan setelah bergelut dengan masa sulit, Lingling mencoba bersahabat dengan keadaan barunya dan akhirnya mendapatkan dirinya berada didalam tubuh seorang anak berumur 4 tahun bernama Ling.
Berbagai ucapan kecemasan dan rasa cinta...sayangnya tidak menyambut Lingling setelah orang disekitarnya mengetahui kalau dia telah terbangung. Dalam teriakan kasar dan paksaan dari tangan kuat seorang anak berumur 7 tahun, Lingling di geret keluar dari ruangan tersebut dan dipaksa untuk melakukan ini itu.
Dia ingin melawan, namun perutnya yang meneriakan tangisan sedih membuat Lingling menelan rasa pahit menjadi jongos tanpa adanya belas kasihan. Jika tidak dikerjakan, dia akan dipukul. Jika dikerjakan namun lama, dia juga tetap akan dipukul. Jika dia kerjakan dengan cepat dan tepat, Lingling akan langsung dilempar ke kerjaan yang lain yang sama sekali dia tidak mengerti caranya, dan kemudian dipukul kembali jika lambat penyelesaianya.
1 minggu dalam rasa marah dan tangisan, Lingling berusaha menampar dirinya sendiri agar cepat-cepat terbangun dari mimpinya. Namun, kenyataan bahwa tubuh kering kerontang dan tak berdaya, serta rasa sakit yang kian kali menusuk di beberapa bagian tubuhnya membuat Lingling tidak bisa lagi kabur dari kenyataan.
Dia telah benar-benar menjadi orang lain tanpa adanya cahaya terang untuk kembali.
Demi bertahan hidup, seperti halnya yang Lingling biasa lakukan, dia mulai menyelidiki berbagai macam informasi secepat dan seakurat mungkin dan menemukan beberapa fakta menyenangkan.
Pertama, dia adalah anak laki-laki tanpa orang tua yang hidup menumpang di dalam sebuah tempat yang disebut sekte yang dengan kata lain, dia seperti tinggal sendiri tanpa beban orang lain di dalam sebuah yayasan pembelajaran besar.
Kedua, disana Lingling, atau sekarang bernama Ling, menemukan bahwa banyak orang dengan kekuatan luar biasa, pedang terbang, barang-barang antik, orang-orang dengan aura mengagumkan, serta produk-produk aneh lainya yang belum dia lihat sebelumnya.
Ketiga, karena tubuhya yang masih kecil, dia masih memiliki banyak sekali potensi dan masa depan yang jika diasah, Ling mungkin saja bisa menjadi pria yang lebih mapan dibanding sebelumnya.
Dengan mata yang mulai berbinar, Ling mendapatkan ide baru yang membuatnya tidak perduli lagi dengan kenyataan aneh seperti menjadi anak kecil dan berada didunia penuh dengan ketidak wajaran itu, dan memutuskan suatu tujuan besar.
"Karena aku tidak lulus SMP, aku harus mengalami pengalaman menyakitkan itu. Sekarang aku menemukan diriku menjadi anak kecil lagi, aku harus belajar serius kali ini!!!"
Seperti yang diharapkan dari seorang dengan kepala keras adamantium yang cukup gila untuk berjualan barang yang bahkan dia tidak miliki. Ling sangat cepat beradaptasi dengan lingkungan dimana bocah tetangga tiba-tiba berkelahi dan berteriak "Rasakan ini, pukulan macan memakan phoenix!!!" dipinggir jalan tanpa rasa malu itu.
Malahan, dia cukup tanggap untuk membeli beberapa makanan ringan dan menjajakanya ke penonton sekitar yang berkumpul untuk menyaksikan pertunjukan menarik tersebut.
"Snack nya kaka! Cocok untuk untuk menjadi teman nonton!!"
"Dek, aku beli satu!"
"Hei, apakah kamu tidak ada minuman ringan? Kamu cuma punya kacang? Baiklah, berikan sajalah yang ada!"
"Adek, aku juga mau satu!!!"
"Terima kasih!!!"
Akan tetapi, seperti yang diharapkan dari dunia kasar yang berdiskusi menggunakan tinjuan dan tendangan. Sering sekali Ling menjadi bulan-bulan mereka yang tidak mau membayar, atau ingin mencuri hasil jerih payahnya.
Demi melindungi uang dan dirinya sendiri, Ling mulai mengerti dan memahami cara berbaur dengan baik diantara kerumunan murid yang mulai bubar, dan kabur melalui rute yang dia sudah hafal.
"Ha! Aku hidup dan bekerja dijalan, mana mungkin bocah ingusan seperti mereka bisa menangkapku!", teriaknya dengan rasa percaya diri.
'Yasudah lah, aku harus segera menghabiskan uang ini atau menyembunyikanya secepat mungkin. Kalau tidak, ada saja yang akan merampasnya dariku.', pikirnya sambil berlari kesuatu arah.
Tempat itu dikenal sebagai pusat info murid luar sekte.
Sekte yang dia tinggali sekarang dikenal dengan sekte Awan Putih, dan merupakan sekte tidak penting diantara sekumpulan sekte besar di dunia aneh yang Ling tinggali saat ini. Dengan alasan inilah Ling si kecil mampu kabur dari bocah bully yang terus menggangu nya, karena pada dasarnya, mereka adalah murid luar tidak berbakat dan tidak cukup kuat juga.
Namun meski demikian, sekte merupakan tempat yang tidak semua orang bisa masuki tanpa tes. Oleh karena itu, Ling yang kebetulan tinggal didalamnya berusaha keras untuk meraup segala keuntungan tersebut dan akhirnya menemukan pusat dari semua murid luar sekte berkumpul.
Setelah memasuki gedung, siapapun yang memaksa orang lain atau melakukan kekerasan di dalamnya akan langsung diban untuk memasuki gedung tersebut dalam jangka waktu tertentu tergantung dengan tingkat keseriusanya.
Oleh karena itu, Ling cukup santai berjalan kedalam karena tidak ada satupun yang akan berani mengambil uang darinya.
Tentu saja, jika mereka mau, mengambil uang dari bocah berumur empat tahun adalah hal yang mudah bagi mereka sesaat setelah atau ketika Ling akan memasuki gedung.
'Heh, mereka pasti malu untuk merampas uang receh dari bocah 4 tahun', pikir Ling sambil menyimpulkan hal tersebut.
Bagaimanapun juga, siapapun yang melakukan hal tidak terpuji itu pasti akan dianggap sebagai murid rendahan dan akhirnya akan dicemooh atau bahkan dikucilkan. Kultivator adalah mereka yang mengejar kehidupan abadi. Tujuan tersebut adalah sesuatu yang sakral dan menjadi pedoman mereka yang ingin mencapai nirvana, atau seperti itulah yang Ling ketahui dari seminggu lebih tinggal disini.
Tidak mungkin mereka akan memandang baik siapapun yang sudah melakukan perbuatan tidak terpuji di tempat umum seperti ini.
'...Mereka tapinya tidak akan segan untuk melakukanya jika ditempat sepi sih.', pikirnya sambil tersenyum menghina sembari berjalan ke kounter dan menitipkan uangnya disana.
Menyimpan uang di pusat ini tidak lah gratis, dan Ling harus berusaha keras untuk memastikan uang yang dia kumpulkan tidak dikuras habis oleh biaya sewa penitipan.
'Tapi, itu lebih baik dan aman ketimbang dirampas semuanya oleh orang yang menyakitiku dan akhirnya dia pergunakan untuk memperkuat diri, dan menyakitiku lagi' pikirnya dengan lemas sambil meratapi nasibnya yang bagaimanapun pilihinya itu, uangnya tetap saja akan dirampas.
'Yasudahlah, intinya, aku harus mengumpulkan uang dan info terlebih dahulu. Ketika sudah cukup, aku akan menggunakanya untuk bergabung menjadi murid sekte ini!!!'
Dengan semangat tersebut, Ling mulai bekerja extra keras tanpa menyerah untuk mengumpulkan uang dan menyambung hidup dijalanan sekte, dan akhirnya tanpa disadari mulai mendapatkan reputasi sebagai "Bocil Tukang dagang" dan akan terus menempel pada dirinya tanpa lepas.