"Hey Ling, kemari dan jual Pil ini ke toko Pil sebelah sana! Cepatlah!"
"Tunggu sebentar! Kesana? Berapa harganya?"
"Jual dengan harga 100 Tin perbutir. Itu adalah Pil penambah Qi yang aku buat semalaman. Kualitasnya lumayan bagus jadi jangan kamu kurangi harganya."
"Jika mereka tidak mau membelinya?"
"Jangan kemari lagi jika tidak terjual!!!"
"Kalau begitu, aku akan pergi ke tempat kaka Buld saja nanti kalau tidak terjual ya."
"...Jika kamu tidak bisa menjual semuanya, kamu akan berurusan dengan ku nanti."
"..."
'Pukul saja aku sekarang! Tidak usah menunggu nanti-nanti dah!', pikir Ling sambil menahan rasa ingin sekali teriak demikian ke murid luar yang memberikan tugas tidak berperi ke-kultivatoran itu.
'Apa bedanya dengan terjual atau tidak kalau pada akhirnya tidak ada untungnya bagiku!? Lagian, itu memang harga standar, tapi mereka memasoknya dari pembuat pil yang sudah berpengalaman. Siapa juga yang mau membeli barang amatiran dengan harga standar!?'
Meski demikian, Ling tetap saja berjalan menuju toko pil yang disebutkan itu meski dengan mengeluh.
Sudah 2 tahun semenjak Ling hidup didunia kultivator di gubuk tua di salah satu sudut sekte Awan Putih. Dalam waktu tersebut, Ling sama sekali tidak mendapatkan hari libur dan terus menerus membantu para murid luar dalam berbagai pekerjaan tanpa pamrih alias tanpa upah.
Menurut mereka, bagi seorang Ling yang "Menumpang" dia area sekte tanpa status sebagai murid, Ling sama sekali tidak memiliki hak untuk menerima benefit dari sekte jika dia tidak bekerja.
Dan benefit yang mereka gemborkan adalah tinggal di gubuk kayu dan diberikan makan 3 kali sehari, itu saja. Makanan tersebut juga memang di distribusikan setiap minggunya oleh seorang murid lingkaran dalam dari sekte, yang jika dipikir-pikir, kalau Ling memang diberikan hak untuk menerima bantuan itu berdasarkan mata mereka, itu berarti benefit tersebut memang seharusnya dia terima tanpa harus bergerak kesana kemari layaknya kacung seperti itu.
Akan tetapi, Ling hanya bisa pasrah karena jika dia menolak barang sedikit saja, bogeman baik bentuk mentah, setengah matang dan matang akan melayang ke berbagai sudut tubuh kecilnya.
Dia bisa saja melawan mengetahui seberapa kerasnya Ling meningkatkan kekuatanya di tengah bekerja yang dia sangat yakin mampu untuk setidaknya membela diri.
Namun dia tidak melakukanya karena Ling tidak ingin mengambil resiko dan membuat masalah terlebih dahulu sebelum resmi bergabung sebagai murid dari sekte.
"Ughh, 100 Tin, dan dia hanya menjual 10 butir. Kau pikir mereka tukang loak apa? Mana mungkin sebuah toko mau memasok barang se-sedikit ini, dengan harga standar pula? Setidaknya kumpulkan dulu dalam jumlah banyak dan jual menggunakan harga diskon. Bukankah itu standar penjualan? Itu sebabnya dia---"
Dengan mulut yang terus mengoceh tanpa henti sembari dia berjalan dengan langkah berat, Ling tiba-tiba menyadari ada segerombol murid yang sedang berkumpul seakan menontoni sesuatu. Merasakan indra penciumanya menggelitik, Ling bergegas ke sana, melewati para kumpulan murid yang sedikit lebih tinggi darinya, dan mengolong masuk ke tengah lingkaran mereka.
"Hey, sudah aku bilang kan, aku tidak ingin melakukan tindakan kasar ke perempuan."
"Kamu tidak ingin bertindak kasar namun membawa 4 orang lain untuk memaksaku? Kamu pikir aku tidak punya otak?"
"Aku hanya ingin mengajak kamu makan bareng, dan tidak ada paksaan sama sekali disini. Ayolah, selagi aku masih bersikap ramah."
"...Jika aku menolak, apa yang pria ramah seperti kamu akan lakukan?"
"Hehe, tidak ada. Karena biasanya tidak ada satu perempuan pun yang berani menolak ajakan adik dari murid lingkaran dalam sekte seperti aku ini."
"Benarkah, sepertinya aku akan menjadi orang yang pertama. Minggirlah dan bawa pergi ke 4 orang bawahanmu itu."
Setelah melihat percakapan tersebut, Ling yang baru saja masuk ke tengah lingkaran kerumunan penonton tersentak dan kemudian perlahan mundur untuk menjauh.
'Sial, pria menyusahkan itu berulah lagi. Lebih baik aku kabur sebelum percikanya menyebar kemana-mana', pikir Ling sembari dia bergegas dan menyelinap kabur.
Di sekte Awan Putih terdapat perbedaan kasta dan kekuatan muridnya. Bila disederhanakan, jika murid luar itu bagaikan polisi di kehidupan lamanya, maka murid lingkaran dalam itu bagaikan seorang yang bekerja di pengadilan. Jika Ling digebuki oleh polisi dan ketika dilaporkan ke pengadilan dan sang polisi ditetapkan bersalah, maka Ling masih bisa selamat. Namun jika pengadilanya adalah teman dari polisi itu, maka tamatlah sudah riwayatnya.
Ditambah lagi, kalau si polisi itu adalah orang gila seperti dia yang terus-menerus memamerkan kekuasaanya, maka hanya masalah lah yang akan kamu dapatkan.
'Ugh, setidaknya polisi di kehidupan lamaku orangnya baik semua. Disini, semua polisinya suka main hakim sendiri! Tidak, si hakim pun juga suka main hakim sendiri! Eh? Bukankah itu berarti kehidupanku lebih menderita dibanding sebelumnya?', ketika dia mulai mempertanyakan sebuah kenyataan pahit yang baru saja dia sadari padahal sudah hidup selama 2 tahun didalamnya, Ling tiba-tiba merasa area penuh sesak disekitarnya mulai melonggar secara tiba-tiba.
Tanpa pikir panjang, Ling langsung bergegas melompat ke samping tempat para kerumunan terdekat berada.
"Gabuh!!!"
Ketika berguling-guling beberapa saat dan memeluk kaki seorang murid luar tanpa malu setelahnya, Ling dan si murid luar yang kaget karena sesuatu tiba-tiba memeluk kakinya mendapati perhatian mereka tertarik ke sumber teriakan menyedihkan tersebut.
"Wanita sialan! Tangkap dia! Dia beraninya menghempaskanku!!"
Disana, terdapat seorang anak laki-laki berumur sekitar 9 atau 10 tahun dengan alis tebal dan rambut keriting pendek sedang tergeletak ditanah dengan luka gores dibagian siku dan lututnya.
Pakaian yang dia pakai tidak ada bedanya dengan murid luar yang lain, gaun trasional china berwarna abu-abu yang diperuntukan untuk laki-laki dengan tali pinggang berwarna hitam serta celana panjang hitam yang memiliki lubang sobekan di bagian dengkulnya.
""Ah~~ Masalah dah ini mah"", ucap Ling dengan wajah lemas yang kemudian berubah menjadi kaget karena seseorang baru saja mengatakan hal yang sama dengan apa yang ia ucapkan.
Menengok ke arah orang itu dengan wajah penasaran, yaitu kearah laki-laki yang kakinya dia peluk, Ling mendapati dirinya bertatapan dengan laki-laki itu yang menatap kearah nya juga dengan wajah kaget.
Laki-laki yang yang kakinya Ling peluk itu memiliki pipi yang sedikit tembem, wajah halus, putih dan bersih seakan anak orang kaya dimasa lalunya, serta rambut hitam yang lumayan panjang dan di ikat dengan mode ponytail.
"...bisakah kamu lepaskan kakiku?"
Si laki-laki tembem itu bertanya dengan suara kekanakanya yang terdengar sedikit kebingungan. Ling menjadi tersadar dari rasa kagetnya dan kemudian mulai berdiri disamping laki-laki yang juga memakai pakaian murid luar sekter tersebut dan menyadari kalau tinggi mereka terasa hanya berbeda sedikit dari dirinya.
"Ukhum! Terima kasih atas kakinya!"
"Ahaha, permintaan terimakasih yang paling aneh yang pernah aku dengar. Sama-sama sobat."
Percakapan singkat tersebut Ling cukupi dengan singkat sembari dia berlari menjauh dari lokasi perkelahian dengan sedikit anggukan setelah mendengar jawaban ramah dari bocah laki-laki itu.
'Sial, hampir saja! Jika aku tadi tidak cepat tanggap dan meloncat ke samping, aku bisa jadi kena peluru nyasar!', teriak Ling di dalam hati sembari merasakan keringan dingin yang tidak tertahankan.
Meskipun begitu, Ling tidak sepenuhnya kabur dari lokasi.
'...Hmm, kalau dari jarak segini mungkin aman.'
Setelah dia berlari cukup jauh, Ling kemudian memutar badan dan kembali menonton perkelahian tersebut dari jauh. Melihat pertengkaran di area sekte tidaklah sulit, apalagi jika seluruh tempat itu di isi dengan bocah baru umur yang ingin sekali pamer kekuatan.
'Setelah perkelahian terjadi, pasti ada orang yang nanti akan melerai mere--nah, itu dia!'
Namun yang ditunggu-tunggu oleh Ling adalah saat dimana seseorang yang lebih berkuasa tiba-tiba masuk dan membubarkan mereka. Melihat seseorang dengan gaun tradisional china berwarna biru yang berjalan kearah perkelahian tersebut dari jauh, mata Ling mulai berbinar terang seakan saat dia bergerak sebentar lagi tiba.
Dengan sigap dia berlari ke suatu toko yang lumayan jauh untuk membeli sesuatu dengan uangnya sendiri, dan kemudian kembali ke lokasi dengan tergesa-gesa.
"Siapa yang berani berkelahi diwilayah sekte! Hentikan segera!"
"Sial, murid lingkaran dalam tiba!"
"Cih, disaat tontonanya mulai ser--tunggu dulu? Dia adalah Mika!! Sial, kabur cepat!!"
"Mika!? Hahaha, bocah yang mengaku-ngaku adik dari murid lingkaran dalam itu sepertinya akan kena masalah besar!"
"Iya, Mika terkenal sangat protektif kepada murid perempuan, terutama perempuan yang memang tidak bersalah."
"Bukankah bocah perempuan itu menolak dan kemudian mereka mulai berkelahi? Yup, masalah besar."
Seperti yang Ling duga, dengan teriakan lantang penuh dengan aura kekuasa, seseorang perempuan yang sepertinya berumur sekitar 10-12 tahun itu berjalan dengan beraninya ke tengah-tengah perkelahian.
Perkelahian yang seharusnya bubar sesaat setelah perempuan bernama Mika itu tiba anehnya tidak terjadi.
"Perempuan sialan! Beraninya dia melawanku! Dan kamu juga, kamu pikir hanya karena kamu murid lingkaran dalam, aku jadi takut begitu!? Kakak ku juga murid lingkaran dalam kamu tahu!? Lepaskan aku sekarang perempuan sialan sebelum aku membuat hidupmu di sekte menderita!!"
"..."
"..."
"..."
Melihat ucapan tidak karuan dari bocah sombong yang tidak takut apapun itu, semua murid sekte luar yang rata-rata berumur sekitar 9-10 tahun disekitar mereka terhentak terdiam seakan mendengar hinaan paling gila yang mereka pernah dengar, dan dia melakukanya di tengah banyak saksi mata.
Semua kecuali satu orang bocah yang berkeliling secara diam-diam.
"...Ayo kacang dan kwaci nya kaka", ucap Ling sambil berbisik dan menjajakan dagangan yang baru saja ia beli dari toko sebelah.
Mereka yang sudah hidup dan belajar disekte sudah cukup familiar dengan si bocah berpakaian kumuh tersebut sehingga sesaat setelah mereka melihat Ling mulai bergerak, mereka pun dengan santainya langsung diam-diam membeli barang nya.
"Aku beli kacang dan kwacinya!"
"Hah, kenapa mahal sekali Ling. Apa? Jika aku beli lima, kamu akan jual satu pil penambah Qi dengan harga 90 Tin? Uh, baiklah aku beli lima kalau begitu"
"Mereka benar-benar bodoh. Pil penambah Qi memang harganya 100 Tin, tapi itu sudah terstandar sedangkan yang bocah itu jual masih belum jelas asal-usulnya."
"Pil tidak bisa dibeli satuan, jadi itu sedikit menguntungkan bagi mereka yang sedang miskin kau tahu. Dan juga, ketika Ling mulai muncul, biasanya acaranya mulai tambah menarik."
"Iya kamu benar. Dia pasti jarang keluar jadinya tidak tahu. Ling, aku beli satu bungkus kwaci saja!"
"Kenapa mereka tidak beli saja disana."
"Kenapa tidak kamu saja yang beli, mau?"
"Tidak ah, nanti aku kelewatan bagian yang menariknya."
"Tuh kamu sadar. Ling, beri aku 2 bungkus! Apa, habis? Cepat sekali? Baiklah, satu saja tidak apa-apa"
Dengan bisik-bisik dan obrolan singkat disekitar tersebut, mereka yang menonton dari jauh mulai perlahan-lahan mendekat dan membeli barang dagangan Ling sambil mengerumuninya, dan kemudian mencari posisi tepat untuk menyasksikan tontonan menarik.
Disisi lain, dengan menjual Pil penambah Qi satuan dengan harga yang lebih murah, Ling juga bisa memenuhi kuota yang dipaksakan kepadanya.
'Sial, aku jadi untung tipis! Jika saja bukan karena pil itu, Aku sudah berani memasok lebih banyak kwaci dan kacang. Yasudahlah, saatnya kabur!'
Bagaikan maling yang datang tidak dijemput dan pulang tidak diantar, Ling bergegas kabur dari lokasi kejadian dan berlari pulang kearah tempat dia berasal.
'Semakin lama aku disini, semakin berbahaya,' pikirnya sembari menyayangkan statusnya sebagai tukang numpang. Ling sadar betul dengan posisinya yang sangat lemah baik dari status maupun kekuatan fisiknya di dalam sekte. Satu saja yang tidak suka dengan kegiatanya memang tidak terlalu masalah. Namun jika dia tidak sengaja menarik perhatian orang yang menyusahkan dan terseret kedalam suasana panas disekitar, maka kehidupan diam-diam Ling akan berubah menjadi kehidupan penuh bencana.
'Ughhh, yang sabar, Ling! Sebentar lagi sekte akan mengadakan tes ujian masuk sebagai murid luar. Aku sudah pelajari semua persyaratan serta kualifikasinya. Setelah aku mulai terdaftar resmi, hidupku pasti akan berubah! Bersabarlah!' teriaknya sembari menahan senyum gembira yang seakan memaksa untuk keluar.
Meskipun perkelahian dan perdebatan terus berlangsung dan semua yang disekitar masih mengarahkan perhatianya ke pusat keramain itu, pasti ada saja satu atau dua orang yang tidak terlalu perduli dengan perkelahian bocah tersebut, dan salah satunya adalah murid laki-laki dengan wajah sedikit gemuk yang kakinya Ling peluk sebelumnya.
"Eh? Bocah itu? Apakah dia berjualan makanan? Padahal mereka baru saja berkelahi!? Cepat sekali gerakanya. Hooh, aku ingat cerita bocah yang mirip dengan tingkah dia! Apakah dia si bocil pedagang itu?"
Tanpa dia sadari, Ling baru saja menarik perhatian seseorang yang pada akhirnya menyeret dia ketengah konflik yang bukan lagi tidak menguntungkan, namun juga menyeret kehidupanya kedalam konflik yang lebih besar dibanding yang telah dia bayangkan.