Tok...tok..tok..
Suara ketukan pintu membuatku tersentak dari lamunanku. "Masuk" ucapku datar. Terlihat wajah cantik yang tersenyum kearahku dari balik pintu. "Apa saya menggangu?" tanya wanita itu padaku.
"Tidak, masuklah kemari" suruhku dengan sopan. "Maaf sebelumnya, sejak kemarin saya belum memperkenalkan diri saya dengan baik pada Kakak" ucap wanita itu dengan suara yang manis. Walaupun aku sudah tau siapa dia tapi, untuk formalitas tidak masalah.
"Kalau begitu perkenalkan dirimu padaku dan kenapa kamu memnggil saya kakak?" ucapku datar. "Baik kalau begitu, nama saya Albus Garnet, saya adik dari Albus Heber," jelas wanita itu dengan sopan. "Kamu adik kandungnya?" tanyaku untuk formalitas saja. "Bukan, saya anak adopsi dari keluarga ini" jawabnya. "Oh, begitu" jawabku singkat. "Maaf sebelumya, saya tiba-tiba memanggil Anda Kakak, saya tidak bisa memangil Nyonya rasanya aneh, apa tidak apa-apa?" tanyanya dengan wajah yang bersalah.
"Tidak apa-apa, panggil saja apa yang kamu suka, kamu juga bagian dari keluarga ini" aku melemparkan senyuman kearah wanita itu. "Terima kasih kak" dia memelukku dengan erat. Aku hanya membalas pelukannya, rasanya saat ini aku yang jadi antagonis dalam kisah cinta mereka.
Matahari kembali tenggelam, aku ingin sekali melihat wajah suamiku tapi, dia sama sekali tidak bertemu denganku hari ini. Akhirnya aku keluar untuk menenangkan pikiranku. Aku berjalan menusuri jalan setapak yang dihiasi bunga mawar yang indah.
Taman rumah ini sangat luas dan cantik, rasanya begitu damai dan tenang. Sesekali ku hembuskan nafasku dengan kasar meratapi nasib yang begitu aneh. "Kakak!" aku terkejut saat seseorang memanggilku, segera aku melihat kearah suara itu. Deg! Tak kusangka wajah yang sangat ingin kulihat berdiri tegak di hadapanku. "Kakak sedang apa?" tanya Garnet yang memecah lamunanku. Kenapa harus ada dia, pikirku. "Oh, hanya ingin jalan-jalan sebentar" jawabku datar.
Tak ingin membuang kesempatan ini aku memberanikan diri untuk berbicara kepada Albus. "Garnet, bisakah aku bicara dengan suamiku sebentar?" ucapku pada Garnet yang berhasil membuat wajahnya berubah.
"E_t..tentu saja, kalau begitu aku permisi" jawab Garnet. "Em ...," anggukku. Aku tau Garnet menyembunyikan wajah kecewa dan sedihnya tapi, mungkin hanya ini kesempatanku.
Setelah Garnet berlalu dari sana, aku mencoba berbicara terus terang pada Albus. "Kenapa tidak tidur kamar?" tanyaku datar. Tak ingin kuperlihatkan wajah kecewaku padanya. "Aku sedikit sibuk, jadi aku tidur di ruang kerja" jawabnya singkat. "Oh, em..apa kamu menyesal?" tanyaku ambigu. "Maksudnya?" tanyanya padaku dengan wajah yang heran.
"E..tentang..pernikahan ini" jelasku tanpa melihat kewajahnya. Tidak ada jawaban yang diberikan Albus. "E..a..aku rasa udaranya sudah semakin dingin, lebih baik kita masuk sekarang" ucapku dengan sedikit tersendat-sendat. "Em" jawabnya singkat. Aku segera membalikkan tubuhku dan berjalan menjauhi Albus yang masih berdiri di tempat.
"Niger ...!" panggilnya yang membuat ku tersentak. "Ya?" jawabku cepat. "Aku sedikit sibuk malam ini, mungkin aku akan tidur di ruang kerja, kau istirahatlah tidak perlu menungguku" ucap Albus yang membuatku terpaku di tempat. Dia langsung berjalan membelakangiku, aku tidak tau apa aku harus merasa senang atau sedih saat ini.
Bersambung...