Larut ke dalam pekerjaan membuat Calvino melupakan janji penting dengan keluarga. Tanpa sengaja ekor matanya menangkap arah jarum jam dipergelangan tangan. Seketika itu juga tersentak hingga membeliakkan tatapannya.
"Oh My God, pasti Papa - Mama sudah menunggu," ucapnya entah pada siapa karena nyatanya dia sedang sendirian di dalam ruangan kebesaran bertuliskan CEO Calvino.
Dengan segera meraih kunci mobil dan juga jas kerja. Jemarinya tampak mengetuk - ngetuk pada dinding lift bermanjakan angka - angka yang terus merangkak turun.
Calvino pun dibuat tak sabaran. Menurutnya angka - angka pada lift ini terlalu lambat. Wajahnya pun tampak gusar. Ingin rasanya segera sampai pada lantai di mana mobil kesayangan sudah menunggui kedatangannya kemudian mengemudikannya dengan kecepatan tinggi.
Berkali - kali ekor matanya kedapatan melirik pada angka yang terus merangkak turun dan ketika mendekati pada lantai di mana mobil kesayangan berada. Bibir kokoh tampak mengulas senyum tipis.
Ketika pintu lift terbuka. Langkahnya kian tergesa menuju mobil keluaran baru tersebut.
Khair yang melihat Tuan nya langsung berlarian kemudian membukakan pintu mobil. "Silahkan, Sir."
"Mana kunci mobi?" Pintanya dengan wajah menegang.
"Ini, Sir." Menyerahkannya ke tangan Calvino.
Calvino segera masuk ke dalam mobil dengan mendudukkan bokongnya pada kursi kamudi. Namun, sebelumnya dia pun menyerahkan lembaran dollar ke tangan Khair sebagai ongkos naik taxi.
"Sir, tunggu!" Panggilnya dengan mengetuk kaca mobil. Bersamaan dengan itu kaca mobil terbuka. Calvino terlihat kembali membuka dompet hendak mengambil uang, akan tetapi gerakannya terpatahkan oleh suara Khair.
Ditatapnya Khair dengan tatapan menajam. "Uangnya kurang? Ini, ambil!"
Khair langsung mengembalikan uang tersebut dan juga lembaran yang Calvino berikan sebelumnya. "Maaf, Sir. Uang yang Anda berikan ini terlalu banyak. Ini saja lebih dari cukup."
Calvino tampak mengambil lagi beberapa dollar kemudian menyerahkannya ke tangan Khair. "Berikan ini kepada keluarga mu!"
Khair pun dibuat tersentak dengan banyaknya uang ditangan. Belum sempat dia mengucapkan terima kasih. Mobil yang membawa Calvino pergi telah melaju dengan kecepatan tinggi.
Terima kasih Mr. Calvino. Tuan, orang yang sangat baik. Semoga Tuan selalu dimudahkan dalam segala urusan dan diberikan jodoh terbaik. Batin Khair.
πππ
PIERCHIC PRIME RESTAURANT
Dubai, Uni Emirat Arab
19.45
Sesampainya di restaurant, Calvino tampak memarkirkan mobilnya asal. Para security pun berlarian mendekat. Bermanjakan sang billionaire tampak turun dari mobil mereka pun langsung melangkah mundur dengan membungkukkan badan. "Selamat malam, Sir."
Calvino tidak menjawab. Dia pun terus melangkah dengan melemparkan kunci ke arah para security supaya memarkirkan mobil kesayangan ke tempat yang seharusnya.
Langkahnya kian tergesa. Jujur, dia pun dibuat tak enak hati karena datang terlambat. Sementara kedua orang tua nya tampak duduk bersisian menunggui kedatangannya.
Bram tampak melirik tajam ke arah jarum jam dipergelangan tangan. "Mana sih ini Anak. Sudah jam segini tapi belum juga menunjukkan batang hidungnya." Kesalnya.
"Mungkin saja dia lagi dijalan."
"Ah, itu tidak mungkin. Calvin, pasti masih di kantor."
"Dan itulah hasil didikan mu. Kau membuat Putra-ku menjadi workaholic."
"Biar ku telepon."
"Jangan!" Potong Dreena cepat.
Ditatapnya istri tercinta dengan tatapan yang tak biasa. "Kalau tidak ku hubungi. Mau sampai kapan kita dibuat menunggu seperti ini, huh?"
Tanpa terelakkan keduanya pun diwarnai dengan perdebatan - perdebatan kecil. Sementara Calvino tak juga mendekat, dia terlihat berdiri tak jauh dari kedua orangtuanya dengan bersedekap dada.
"Ini tempat umum. Haruskah diwarnai dengan perdebatan, hum?" Bisik Calvino tepat ditelinga keduanya.
Sontak saja suara yang sudah tidak asing yang datang secara tiba - tiba telah memaksa keduanya menolehkan wajahnya sehingga bertatapan dengan wajah tampan yang sedang menyungging senyum khas. Senyuman yang membuat ketampanan sang billionaire bertambah berkali - kali lipat.
"Kenapa baru datang, hah?" Nada suara Bram sedikit meninggi menyapu pendengaran.
"Bukan baru, Pa. Tetapi lumayan lama." Sembari mendudukkan bokongnya pada sofa yang berseberangan dengan kedua orang tuanya.
Jawaban yang baru saja meluncur dari bibir sang putra telah membuat Bram - Dreena tersentak sehingga satu pertanyaan penting pun tak terelakkan. "Maksud mu?" Tanya keduanya secara bersamaan.
Calvino terkekeh kecil. "Papa - Mama ini kompak sekali."
"Pasangan kalau sudah menikah memang akan selalu kompak dalam segala hal. Makanya Vin, buruan nikah dan seharusnya makan malam seperti ini menjadi moment tepat bagi kami untuk berkenalan dengan calon Istri-mu."
"Kita ada di sini untuk makan malam keluarga, Ma. Oh, iya malam ini Mama mau makan apa?"
Dreena tidak menjawab kecuali melempari sang putra dengan senyum tipis. Sangat tipis hingga Calvino saja tidak tahu bahwa sang ibu sedang tersenyum.
"Tidak perlu memilih menu makanan, Vin. Semua menu yang ada di restaurant ini sudah Papa pesan."
Calvin tersentak hingga membulatkan tatapannya. "Papa, kita hanya makan bertiga. Tidak perlu memesan makanan sebanyak itu."
"Tidak ada yang berlebihan, Vin. Moment - moment seperti ini jarang terjadi dan harus kita lewatkan dengan sangat istimewa."
Bibir kokoh tampak mengulas senyum. Sebuah senyuman penuh arti. Sungguh dia menjadi seorang anak yang sangat beruntung telah dilahirkan ditengah - tengah keluarga Kafeel.
Tidak hanya bergelimang harta berbalut kemewahan. Namun, yang paling menyentuh hati adalah kasih sayang yang orang tuanya berikan. Bagi kedua orang tuanya harta bukan segala - galanya, akan tetapi Putra - Putri nya lah yang paling berharga di dalam hidupnya.
Ditatapnya kedua orang tuanya dengan tatapan dalam dan lama. Terima kasih ya Pa - Ma. Terima kasih karena sudah membuat Calvin, dan Earl selalu bermandikan kasih sayang. Batinnya dengan seulas senyum hangat yang tampak terukir menghiasi bibir kokoh.
"Ada apa, Vin? Kenapa menatap kami dengan tatapan seperti itu?"
Bibir kokoh kembali mengulas senyum. Diraihnya jemari sang ibu yang sudah mulai ditumbuhi keriput. "I love you, Mom." Kemudian mengecupnya dengan kecupan dalam dan lama. Setelah itu ditatapnya sang ayah. "I love you, Dad."
"We love you too." Jawab keduanya secara bersamaan.
Selama menunggu makanan datang. Ketiganya terlibat ke dalam perbincangan hangat. "Inilah restaurant pavorit Mama-mu, Vin. Restaurant ini selalu rame pengunjung, akan tetapi setiap Mama-mu datang ke sini pasti restaurant ini hanya melayani satu orang dan orang tersebut-"
"Mama." Potong Calvino cepat. "Berarti Mama pelanggang lama dan pastinya tamu istimewa."
"Bukan hanya itu, Vin." Bram mencondongkan wajahnya ke depan berirama dengan bisikan. "Semenjak kau dan Adik-mu belum lahir. Mama-mu sudah jatuh cinta dengan masakan dari restaurant ini sehingga memutuskan menanamkan saham di sini."
"Calvin, tidak salah dengar kan, Pa."
"Tentu saja tidak, Vin. Mama-mu memiliki saham 85% di sini."
"Apa?"
πππ
Next chapter ...