Chereads / Bukan Salah Rasa / Chapter 11 - Menolak Tawaran Tinggal Bersama

Chapter 11 - Menolak Tawaran Tinggal Bersama

Reisya terkejut mendengar permintaan Monalisa, ia tidak tau harus menjawab apa. Reisya pun menatap Refan meminta bantuan untuk menjawab, tapi Refan malah mengangkat bahunya acuh. Tanda jika ia menyerahkan semua keputusannya pada Reisya, dan Reisya semakin dilema.

"udah lo tinggal di sini aja Sya, kan biar sekalian bisa deket terus sama Refan." goda Miko pada Reisya.

"ngapa jadi gw sih di bawa-bawa?" keluh Refan pada Miko.

Refan menatap Miko tajam, lalu ia kembali mengalihkan padangannya pada Reisya yang juga menatapnya. Sesaat kemudian Reisya memutus kontak mata mereka, dan menjawab ajakan Monalisa.

"hm gak deh tante, makasih tawarannya tapi Reisya ingin belajar mandiri. Jadi Reisya tinggal di apartemen aja ya, bolehkan?" jawab Reisya akhirnya.

Monalisa yang tadinya semangat berubah menjadi lesu setelah mendengar jawaban Reisya, ia pikir Reisya akan setuju tinggal di mansionnya.

"oh begitu, padahal tante berharap banget kamu mau tinggal disini." keluh Monalisa pada Reisya.

"sayang jangan paksa Reisya gitu donk, Reisya jadi sedih tuh." tegur Rudy pada Monalisa.

"eh iya, maafin tante ya Reisya. Bukan maksud tante buat paksa kamu, tapi ya tante butuh teman disini. Kamu tau sendirikan, disini banyaknya cowo semua." tukas Monalisa.

"ah ibu mah gitu, kita di anggap gak seru gitu?" keluh Miko pada Monalisa.

"bukan gitu, ibu tuh butuh teman cewe. Kan kalo cowo beda pembahasannya, kalo sesama cewe kan lebih asik. Ya kan Reisya?" jelas Monalisa membuat Miko terdiam.

Memang yah kalau emak-emak sudah bicara, yang lainnya lewat. The power of emak-emak.

"iya tante aku ngerti kok, aku janji deh akan sering mampir kesini untuk ketemu tante." balas Reisya dengan senyumnya.

"bener yah, janji?" tanya Monalisa memastikan.

"iya janji" jawab Reisya yakin.

Kedua cewe itu pun tertawa bersama, membuat ketiga cowo yang ada di sana ikut tersenyum.

"Reisya, kamu jangan panggil tante lagi donk. Panggil ibu aja ya, anggap aja tante ini ibu kamu juga." pinta Monalisa pada Reisya.

"emang boleh?" tanya Reisya memastikan.

"kenapa enggak? Panggil ibu ya, dan panggil Rudy juga papah." jawab Monalisa semangat.

"iya bu" balas Reisya canggung.

"gak apa-apa, nanti juga terbiasa." ucap Monalisa memaklumi.

Refan menatap kedua cewe di depannya dengan senyum tulusnya, ia tidak menyangka jika ketidak sengajaannya yang membawa Reisya ke rumahnya malah membawa cerita baru untuknya dan Reisya.

Melihat senyum bahagia di wajah Reisya, entah kenapa Refan sendiri ikut bahagia. Seakan ia ikut terbang bersama Reisya, dan tertawa bersama.

Lamunan Refan buyar kala sang ayah memintanya untuk mengantar Reisya pulang, karna waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Cukup malam untuk seorang gadis yang masih berada di luar.

"Refan, antar Reisya pulang ya?" pinta Rudy pada anak bungsunya itu.

"ah iya yah" jawab Refan langsung.

"cieileh, semangat bener mau nganterin ayang beib" goda Miko pada Refan.

"bodo amat, serah lo aja kak" tukas Refan tidak peduli.

"yodah si kok nge gass?" balas Miko dengan tawa gelinya.

"yah kok cepet banget si, ibu kan masih mau ngobrol sama Reisya yah." keluh Monalisa pada Rudy.

"besok Reisya harus sekolah, kalo kamu terus ajak dia ngobrol yang ada kalian gak akan tidur malam ini. Mending besok lagi aja ceritanya, sekarang biarkan Reisya pulang dulu dan istirahat." jelas Rudy.

"iya juga si, Reisya besok datang lagi ya. Ibu tunggu loh." tekan Monalisa pada Reisya.

"iya ibu, besok Reisya pasti datang lagi kok." balas Reisya dengan kekehannya.

"ampun deh, ibu lebay deh. Ibu kenapa jadi melow-melow ala drama gini sih semenjak ketemu Reisya? Aneh banget dah" celetuk Refan heran.

"yeuh, kamu gak tau aja. Ibu tuh emang suka anak perempuan tau, makanya ibu suruh kamu bawa cewe kamu ke rumah. Dan untung saja yang kamu bawa itu Reisya, ah ibu jadi suka." jelas Monalisa dengan heboh.

Mendengar jawaban Monalisa, Rudy dan Miko hanya bisa geleng-geleng kepala dan tepok jidat. Sedangkan Refan dan Reisya tersenyum geli melihat tingkah ibu mereka itu, sungguh kekanakan sekali.

Reisya akhirnya pamit dan pergi meninggalkan mansion itu untuk kembali menuju apartemennya, tentu saja di antar oleh Refan.

.

.

.

Refan dan Reisya sama-sama terdiam, tidak ada siapapun yang ingin memulai pembicaraan. Sampai akhirnya Refan bertanya pada Reisya, dan memecahkan suasana hening yang berkuasa.

"lo yakin gak mau tinggal di mansion aja?" tanya Refan yang membuat Reisya beralih menatapnya.

"iya gak apa-apa, gw gak enak kalo ngerepotin." jawab Reisya dengan senyumnya.

"tapi gw rasa ibu malah bahagia tuh lo tinggal sama dia, malah kelewat bahagia kali." celetuk Refan, membuat Reisya tertawa sesaat.

"iya sih, tapi gw masih butuh waktu buat sendiri. Kejadian hari ini bikin perasaan gw makin gak karuan, jadi gw mau tenangin diri gw dulu di apartemant yang sekarang." jelas Reisya yakin.

"oh gitu, sorry ya! Karna gw bawa lo ke rumah, lo malah jadi makin sedih gini." ucap Refan merasa bersalah.

"ngapain minta maaf, lo gak salah kok. Yang ada gw mau terima kasih banget sama lo, karna lo udah bawa gw ke rumah lo. Gw jadi tau cerita tentang ibu gw yang selama ini gak gw tau, dan lagi keluarga lo baik banget sama gw. Gw jadi ngerasa punya keluarga baru, rasanya bahagia banget." jelas Reisya sendu.

Refan menghentikan mobilnya di pinggir jalan, lalu ia berbalik menghadap Reisya. Refan menggenggam tangan Reisya, dan menatap mata Reisya dalam dan penuh kehangatan.

"Reisya, lo bisa anggap gw keluarga lo. Lo bisa anggap keluarga gw juga keluarga lo, kita semua adalah keluarga lo. Gw yakin, ayah dan ibu juga pasti akan bilang begitu ke lo. Lo gak perlu takut sendiri, sekarang gw dan keluarga gw akan selalu ada buat lo. Karna kita adalah keluarga, dan keluarga akan selalu bersama." tekan Refan meyakinkan Reisya.

"lo serius?" tanya Reisya ragu.

"gw sangat-sangat serius, jadi gw minta sama lo jangan sedih lagi ok?" jawab Refan dengan senyumnya.

"makasih Refan, sorry sebelumnya gw pernah manfaatin lo buat bikin Lucy marah." ungkap Reisya gugup.

Refan tersenyum sesaat, lalu ia menghapus air mata Reisya yang jatuh di pipinya. Lalu ia kembali ke posisi awalnya, fokus menghadap ke jalan di depannya.

"gw tau kok, dan gw gak masalah kalo emang itu bisa bikin lo melupakan kesedihan lo." balas Refan.

Reisya semakin merasa bersalah, ia tidak bermaksud memanfaatkan Refan saat itu. Tapi ya memang itu kesempatannya, dan terjadilah seperti itu.