Suara teriakan Meri membuat mereka berdua berjengit kaget, Haisha dengan cepat merapikan kancing bajunya, mengikat rambut lalu bersiap, sedang Fahri membasuh wajahnya yang sudah terlena hingga tampil segar.
Tempat itu menjadi favoritnya sampai detik ini meskipun tadi Haisha sempat mengeluh sakit dan bentuknya yang sedikit berbeda.
Haisha menemukan ciri-ciri itu pada ponselnya, memutar browser sembari membiarkan Fahri menikmati apa yang susah menjadi kesukaan pria itu.
Hoek,
Haisha tutup mulutnya, satu tangan yang lain memegang handle pintu.
Dengan cepat Fahri berdiri di belakang istrinya itu, menahan dan berjaga bila saja Haisha kembali lemas.
"Ke luar nggak?"
Haisha bergeleng, hanya angin saja yang berjalan, hawa mualnya selalu muncul bila ia berusaha berdiri dari posisi duduk atau tidur yang cukup lama.
"Bisa jalan, sayang?" tanya Fahri lembut, hari ini panggilan sayang seolah diobral olehnya.
"Mas, kepala Ica kok mendadak pusing ya ...."