Aku menyukaimu, jangan anggap ini semu.
.
.
.
.
Rinai menatap jendela kamarnya, setelah ia menghapus air mata yang tak berhenti mengalir. Bahkan hingga detik ini masih saja sama.
Angin sepoi disiang hari membuat gorden putih yang jendela nya sudah terbuka sejak Rinai menginjakan kaki kembali kekamar ini. Ia menatap sosok yang duduk diatas motor sportnya, sejenak mereka saling pandang. Meski jarak begitu jauh tapi keduanya masih bisa bertelepati lewat tatapan mata, meyakinkan satu sama lain apakah keduanya bisa bersama atau malah tidak sama sekali.
Memang dasarnya saja Rinai lemah, ia kembali menangis sesegukan dengan bibir bawah yang ia gigit, menyebunyikan isakan tangis yang hampir saja memenuhi ruang kamarnya. Langit yang melihat bahu gadis itu bergetar bahkan bibirnya yang ia gigit menyembunyikan isak tangis, menghela nafas.