"Kenapa gue ngerasa kalau apa yang lo omongin beneran dan nggak ada kebohongan, tapi balik lagi. Ingatan gue sama sekali belum merespon." Langit menghela nafas, kala laki-laki itu mendengarkan semua perkataan Rinai.
Gadis itu mengakui semua, semua bahkan tidak terlewatkan sama sekali. Atau ia lebih-lebih kan, tidak.
Rinai menatap Langit dan tersenyum.
"Nggak papa Langit, kamu nggak perlu maksa semua untuk bisa kamu ingat, aku nggak papa kok. Kata kak Aldo, kalau memang sudah waktunya kamu pasti ingat." Rinai tersenyum begitu manis, membuat Langit terkesiap karena senyuman gadis itu. Entahlah, mengapa ia jadi merasa senyuman itu sangat ia rindukan.
"Kalau gue gak inget sampai kapanpun?" Langit balas menatap netra coklat didepannya, netra hitam legam segelap malam miliknya menubruk setiap sisi didalam sana. Mencari sebuah kepura-puraan yang Langit rasakan.
"Kalau memang begitu, ya mungkin memang harusnya begitu."