Untuk kamu, yang tak pernah tau. Bahwa aku benar-benar menunggumu.
.
.
.
.
Rinai memasuki rumah dengan senyum yang tak pernah luntur, disampingnya sudah ada Langit yang sejak tadi terus menggenggam erat tangan Rinai.
"Kamu nggak papa, anter aku sampai rumah? Kalau Mama kamu nunggu gimana?" Rinai menatap Langit.
"Nggak papa, aku kan harus memastikan pacar ku, udah masuk kerumah dengan aman." Rinai tertawa mendengarkan perkataan Langit.
"Ekhm!" Suara barithon milik Rendra, memasuki pendengaran kedua muda-mudi yang masih bahagia akan acara yang sudah terlaksana.
"Ayah.." Rinai tersenyum dan sedikit berlari kearah Rendra, gadis itu memeluk sang Ayah dan mencium pipi Ayahnya. Rendra mencium puncak kepala Rinai.
"Ayah udah nyuruh kamu, pulang lebih cepet kan? Kenapa pulang jam segini?" Rendra menatap Rinai.
"Maaf Ayah..." Rinai menundukkan wajahnya takut-takut.
"Om, maaf. Ini semua salah saya." Langit menatap Rendra tak enak.