Semenjak keluar dari ruang kesehatan tadi, hati Vino masih merasa belum tenang. Jujur saja, ia masih mengkhawatirkan bagaimana keadaan Aleena sekarang. Terlebih lagi lelaki itu meninggalkannya sendirian.
"Bego banget gue," ucap Vino merutuki kebodohannya.
Langkah lelaki itu kini mengayun untuk kembali ke UKS. Vino berharap cemas jika Aleena sudah membaik keadaannya. Lelaki itu juga berharap ada seseorang yang menjaga sang gadis hingga membuat rasa bersalah Vino sedikit berkurang.
Cklek!
Kondisi pertama yang Vino lihat saat baru membuka pintu UKS adalah sepi. Tak ada satu orang pun di sana. Brankar tempat Aleena berbaring pun sudah kosong tak ada orang.
"Dia kemana?" tanya Vino pada dirinya. Kepala lelaki itu celingak-celinguk mencari Aleena.
"Oh, hei!" panggil Vino pada seorang siswi yang baru saja datang ke arahnya.
"Iya Kak, ada apa?" tanyanya sopan.
"Lo tau cewek yang sebelumnya dirawat di sini, nggak? Namanya Aleena," tanya Vino memandang siswi itu dengan sedikit senyuman.
"Oh, dia udah balik ke kelas, Kak!" jawabnya.
Syukurlah. Entah mengapa dengan spontan batin Vino mengucap kata syukur saat mendengar jawabannya. "Kalau gitu makasih, ya!" ucap Vino langsung melenggang pergi dari ruang UKS.
Arah tujuan lelaki itu kini berganti menjadi ruang kelas XI IPA 2. Dengan senyumnya yang sedikit mengembang, Vino mengalihkan pandangannya pada sebuah bingkisan yang telah ia pegang. Tak ada banyak makanan, hanya ada nasi kotak, air mineral, dan beberapa camilan.
Ruang kelas Aleena sudah berjarak beberapa meter saja dari pengelihatannya. Namun dari jarak itulah Vino dapat mendengar keributan yang berasal dari sumber tujuannya.
Saat kaki Vino sampai di kelas XI IPA 2, lelaki itu terkejut saat melihat Aleena tengah dijambak oleh salah seorang siswi berseragam kurang bahan di sana. Tangan Vino seketika mengepal.
"Karena dia.."
"Dia siapa?" tanya Vino langsung memotong ucapan adik kelasnya. Langkah lelaki itu mengayun mendekat ke arah mereka.
"Kak Vino?" ucap gadis itu masih tak percaya. Tangan yang sedari tadi sibuk menjambak rambut indah Aleena langsung terlepas tanpa ia sadar.
"Nama lo siapa?" tanya Vino saat telah berada di depan Gisella. Lelaki itu tengah menatap sengit pada sang gadis yang terus memandang dengan tatapan memuja.
"Namaku Gisella Kak," jawab Gisella sembari tersipu malu di depan teman sekelasnya.
Vino hanya diam, namun arah pandangnya kini bergerak mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut si perempuan.
"Lo butuh bantuan?" tanya Vino pada Gisella. Kening lelaki itu sedikit mengerut seolah tengah benar-benar memastikan.
"Oh, nggak perlu kok, Kak! Tentang gadis jalang ini, aku masih bisa urus sendiri!" jawab Gisella melirik ke arah Aleena. Untuk beberapa saat, sorot mata gadis itu terlihat begitu merendahkan. Namun itu hanya berlangsung beberapa detik saja, karena setelahnya Gisella kembali menatap Vino dengan senyum merekah.
Gadis itu tampak sangat bangga saat mendapat penawaran Vino untuk membantunya. Pasti hatinya sekarang tengah berbunga-bunga.
"Tapi ini bukan tentang Aleena" bantah Vino sembari menatap lekat Gisella. "Ini tentang seragam yang lo pake sekarang. Lo nggak punya uang kan sampai-sampai seragam yang udah kekecilan masih lo pake sekarang?" pertanyaan yang lolos dari bibir Vino sontak mengundang gelak tawa seluruh anak kelas XI IPA 2. Mereka semua sungguh tak menyangka jika Vino yang notabennya adalah seorang kakak kelas yang begitu pintar kini telah bermulut kasar.
Hilang sudah muka Gisella. Gadis yang sebelumnya terus tersenyum itu kini merasa ingin menghilang saja.
"Ma- maksud Kakak apa? Bukannya Kak Vino dateng ke sini buat tolongin aku buat kasih dia pelajaran, ya?" tanya Gisella masih tak percaya. Jarinya dengan terang-terangan bergerak menunjuk pada Aleena.
"Cih, gue nggak segabut itu sampai mau ngebantu ondel-ondel kayak lo!" jawab Vino lagi-lagi dengan kalimat yang begitu sarkas untuk di dengar.
Kedua tangan Gisella sudah mengepal erat. Tubuh gadis itu kini berbalik menatap Aleena dengan segala rasa benci di dada. Tertawaan seluruh teman sekelasnya membuat Gisella merasa semakin terpojokkan.
"Ini semua pasti ulah lo, kan? Lo sengaja minta Kak Vino buat hina gue di depan semua orang?" Gisella menaikkan 3 oktaf suaranya saat bertanya. Napasnya pun telah memburu saking marahnya.
Aleena yang dituding demikian hanya menaikkan satu alisnya. "Di rumah kamu pasti nggak ada kaca!" tebak Aleena menghina.
"Lo!"
"Jangan pernah main-main sama Aleena! Anggap ini peringatan terakhir buat lo!" potong Vino saat Gisella hendak menampar wajah gadis kesayangannya.
Gisella meringis saat merasakan pergelangan tangannya diremas begitu kuat oleh seorang Vino Dirga Alaska. Seorang lelaki yang terkenal begitu sabar kini begitu kasar terhadapnya.
"Kak, sakit!" ringis Gisella masih berusaha melepaskan cengkeraman Vino.
"Kalau lo masih berani sakitin dia, lo bakal tau konsekuensinya!" bisik Vino tepat di telinga Gisella. Lelaki itu tak main-main dengan ucapannya.
Gisella mengangguk paham sekarang. Nyalinya telah menciut akibat gertakan Vino yang begitu menyeramkan.
Cekalan Vino akhirnya terlepas. Dan gadis itu bisa bebas. Gisella kini memandang dengan perasaan takut pada Vino. Kali ini dia masih beruntung karena Vino hanya sekedar memperingatkan, bukan mengambil tindakan.
"Gue minta maaf," ucap Gisella dengan suara yang begitu lirih nyaris tak bisa di dengar. Dan tepat setelahnya, ia melenggang pergi dari kelas XI IPA 2. Sungguh malu rasanya.
"Kamu nggak papa?" tanya Vino mengubah cara bicaranya. Lelaki itu berjalan mendekat ke arah Aleena dengan raut wajah khawatir.
"Nggak papa kok, Kak! Makasih, ya!" jawab Aleena sembari berterima kasih pada Vino yang lagi-lagi menjadi penolongnya.
Senyum simpul seketika terbit di bibir sang lelaki. Tangannya mulai terangkat untuk mengusap pelan pipi gadis kesayangannya. "Everything for you,"
Deg!
Ya Tuhan, kuatkanlah hati hamba sekarang, batin Aleena berdoa. Ucapan Vino benar-benar membuatnya susah hanya untuk menelan salivanya.
"Buat lo," ujar Vino memberikan bingkisan yang tadi ia pegang. Tanpa menunggu jawaban apapun, lelaki itu langsung meletakkannya di atas meja Aleena.
"Kalau masih ada yang berani ganggu, jangan sungkan buat bilang sama aku!" ucap Vino tersenyum manis di depan Aleena. Senyum yang begitu menghanyutkan hingga Aleena pun terbuai karenanya.
Aleena menganggukkan kepala sebagai jawaban. Gadis itu sudah tak bisa lagi berkata-kata. Lidahnya telah kelu seketika.
"Kalau gitu aku pergi dulu!" pamit Vino langsung melenggang pergi dari sana. Meninggalkan keheningan yang sungguh membuat seluruh anak kelas XI IPA 2 tak menyangka.
"Mereka berdua pacaran?" Itulah pertanyaan yang tengah mereka pikirkan. Sama halnya dengan Rangga yang sedari tadi bungkam. Ada apa ini? Apakah lelaki itu melewatkan sesuatu kali ini?