Di tempat yang berbeda.
Edensor Distrik, Inggris.
Udara pagi yang sejuk, seorang anak perempuan berumur lima tahun tengah memberi makan kambing dengan bernyanyi bahagia. Hembusan angin membuat rambutnya seakan ikut menari dengan alunan irama dari bibir mungilnya. Cuaca sedikit mendung namun hujan tidak kunjung datang.
Beberapa kambing bersuara saling bersahutan dengan nyanyian anak kecil ini. Senyuman tak pernah lepas dari bibirnya seakan mengerti bahasa kambing- kambingnya ia terkadang tertawa melihat anak- anak kambing yang tengah bercanda dan bermain kejar- kejaran.
lapang yang luas dan hijau, benar- benar memanjakan matanya. Gadis kecil itu tengah berbicara dengan salah satu kambing yang lebih terawat dari lainnya, bulunya halus dan berwarna putih bersih. Inilah kambing kesayangan adik kembarnya, Ken.
Disini ia di temani pamannya yang tak lain adalah suami dari adik ibunya. Seorang pria yang memiliki kulit gelap dan berambut ikal.
Nampak dari kejauhan, anak laki- laki sepantarannya melambaikan tangannya, berteriak dengan membawa bola. Anak kecil berkulit putih, rambut berwarna pirang dan mata berwarna perak berjalan mendekati anak perempuan yang sedang asik bernyanyi dan berbicara dengan kambingnya. Melihat adik kembarnya memanggil ia tampak bahagia. Ia mengikat kambing kesayangan adiknya ke sebuah pohon besar. Ken berlari namun, gadis kecil ini berteriak agar saudara kembarnya tidak berlari.
Ken datang dengan memeluk bola kesayangannya.
"Pasti kau sedang berbicara dengan kambing? Ia, kan, hayo mengakulah?" godanya dengan menyikut lengan kembarannya.
"Apa sih, tidak!" jawabnya dengan terkekeh.
"Key, mana kambingku?" tanyanya, matanya nampak mencari.
"Aku ikat di pohon," jawabnya dengan menarik tangan saudara kembarnya menuju kambing yang mereka beri nama Choki.
"Halo, Choki- Choki, bagaimana kabarmu, sayang?" tanyanya dengan mengelus kambing yang berwarna putih itu.
"Baik, sayang, apa kamu mau menikah denganku?" goda Key dengan terkekeh.
"Baiklah, Choki, nanti kita menikah!" jawabnya dengan memeluk kambingnya.
"Astaga, Ken! Apa kau tahu arti menikah? Kau mau menikah dengan kambing?" tanyanya dengan terkekeh.
"Jika itu bisa membuat saudari kembar ku bahagia aku rela melakukannya!" tukasnya dengan mencubit hidung kembarannya.
"Oh, iya, sudah kau beri makan?" tanyanya dengan menciumi kambingnya yang membuat kambing itu bersua.
"Sudah ku kasi dia makan Sandwich dan piza," ucapnya dengan terkekeh.
"Wah, enaknya, besok kita jadi kambing saja, kalau begitu!" godanya.
"Kamu saja jadi kambing, Ken, aku sih, tidak mau!" sinisnya dengan membuang muka.
"Main, yu!" ajaknya dengan menunjukan bola di tangannya.
"Lalu, bagaimana dengan ibu? Aku takut!"
"Ibu pergi ke kota, jadi kita bisa bermain!" jawabnya dengan menarik tangan Key.
Mereka saat ini berdiri di lapang kosong dengan rumput hijau menutupi tanah.
"Ini ...," Ken memberikan sepotong roti sandwich yang dia sembunyikan di dalam bajunya. "duduklah, Key," Mereka duduk di bawah pohon besar.
"Kau dapat potongan roti ini dari mana, Ken?" tanyanya dengan menatap heran.
"Seperti biasa aku mencurinya, Key," jawabnya enteng dan terkekeh.
"Ibu, tidak tahu, kan?" tanya gadis kecil yang tampak ketakutan.
"Kau tenang saja, dia tidak tahu, dia sedang pergi ke kota, sekarang makanlah, kau pasti belum sarapan," titahnya dengan menatap iba.
Gadis kecil itu memakan dengan sangat lahap.
"Pelan- pelan, meski kau lapar, makanlah dengan lebih tenang, kita kan sudah terbiasa kelaparan," ucapnya dengan terkekeh.
"Bagaimana kalau ibu tahu, Kita pasti di hukum," ucapnya dengan menatap cemas.
"Bukankah kita terbiasa di pukuli?" jawabnya dengan memiringkan wajahnya menatap saudari kembarnya.
Ken dan Key bukanlah anak dari keluarga miskin, tapi entah kenapa ibunya selalu berlaku kejam pada mereka. Makan pun mereka sangat sulit. Sedang ayahnya memang baik tapi, pekerjaan membuatnya untuk tidak pulang setiap waktu. Dalam setahun ia pulang hanya satu atau dua hari saja.
"Key, kalau aku sudah tidak ada, kau harus kuat menghadapi wanita itu," ucapnya dengan menatap dalam saudari kembarnya seakan dia akan pergi jauh. Anak kecil itu menatap sendu dan juga matanya memerah.
"Jangan bicara yang aneh- aneh!" tukasnya.
"Aku sudah tidak kuat, Key, aku sakit," ucapnya lirih.
"Sabarlah, Ayah pasti kembali membawa donor ginjal untukmu, Ken!" ucapnya dengan memeluk saudara kembarnya dengan Isak tangis. Karena, memang saat ini kondisi adiknya semakin memburuk.
"Key, maafkan aku selalu membuatmu susah, aku tidak pernah bisa membantumu menggembala kambing, Key, kau tidak marah, kan?" tanyanya dengan mencoba melepas pelukan saudara kembarnya dan mengusap air mata yang telah membanjiri wajah saudarinya.
"Kau masih ingat, tidak? Dulu kita di hukum ibu di loteng tapi kita tidak pernah menangis malah kita senang bisa bermain dengan tikus- tikus, Oh, ia, siapa nama tikusnya, Key?" tanyanya dengan terkekeh. "jangan pernah menangis, Key!" ucapnya mencoba menegarkan saudarinya. Padahal ia juga merasa sesak karena kehidupan mereka selalu menderita dan kelaparan.
"Ken, kau harus kuat, pakailah ginjal ku Ken, kita kan kembar pasti cocok!" ucapannya dengan memegang tangan kembarannya.
"Tidak, aku tidak mau!" tukasnya.
"Kenapa?" tanyanya heran.
"Karena, kau juga hanya memiliki satu ginjal yang berfungsi, Kay," ucapnya lirih.
"Kalau begitu, kau saja yang bertahan, Ken! Lebih baik, aku yang pergi daripada aku harus merasakan sakitnya kehilanganmu, Ken!" lirihnya.
"Bicara apa kau? Apa kau pikir aku rela kehilanganmu, Key! Meski aku tiada aku ada di surga menatapmu, melihatmu dan mengawasi mu! Jangan pernah merasa sendiri, karena Tuhan pasti mengirimkan malaikat untukmu!" Ken mencium dalam kening saudari kembarnya. Entah kenapa hari ini Ken merasa dirinya aneh, Ia seperti kehilangan separuh jiwanya dan hari ini dia hanya ingin menghabiskan waktu dengan kembarannya.
"Ken, kau tahu? Kau adalah saudara kembar terbaikku, aku memang bukan kakak yang baik, tapi kau, adalah adik terbaikku, Ken. Jadi, bertahanlah," ucapnya dengan sesak.
Key POV
Entah kenapa akhir- akhir ini hatiku terasa sesak, jantungku semakin berdegup kencang, tapi, apa penyebabnya aku tidak tahu. Terkadang, air mataku mengalir dengan sendirinya tanpa ada penyebabnya.
Aku selalu merasa gelisah, perih sering aku rasakan. Namun, kenapa? Aku tak mengerti. Aku selalu berdoa pada Tuhan, agar adikku baik- baik saja dan Ayah segera kembali membawa donor ginjal untuknya.
"Key, ayo main, kenapa malah melamun?" ajaknya dengan tersenyum.
"Hey, jangan lupa kau selalu rawat kambingku! Jika ibunya terlah tiada, kau rawat anak- anaknya. Ingat! Jaga kambingku! Awas kalau mati, ku beri kecoa sekarung, kamu, Key!" ancamnya dengan terkekeh.
"ia, cerewet!" tukasnya dengan mengambil bola di tangan Ken dan menendangnya jauh.
Seorang Pria tua menatap dengan nalar, ia tersenyum tipis melihat kebahagiaan dan keakraban saudara kembar yang hampir tak pernah bertengkar. Meski sering di siksa dan dihukum mereka selalu kompak dan berbagi kebahagiaan maupun kesediaan. Namun, sayang mereka memiliki ibu yang kejam.
"Ken, bolanya," Key berteriak saat bola yang mereka mainkan menggelinding ke jalan raya. Key akan mengambil namun di tahan oleh Ken.
"Biar aku saja, kau urus domba yang terlepas, aku yang ambil bolanya," titahnya dengan berlari dengan mengejar bola yang terus menggelinding. Baru saja Key berbalik dan hendak mengejar domba yang terlepas.
Ia mendengar suara klakson mobil yang melaju kencang dari atas menuruni jalanan. Key melihat dengan jelas tubuh Ken terhantam mobil truk besar yang membawa kambing- kambing.
Duarrr ...
Ken ...
Tidaaaaaak ...!
Jeritan seorang anak gadis kecil memecah keramaian jalanan sudut pedesaan. Sebuah mobil besar yang membawa domba tak sengaja menghantam tubuh mungil anak berumur lima tahun.
Darah segar mengalir dari pelipis dan hidungnya, kaki dan tangannya patah. Seorang anak perempuan berumur lima tahun berlari mendekati tempat kejadian, memeluk saudara kembarnya yang mengalami kecelakaan naas tersebut, tangisan pecah membanjiri wajah hingga kaus yang ia kenakan.
Saudara kembarnya tersenyum, dan mengusap pipi sang kakak yang hanya terlahir beda lima menit itu, yang tengah menangis. "Kakak ku, Key…," panggilnya dengan suara menahan sakit. "Jangan menangis!" pintanya. Bukan berhenti gadis kecil itu semakin mengeraskan tangisannya. "Aku sudah tidak merasakan sakit lagi, sekarang!" ucapnya dengan menyunggingkan senyuman.
"Apa maksudmu, Ken?!" tanya sang kakak dengan mencoba mengusap air matanya yang mengalir mengenai wajah adiknya.
"Aku sudah lelah!" ucapnya dengan menarik napasnya yang mulai tersenggal. "Key, jika aku pergi!" Anak kecil di pangkuannya mulai terbatuk, "Jaga kambingku!" pintanya dengan sedikit terkekeh.
"Dasar bodoh, dalam situasi seperti ini kau masih ingat kambingmu!" sentaknya dengan Isak tangis kemudian melanjutkan bicaranya,
"Tidak, tidak! Jangan tinggalkan aku!" Gadis kecil itu menggelengkan kepalanya hingga air mata berhamburan kesana kemari.
"Key, aku sayang padamu! Jangan pernah menangis!" ucapnya dengan menarik nafas yang sudah tercekik di tenggorokan.
"Hentikan ocehan bodohmu!" timpalnya dengan menahan rasa sesak, "kau pasti sembuh, Ken," lirihnya.
"Key, maafkan aku, mungkin aku bukan adik yang baik. Tapi kau adalah kakak yang tebaik," serunya sebelum anak kecil itu kehilangan kesadarannya.
"Bangun, Ken, bangun!" Ia terus menggoyang tubuh adiknya dengan tangis yang masih setia menemaninya.
Selang berapa lama, pamanya datang, melihat kejadian itu, ia segera mencari bantuan semua penduduk yang berada disekitar tempat kejadian berkerumun menghampiri kecelakaan yang terjadi pada anak kecil ini, mereka segera membawa anak kecil itu ke rumah sakit terdekat.
Pemandangan yang mengharukan, mereka berdua adalah saudara kembar anak dari salah seorang peternak kambing dan sapi di desa itu. Mereka selalu bermain bersama, namun sangat disayangkan sang adik mengidap penyakit gagal ginjal.
Ken adalah anak kecil yang periang dan penuh semangat, dilahirkan dengan memiliki organ tubuh yang tidak sempurna membuatnya tidak bisa hidup seperti anak- anak pada umumnya.
Olive sang ibu, sudah terkenal dengan kekejamannya. Namun, satu wargapun tak berani melawan dan menentang kehendaknya
Termasuk, pamannya.
Key dan Ken setiap pagi membersihkan semua kandang. Kadang udara dingin membuat kondisi Ken semakin melemah, dia tidak pernah bisa bekerja keras. Maka dari itu, Key lah yang mengerjakan semua tugasnya. Ken akan membantu tetangganya memberi makan hewan ternak milik tetangganya dipagi hari saat Key membersihkan semua kandang milik ibunya, memberi makan tidak membuatnya kelelahan. Tujuannya membantu tetangga hanyalah untuk mendapatkan satu Roti sandwich yang akan mereka bagi dua untuk sarapan. Jika mereka tidak membagi tugas, maka mereka tidak akan merasakan namanya sarapan.
Kamar key sangat berbeda dengan Ken. Jika Ken memiliki kamar yang luas dan lengkap sedang key dia hanya tinggal di loteng lantai tiga. Pernah Ken di tempatkan tidur bersama Key, kondisinya memburuk sehingga membuat ayahnya curiga.
Jika ada sang ayah, ibunya akan sangat baik dan memperlakukan Key dan Ken dengan baik. Tapi sayang, sang ayah bekerja di London menjadi supir pribadi pengusaha terkaya membuatnya sangat sibuk dan jarang untuk pulang.
Pernah sekali sang ayah memberikannya sebuah boneka dan hanya itu mainan yang ia punya meski sudah terlihat lusuh dan kumuh ia tetap menjaga benda berharga satu- satunya itu.
***
Dorongan troli pembawa pasien terdengar nyaring, tubuh kecilnya mengisi sebagian troli itu. Seorang gadis kecil ikut berlari di samping pembaringan adiknya dengan deraian air mata. Sampai di depan ruang UGD ia tidak bisa lagi menemani adiknya.
Ia duduk di kursi tepat di depan ruangan itu, gadis kecil ini bukan hanya takut akan kehilangan adiknya tapi dia juga takut akan amukan ibunya. Terlalu lama menunggu membuatnya mengantuk, tidak terasa, dia tertidur meringkuk di kursi tunggu yang ia duduki saat ini.
Derap langkah memecah keheningan rumah sakit, seorang wanita dengan sangat tergesa menghampiri meja pendaftaran rumah sakit, ia menanyakan keberadaan putranya. Ia sangat kaget, saat ada yang menghubunginya tentang kecelakaan yang menimpa putranya.
Sampai di depan ruang UGD ia tampak kesal melihat gadis kecil tengah tertidur dengan pulas. Padahal jika diamati dengan penuh kasih sayang, key nampak sangat kelelahan, setiap malam ia tidur tidak bisa lelap karna banyak tikus- tikus yang selalu menggangunya saat ia tertidur.
Kamarnya redup dan minim penerangan sehingga membuat tikus dan kecoa senang bermalam bersamanya di kamar itu. Setiap pukul empat pagi dia juga harus sudah bangun mengurus kandang- kandang.
"Key!" teriakannya memecah kebisuan malam, gadis kecil yang tengah tertidur pulas itu terlonjak dan terduduk dengan nyawa yang masih melayang jauh di angkasa.
"Enak, yah! Kau bisa tidur nyenyak!" bentaknya dengan melipat kedua tangannya di dada. Key hanya diam memeluk lututnya gemetar. "Turunkan kakimu! Sungguh tidak sopan!" sentaknya.
Seketika key menurunkan kakinya. Dia hanya tertunduk tidak berani menatap ibunya.
"Awas! Kalau sampai terjadi apa- apa padanya, aku tidak akan memaafkanmu!" ancamannya dengan mendorong kening keysya.
"Dasar! Nenek sihir! Di depan orang lain, kau seperti peduli terhadap Ken," gerutunya dalam hati
Tidak lama, Olivia datang dengan membawa roti di tangannya. Ia melemparkan roti itu ke tangan key, dengan sigap gadis kecil yang tengah kelaparan itu menangkapnya.
"Makanlah!" Aku tidak mau kau sakit dan menyusahkanku! Dan harusnya, kau juga ikut tertabrak! Jika begitu aku tidak akan repot- repot mengurusmu!" ucapnya dengan tatapan sinis.
Key sudah tidak ingin mendengar ocehan
Ibunya. Perutnya lebih penting dibanding mendengar ocehan wanita yang suka memakan cabe sepanci itu, sehingga mulutnya begitu sangat pedas mengalahkan sambal mercon. Key melahap roti di tangannya dengan sangat cepat. Rasa lapar benar- benar ia rasakan saat ini.
Waktu bergulir terasa sangat lama, padahal hanya beberapa jam saja mereka menunggu. Seorang Dokter keluar ruangan yang menegangkan itu dengan wajah yang sulit diartikan.
Olivia mendekat dan bertanya tentang keadaan Ken, Keysha yang sedang makan pun segera menelan habis maknanya hampir saja membuatnya tersendat.
Dengan tidak sabar Olivia terus bertanya perihal keadaan putranya. Setarikan nafas panjang dihirupnya sebelum menyampaikan kenyataan yang terjadi pada pasiennya.
TBC