Chereads / POSSESSIVE NEW FAMILY / Chapter 1 - Ch.1 : Menjadi Sebatang Kara

POSSESSIVE NEW FAMILY

🇮🇩StrataKata_
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 7.2k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Ch.1 : Menjadi Sebatang Kara

Semesta tak ikut merasakan kesedihan yang dialami seorang gadis bernama Zara Farhana. Mentari yang bersinar begitu terik menyinari bentala, tak sama dengan keadaan hati Zara yang begitu meredup.

Kalbunya hancur tak bersisa. Pelita kehidupannya, penopang dikala jatuhnya, sayap pelindungnya, telah tiada diambil oleh sang maha pencipta.

Tuhan begitu mahir mengukir gores takdir. Baru semalam sang Ibu mengatakan ingin mengantarkan dirinya menuju bandara, mengantarnya untuk pergi menimba ilmu dinegeri saksi peradaban islam dua minggu mendatang. Tapi sekarang, dengan mudahnya Tuhan menghapus impian itu.

"Ikhlaskan, Nak. Ibumu akan bahagia disisi tuhan, percaya sama perkataan, Bapak." Dimas-Ayah Zara mengelus lembut surai hitam anaknya. Yang dibutuhkan Zara sekarang adalah penyemangat. Maka dari itu, ia sedari tadi selalu menemani Zara.

Walau jauh dilubuk hatinya yang paling dalam, ia juga merasakan sama hancurnya seperti zara.

Jenazah segera dibersihkan dan diproses sesuai ajaran Islam.

Zara tak pernah absen menyaksikan segala tahap yang harus dilewati oleh Ibunya sebelum nanti akhirnya disemayamkan. Tangis Zara pecah, dikala sang Ibu akan ditutupi oleh kain kafan. Ini adalah momen terakhirnya melihat wajah sang Ibu.

Dengan penuh khidmat, Zara mengecupi kening sang Ibu untuk yang terakhir kalinya.

Zara ikut menyolatkan jenazah sang Ibu. Ia berada dibarisan paling depan untuk jemaah perempuan, kemudian mengikuti gerakan imam.

Zara terkesiap dikala salah satu jemaah jatuh tersungkur. Ia dengan cepat berlari kearah depan, terlalu penasaran. Aksinya untuk melihat siapa korban itu terhalang karena tertutupi jemaah laki-laki yang berkerumun didepannya.

"Innalillahi wa inna illahi ro'jiun." ujar Imam yang memimpin penyolatan jenazah Ibu Zara.

Zara dengan sekuat tenaga menerobos orang-orang yang mengahalangi jalannya. Jantungnya berdebar tak beraturan.

Matanya dengan tanpa diminta mengeluarkan air mata. Bibirnya kelu, tapi tak ayal mengeluarkan tawa miris. Kenapa tuhan begitu kejam padanya?

Baru tiga jam yang lalu sang Ibu meninggalkannya. Sekarang? Sang Ayah juga terbujur kaku didepannya. Tuhan, kenapa kau mengambil kedua orang tuaku? Batinnya bertanya.

Zara menangis tergugu. Kini, dirinya benar-benar sebatang kara.

Dengan pelan tubuhnya menyusut kebawah. Tangannya yang bergetar menuju kedua bahu ayahnya. "Bapak kenapa tega meninggalkan Zara? Apa perginya Ibu belum cukup untuk menghukum Zara? Bapak jahat! Zara benci sama Bapak!" Zara memukul-mukul tubuh Ayahnya.

Seseorang memeluknya dari belakang, menghentikan tingkah Zara. "Zara, Sudah! Kamu marah-marah pun tidak akan membuat Bapak kamu hidup kembali." hardiknya sarkas.

Pelukan itu meregang, kini, ada tubuh lain yang memeluknya. Kemudian mengangkat tubuhnya agar berdiri, kembali menuju rumahnya dengan jenazah sang Ibu dibelakangnya.

Zara kembali ikut menyolatkan jenazah sang Ayah yang sudah dibersihkan dan dikafani terlebih dahulu. Sholatnya diringi derai mata, dirinya sungguh tidak sanggup mendapatkan cobaan sebesar ini.

Setelah selesai, Zara mengikuti kedua jenazah orangtuanya untuk disemayamkan. Hidup Zara berputar 360° dalam satu hari. Tuhan terlalu menyanginya, hingga mengambil langsung kedua nyawa yang begitu amat berharga bagi hidupnya dalam selang waktu tiga jam.

Zara menatap nisan Ayah dan Ibunya. Tuhan kenapa tidak mengambil nyawaku juga hari ini? Monolognya dalam hati.

.

Tidak ada kegiatan yang berarti yang Zara lakukan dalam waktu tiga hari ini. Dia mengisolasi diri sendiri.

Setiap kenangan bersama kedua orangtuanya selalu berputar dalam memori ingatannya. Dimulai Zara kecil, Zara yang tumbuh remaja hingga sekarang. Tawa mereka masih terekam jelas dalam pendengarannya. Petuah mereka masih bertengger manis dalam pikirannya. Kasih sayang mereka masih terasa hangat dalam dekap peluknya.

Zara belum ikhlas? Tentu saja. Tidak ada orang yang dengan mudahnya mengikhlaskan kedua orangtuanya yang pergi kehadapan Tuhan dengan begitu cepat.

Zara menatap kosong foto dirinya, sang Ibu dan sang Ayah yang tersimpan rapi diatas nakas tempat tidurnya. Air matanya kembali turun melewati pipi bulatnya, ia masih tidak percaya dengan apa yang menimpanya sekarang.

Pintu kamar Zara diketuk seseorang. Lalu, terlihatlah Sonya-Adik perempuan Ibunya, datang dengan nampan yang berisi makanan dan segelas air putih.

"Sudah waktunya makan siang, Zara." ujarnya lembut.

Netranya Sonya berputar mengelilingi kamar, pandangannya jatuh pada makanan yang tadi pagi ia bawa, masih utuh tidak tersentuh sama sekali. Semalam Zara juga tidak makan, ia menghela nafas lelah menatap Zara.

Sonya memejamkan mata sebentar dan menarik nafas dalam. "Zara, sudah cukup untuk menutup diri. Ini sudah tiga hari. Ibu dan Bapak diatas sana pasti sedih melihat kamu seperti ini. Zara harus bangkit! Ada kebahagiaan yang harus kamu raih diluar sana. Kak Sonya yakin, tuhan sudah menyiapkan beribu kebahagiaan untuk Zara." nasehat Sonya dengan penuh kelembutan.

"Tuhan tidak adil, Kak." gumam Zara pelan yang masih terdengar oleh Sonya.

Sonya menatap netra Zara dan Zara menatap balik netra Sonya. "Tuhan tidak akan memberikan cobaan dibatas kemampuan makhluknya. Pasti ada alasan kenapa Tuhan memberikan cobaan sebesar ini untuk Zara. Kamu jangan pernah berpikir jikalau tuhan tidak adil. Seperti kata Kak Sonya tadi, Tuhan sudah menyiapkan beribu kebahagiaan untuk Zara nikmati diluar sana."

"So, mau menjemput kebahagiaan itu?" tanya Sonya dengan senyuman diwajahnya.

Zara terdiam, setelah beberapa saat mengangguk pelan. Kakaknya benar, Tuhan pasti sudah menyiapkan banyak kebahagiaan diluar sana, tetapi kebahagiaan itu harus ia jemput sendiri.

"Sekarang Zara makan, ya." perintah Sonya lembut.

Sonya mengambil makanan yang dibawanya dan ia serahkan pada Zara. Tanpa menunggu lama disambut langsung oleh Zara.

"Zara mau pergi ke Turki." ucap Zara setelah selesai makan, yang langsung menghentikan kegiatan Sonya.

"Kamu yakin?" tanya Sonya tak percaya.

"Zara mau memulai semuanya dari awal disana, Kak. Sesuai kata Kakak, bukannya Zara harus menjemput kebahagiaan Zara sendiri?"

Sonya menggemgam tangan Zara. "Ya udah, kalau itu adalah keputusan kamu, Kakak akan mendukungnya. Now, Zara tidak boleh sedih lagi, Zara harus semangat dan Ceria seperti biasanya karena Zara akan menjemput kebahagiaan Zara sendiri, benar?" Zara mengangguk pelan.

Sonya tersenyum dan memeluk Zara erat.

.

"Aku pamit Pak, Bu. Do'akan Zara agar bisa bahagia disana. Walaupun Zara akan pergi jauh, Bapak dan Ibu akan selalu ada dihati Zara."

Zara menyeka air matanya. Ia tidak boleh bersedih lagi. Melangkah pelan, Zara mencium nisan sang Ibu lalu sang Ayah. Kemudian berbalik dan berlari kencang menuju mobil yang akan membawanya ke bandara.

Zara tidak ingin menengok kebelakang. Ini adalah perpisahan yang teramat menyakitkan untuknya.

Sonya menatap Zara dengan Iba. Jika ia berada diposisi Zara, ia tidak yakin akan sekuat itu. Apalagi setelah ini Zara akan hidup dinegeri orang seorang diri, tidak ada keluarga bahkan satupun kenalan disana, kecuali teman-teman indonesia yang menerima beasiswa yang sama dengan Zara. Itu pun dari yang ia dengar, hanya ada dua orang penerima beasiswa yang ditempatkan dalam satu asrama yang sama dengan Zara.

Sonya tidak bisa membayangkan, bagaimana kehidupannya nanti disana jika ia benar-benar berada dalam posisi Zara.

Sonya dan Zara berjalan beriringan menuju tempat check in.

Bruk

Zara jatuh tersungkur kebawah karena dihantam keras oleh seorang laki-laki berdada bidang. Ia meringis kecil karena rasa sakit yang dialaminya.

"Maaf." ujar laki-laki itu, lalu menyodorkan tangan untuk membantu Zara. Namun sayang, Zara sudah lebih dulu dibantu berdiri oleh Sonya.

Zara menatap laki-laki dihadapannya dan mengangguk kecil. Kemudian berlalu meninggalkan laki-laki itu yang sedang terpaku menatapnya.

Sonya memeluk erat Zara. "Jaga diri baik-baik disana, ya." nasehat Sonya.

"Kakak juga jaga diri baik-baik disini, ya. Jangan lupa untuk selalu hubungi Zara." pinta Zara dengan nada getir yang dibalas anggukan oleh Sonya.

Zara menyeka air matanya, lalu nelepas pelukannya dengan Sonya. Ia melambaikan tangan dan tersenyum kecil menatap Sonya. Mulutnya mengatakan 'Bye' tanpa suara.

******