Setelah Hayati merasakan tubuhnya sudah mendingan, badan yang sudah kembali sehat. Hayati memutuskan untuk masuk ke dalam kelas.
"Ayok..Masuk." Ajak Hayati.
Akbar membantu Hayati untuk berdiri, lalu mereka berjalan ke arah kelas.
"Hayati, kenapa kamu tidak menolak saja perjodohan antara kita?" tanya Akbar.
"Kenapa bukan kamu saja yang menolak?" Hayati mengembalikan pertanyaan.
"Kalau aku tidak mungkin, aku tidak enak kepada keluargaku." Akbar menatap mata Hayati.
"Sama, Aku juga." Hayati berlalu pergi.
'Enak saja, aku disuruh menolak terlebih dahulu. Memang dia pikir, dia siapa?' Hayati berbicara sendiri.
Hayati berjalan menuju kelas, lalu dia mengucapkan salam.
Ibu Amel mempersilahkan dia duduk, Hayati duduk dengan wajah yang masih kesal.
Mata pelajaran hari ini sisa sebentar lagi, tinggal beberapa menit bel akan berbunyi.
Lamanya Hayati tertidur, membuat Hayati ketinggalan pelajaran.
"Hayati, kamu sudah tidak apa-apa?" tanya Sofia.
"Aku baik-baik saja." Hayati menjawab singkat.
"Kenapa wajahmu begitu kesal? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Marwah.
'Tidak mungkin, aku memberi tahu tentang Akbar.' Hayati berpikir lama. Setelah itu Hayati menjawab.
"Mungkin, hanya perasaan kalian saja."
Mereka mengiyakan perkataan dari Hayati.
"Akbar tadi yang menemani mu di UKS, sekarang di mana dia?" tanya Sofia.
"Aku tidak tahu, Aku tidak peduli." Hayati menjawab dengan perasaan yang masih kesal.
Mendengar perkataan dari Hayati, mereka kemudian berbisik.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Sofia bertanya kepada Marwah.
"Aku tidak mengerti," jawab Marwah sembari mengangkat kedua bahunya.
_Kring-Kring_ Bel berbunyi.
Semua siswa dan siswi keluar kelas, mereka semua berhamburan ke lapangan Basket.
"Hayati, kamu tidak ikut melihat pertandingan basket siang ini?" tanya Sofia.
Sebenarnya, ada rasa ingin dalam hati Hayati. Akan tetapi, dia sudah terlanjur muak kepada Akbar.
"Aku mau pulang saja," jawab Hayati.
Dengan langkah yang pasti, Hayati pulang melewati kerumunan semua siswa-siswi yang berdesakan untuk melihat pertandingan Akbar dan timnya.
"Hayati, ayolah sekali saja jangan pulang," ajak Sofia ketika Hayati kembali, karena dia sedang malas berdesakan.
"Apa serunya nonton.!" Hayati menjawab ketus.
"Seru lo, coba kamu luangkan untuk melihat sebentar saja." Marwah juga ikut membujuk.
Akan tetapi, Hayati tidak mudah dibujuk begitu saja. Hayati tetap saja berdiam diri, Hayati menunggu jalan menuju gerbang sekolah tidak padat dengan siswa-siswi.
"Hayati, kenapa kamu masih saja mencari perhatian dari Akbar?" Reva datang dengan amarah yang besar.
"Aku tidak pernah mendekati Akbar, justru Akbar yang mendekati ku." Hayati menanggapi dengan begitu santai.
"Jangan ke pedean deh, mana mungkin Akbar mengejar-ngejar cewek sepertimu." Reva terus saja menyalahkan Hayati.
"Kamu saja tidak dianggap sama Akbar, kenapa kamu masih ngotot untuk menyukainya." Perkataan ini, membuat Reva marah. Hingga Reva pergi ke lapangan basket, Reva rasa percuma saja dia berdebat dengan Hayati.
Dari kejauhan, Hayati memantau keadaan koridor-koridor kelas. Hayati berharap desakan sudah tidak ada.
Beberapa menit kemudian, Akhirnya pertandingan dimulai. Semua penonton juga sudah duduk di tempat yang disediakan.
"Akhirnya, aku bisa pulang juga." Hayati berbicara sendiri.
Hayati melangkahkan kakinya kembali, dengan melewati lapangan basket. Hayati mencoba untuk curi-curi pandang, dia melihat ke arah Akbar.
'Aku jadi penasaran, sebenarnya apa yang membuat mereka ngefans sama Akbar,' gumam Hayati sambil melihat ke lapangan basket.
Hayati melihat gerak gerik Akbar, perlahan Hayati terbuai akan pertandingan.
'Ternyata seru juga,' gumam Hayati.
Tanpa Hayati sadari, bola basket melayang di pundaknya.
"Auuu." Lirih Hayati.
Akbar menghampiri.
"Kamu ngapain di sini, katanya kamu tidak suka basket. Sana pergi, ganggu aku dan timku saja." Akbar marah-marah tidak jelas.
"Bukannya minta maaf, malah marah-marah." Hayati berlalu pergi, Hayati memutuskan untuk cepat-cepat pulang.
'Apanya yang hebat dari cowok yang model Akbar itu, ngeselin iya.' gerutu Hayati.
Hayati berdiri di pintu gerbang sekolah, jemputan nya belum juga datang.
"Mang Asep ke mana ya? Jam segini belum juga datang menjemput," Hayati berbicara sendiri sembari melihat jam tangannya.
Mang Asep adalah sopir pribadi Hayati, sudah sekitar tiga tahun mang Asep menjadi supir pribadinya.
Hayati menunggu hingga ketiduran di depan gerbang.
"Hayati, bangun," Akbar membangunkan.
Suara Akbar justru membuat Hayati kaget dan berkata.
"Aku di mana?" Hayati ngelindur.
"Kamu masih di sekolah, ayo aku antar kamu pulang." Akbar menawarkan kepada Hayati.
"Pertandingan basket belum selesai, kenapa kamu mau mengantarkan aku pulang?" tanya Hayati.
"Tidak usah banyak tanya deh," jawab Akbar kesal.
Seperti nya mood mereka berdua sedang tidak baik, sehingga mereka kerap kali bertengkar.
"Mana ada, orang ngajak bareng perkataannya kasar," Hayati menjawab dengan penuh kekesalan.
"Kalau kamu tidak mau, ya sudah," kata Akbar.
"Terserah kamu deh, aku tidak peduli," Hayati sedikit berteriak agar Akbar mendengarnya.
"Siapa juga yang peduli." Akbar berbicara dengan pandangan yang terus lurus ke depan.
"Cowok idaman seperti itu, untuk masalah sepele seperti ini saja dia sudah marah-marah gak jelas," Hayati menggerutu sembari menggeser geser handphone nya. Dia ingin menelpon mang Asep.
Sudah lebih dari tiga panggilan yang Hayati lakukan, akan tetapi mang Asep belum juga menelpon kembali.
"Kalau mau bareng, Ayok." Lagi-lagi Akbar datang menghampiri Hayati.
Hayati bingung mau ikut apa tidak, Hayati hanya tidak ingin merepotkan Akbar.
Hayati akhirnya acuh dan berkata.
"Sudah kamu main basket sana, aku nunggu Mang Asep saja." Hayati tetap saja menolak.
Akbar kembali ke lapangan basket, kini Hayati duduk di depan gerbang seorang diri. Untuk menghilangkan rasa bosannya menunggu, Hayati lalu memainkan sosial medianya.
Hayati tertawa sendiri, saat dia temui hal-hal yang lucu berada di beranda facebooknya.
"Lumayan lah, untuk menghilangkan kejenuhan." Hayati memulai berbicara sendiri.
"Hayati, kenapa belum pulang?" tanya Sofia.
Sofia sengaja menghampiri Hayati, saat Sofia lihat Hayati sendirian.
"Nungguin Mang Asep belum datang," jawab Hayati dengan meletakkan handphonenya ke dalam sakunya.
"Daripada kamu bengong sendiri di sini, lebih baik kamu lihat pertandingan saja." Ajak Sofia.
"Pertandingannya belum selesai?" tanya Hayati.
"Belum, masih babak final." Sofia menjawab sembari memakan camilannya.
Hayati hanya tetap saja duduk di depan gerbang, meski sahabatnya itu sudah beranjak pergi. Sahabatnya kembali melihat pertandingan yang semakin seru itu.
'Apa Mang Asep lupa untuk menjemput ku,' gumam Hayati.
Rasa dahaga dia rasakan, akhirnya dia membeli air mineral untuk dia minum.
Setelah mendapatkan air mineral itu, Hayati langsung meminumnya. Seteguk demi seteguk, Akhirnya dahaganya hilang bersamaan dengan air mineral yang juga di habiskan nya.
'Apa aku naik Taksi saja, ya,' gumam Hayati kemudian.
Hayati mencoba mencari taksi, akan tetapi taksi itu justru tidak di temukan nya.
'Lebih baik aku kembali menunggu di depan gerbang.' Hayati kembali duduk dan menggeser-geser handphone nya kembali.