Hayati mulai tampak kelelahan, padahal hukumannya masih kurang dua putaran kembali.
"Hayati, kamu sudah tidak kuat?" tanya Reva.
"I... ya..." Dengan nafas tidak beraturan, Hayati menjawab pertanyaan Reva.
"Kalau gak kuat. Berhenti dulu tidak apa-apa, Hayati." Reva begitu perhatian kepada Hayati.
"Kalau aku duduk, gak kelar-kelar nanti hukumannya," jawab Hayati dengan ekspresi wajah yang sedikit memucat.
"Tidak apa, dari pada kamu pingsan." Reva memberhentikan langkah Hayati.
"Tidak apa-apa, Reva." Hayati meyakinkan Reva.
"Iya sudah kalau begitu." Mereka berdua pun melanjutkan hukuman mereka.
Matahari mulai terik, tenaga Hayati juga sudah mulai berkurang. Matanya kini semakin berkunang-kunang, badannya sudah melemah.
"Hayati, wajahmu semakin memucat," kata Reva.
"Tidak apa-apa, lagian sudah tinggal satu putaran lagi." Hayati masih saja keras kepala.
Dengan langkah pelan namun pasti, akhirnya satu putaran itu berhasil mereka lalui.
Bertepatan dengan suara bel istirahat berbunyi, Reva lalu meninggalkan Hayati di halaman sekolah seorang diri.
Seketika itu Marwah dan Sofia menghampiri Hayati, lalu berkata,
"Hayati, ini aku bawakan air putih untukmu." Marwah sembari memberikan sebotol air putih.
"Terimakasih ya," ucap Hayati.
Hayati langsung meminum separuh air putih itu, ternyata dia dehidrasi. Penglihatan yang semula kabur, sudah normal kembali.
Marwah dan Sofia mengajak Hayati ke kantin.
"Ayo kita ke kantin, kita makan dulu." Sofia menarik tangan Hayati.
Mereka bertiga melangkahkan kakinya ke arah kantin, mereka bercanda bersama.
Di tengah perjalanan, sahabat-sahabatnya bercerita tentang Akbar.
"Sofia, tidak mau melihat Akbar bertanding Basket hari ini?" tanya Marwah.
"Memang pertandingannya sekarang?" Sofia bertanya kembali.
"Nanti siang, ketika pulang sekolah." Sofia begitu bersemangat menceritakan Akbar.
"Lihat saja nanti." Marwah sepertinya masih bimbang.
"Itu lihat, Akbar lagi menuju lapangan basket. Mungkin dia mau berlatih sama teman-temannya." Sofia menunjuk ke arah Akbar yang lagi berjalan.
Melihat akan hal itu, Hayati menyusul Akbar. Hayati berniat untuk meminta maaf atas kejadian tadi pagi.
"Akbar, tunggu.!" seru Hayati.
Seketika itu, langkah Akbar terhenti.
"Ada apa, Hayati?" tanya Akbar.
"Aku mau minta maaf, soal kejadian tadi pagi." Hayati mencoba untuk menguatkan dirinya, sebab penglihatannya kembali memudar.
"Tidak apa-apa, santai saja," jawab Akbar.
"Tanganmu juga sudah membaik?" tanya Hayati.
"Iya, Sudah membaik."
Hayati berlalu pergi, ketika dia mendapatkan jawaban dari Akbar.
Baru selangkah Hayati berjalan, tiba-tiba penglihatannya sudah gelap. Hayati pingsan.
Akbar segera meminta tolong kepada petugas UKS, Akbar terus berlari keruang UKS. Akbar rela meninggalkan latihan basket, hanya untuk menemani Hayati.
Sudah satu jam Hayati tidak sadarkan diri, Akbar masih setia menemani. Akbar di izinkan oleh gurunya untuk menemani Hayati, hingga Hayati sadarkan diri.
'Kenapa kamu lama bangunnya, Hayati?" Akbar berbicara sendiri.
Tidak lama kemudian, ada suara di balik pintu.
_Tok.. Tok.. Tok_
Reva mengetuk pintu dan bertanya.
"Kenapa kamu masih di sini, Akbar?"
"Iya, aku tidak tega meninggalkan Hayati sendiri." Akbar yang melihat wajah Hayati yang masih pucat, tidak berkenan meninggalkan begitu saja.
"Hayati banyak sahabatnya, tidak harus kamu yang menjaganya." Reva begitu kesal. Reva tidak terima, kalau Akbar memperhatikan Hayati.
"Tetap saja, aku tidak enak hati." Kini Akbar berdiri dan pindah ke kursi yang ada di UKS.
"Kenapa kamu se perhatian itu kepada Hayati, Akbar?" tanya Reva.
"Dia jatuh tepat di hadapanku, tidak mungkin juga aku meninggalkannya," jawab Akbar.
"Kamu tidak menyukainya kan?" tanya Reva.
"Ya jelas tidak, lagian kamu kenapa kesini? Bukankah pelajaran masih dimulai?" tanya Akbar.
"Aku sudah izin tadi sama Bu Martha, aku izin ke belakang," jawab Reva.
"Kamu tidak usah khawatirkan aku, aku cuma tidak ingin Hayati kenapa-napa. Karena dia, jatuh tepat di hadapanku. Nanti kalau dia sudah sadar, aku pasti kembali masuk kelas."
Mendengar akan hal itu, Reva pergi dan kembali masuk ke dalam kelas. Reva berharap, agar Akbar tidak menyukai Hayati.
Kemudian Akbar membaca lembaran demi lembaran koran yang berada di atas meja, sembari dia berkata.
"Kapan kamu akan sadarkan diri, Hayati?"
Akbar semakin gelisah, sebab Hayati pingsan terlalu lama. Lembaran demi lembaran koran telah Akbar baca, namun Hayati tidak kunjung membuka mata.
"Kalau bukan karena mama dan papa menyuruhku untuk memperhatikan dan menjagamu, mungkin aku tidak akan berada di sini." Akbar berbicara sendiri.
Setelah lembaran koran itu Akbar letakkan kembali di atas meja, tiba-tiba Hayati berbicara.
"Aku di mana?" sedikit demi sedikit mata Hayati terbuka.
"Kamu sudah sadar, Hayati?" Akbar berjalan menuju ke arah Hayati.
Hayati mulai menyandarkan tubuhnya ke tembok yang ada di sebelah Hayati, Hayati menjawab pertanyaan Akbar.
"Iya, memang aku kenapa?"
"Kamu tadi pingsan, setelah mendapatkan hukuman dari Pak Darto." Akbar memandangi wajah Hayati yang begitu pucat.
"Aku tidak ingat apa-apa," ucap Hayati. Penglihatannya kini terlihat sedikit kabur lagi.
"Bagaimana keadaan mu sekarang? Masih pusing?" Akbar memberikan segelas air putih kepada Hayati.
Hayati meminum air itu dan dia berkata,
"Aku sudah membaik." Penglihatannya normal kembali.
"Kamu sudah makan?" tanya Akbar.
"Belum."
Mendengar jawaban dari Hayati, Akbar buru-buru pergi keluar.
Hayati tidak tahu Akbar mau kemana, hingga Akbar kembali dengan membawa semangkuk bubur.
"Kamu makan dulu." Akbar menyuapi Hayati.
Hayati memakan bubur dengan begitu lahap, dia bergumam.
'Akbar begitu perhatian." Sembari menatap wajah Akbar.
"Kenapa kamu perhatian sama aku?" tanya Hayati.
"Mama dan papaku, menyuruhku untuk menjagamu," ucap Akbar. Dia juga memandangi wajah Hayati.
Hayati tertunduk malu.
"Sepertinya wajahmu sudah membaik dan tidak pucat lagi." Akbar kembali menyuapi Hayati.
'Ternyata dia juga anak yang berbakti kepada ke dua orang tuanya," gumam Hayati.
"Iya, tadi masih pusing. Sekarang sudah mendingan," jawab Hayati sembari menelan bubur.
"Kenapa kamu di hukum?" tanya Akbar.
"Iya, tadi Reva cemburu. Oh iya.. Reva itu pacarmu?" Hayati kembali menatap wajah Akbar.
"Reva cemburu kenapa? Dia bukan pacarku." Akbar terus menyuapi Hayati.
"Dia cemburu saat aku melihat ke arahmu, Oh iya bukannya nanti kamu ada pertandingan basket ya?" tanya Hayati.
"Tidak usah kau pikirkan tentang Reva, kamu tahu dari siapa? Bukannya kamu tidak suka melihat pertandingan basket." Akbar meletakkan mangkuk buburnya setelah Hayati habiskan.
"Aku tahu dari sahabat-sahabatku, mereka kan juga ngefans sama kamu," ucap Hayati.
"Iya, aku kan keren jadi banyak fansnya." Akbar mulai kepedean.
"Jangan-jangan kamu juga salah satu dari fansku lagi, hahaha.." Akbar mulai tertawa.
"Ya bukanlah.. Mana mungkin aku ngefans sama kamu." Hayati menjawab dengan penuh keyakinan.
"Ngefans juga tidak apa-apa, lagian kan kamu di jodohkan sama aku, hahaha." Akbar terus saja tertawa.
"Hust.. Jangan sampai orang lain dengar." Hayati menutup mulutnya dengan jari telunjuknya.
"Memang kenapa?" tanya Akbar.
"Iya takutnya nanti, aku ditimpuk sama fansmu, hahaha."
Mereka berdua pun tertawa lepas.