Chereads / Watashi wa shujinkōde wanai ( I'm Not The Main Character ) / Chapter 18 - Epilog - Kenangan Musim Panas

Chapter 18 - Epilog - Kenangan Musim Panas

Matahari adalah musuhku, sepertinya aku pernah bilang seperti itu. Namun saat ini… matahari adalah teman sementara ku, karena apa? Karena hari ini adalah hari dimana aku dan Kuruna akan membuat kenangan di liburan musim panas!.

Panas terik, suara serangga musim panas serta payung dan berbagai alat untuk melindungi diri mereka dari panas matahari, itu adalah ciri khas dari musim panas.

Oh aku lupa menambahkan sesuatu… semangka. Buah semangka adalah buah yang sering dimakan saat musim panas aku tidak tahu kenapa harus buah itu namun aku juga suka memakannya saat berdiam diri di rumah pada cuaca panas seperti ini.

Saat ini aku memakai kemeja biru dengan celana pendek serta sandal jepit sebagai alas kakiku. Dan tak lupa juga aku membawa tas panggul yang berisi dengan kebutuhan sehari-hari ku seperti baju ganti dan alat untuk mandi.

Karena apa? Karena 2 hari ini aku akan menginap di rumah keluarga Kurugaya.

Ini adalah ide terburuk yang pernah ada namun jika aku bisa menghabiskan waktu dengan Kuruna maka akan aku lakukan apapun itu meskipun aku tidur di luar.

" Tapi kenapa… aku harus menunggu di depan stasiun? Dia bisa memberikan alamatnya bukan?. "

Ya, seperti yang aku katakan barusan, aku saat ini sedang berdiri di depan stasiun kereta api. Karena Kuruna bilang kemarin malam kalau aku hanya perlu menunggu didepan stasiun jika aku telah turun dari kereta.

Ini membosankan…

" Ah... Maaf Arata-kun… apa kau sudah lama menunggu ku?. "

Aku pun menoleh ke arah suara tersebut dan apa yang aku dapati dari kedua mataku adalah seorang perempuan berambut hitam dengan wajah yang tersenyum serta memakai baju one piece putih dan memakai topi bundar berwarna putih sedang berada di sampingku.

Ah… hatiku menjadi lebih baik setelah melihat Kuruna secantik ini...

" Ya… aku sudah menunggu lama disini apa kau tahu?. "

" Seperti biasanya… tuan tokoh sampingan… " Katanya dengan senyum yang merekah di wajahnya.

Benar-benar membuatku bahagia, melihat senyuman itu. Sudah berapa lama aku tidak merasakan hal seperti ini? Mungkin selama liburan musim panas.

" Mau sampai kapan kau berada disana? Ayo kita pergi. "

" Ya… ini tidak terlalu buruk sama sekali. " Kataku dengan mendekat ke Kuruna.

" Bicara dengan diri sendiri lagi?. "

" Kau sudah tahu kan bagaimana diriku ini?. "

" Ya… tapi sepertinya aku melupakan sesuatu. "

" Melupakan sesuatu?. "

Kuruna pun melepaskan topi yang ia pakai dan seketika itu dia mendekati wajahku dan mencium ku pas di bibirku. Aku sedikit terkejut dengan apa yang dia lakukan itu sehingga aku mundur sedikit saat dia mencium ku.

Tidak terlalu lama dia pun melepaskan ciumannya dan dengan pipi yang merona merah karena malu dia pun berkata.

" Aku sangat merindukanmu, Arata-kun. "

" Melakukan hal seberani itu di tempat umum, tidak seperti Kuruna yang biasanya. "

" Kalau begitu… "

Kuruna pun berdiri di samping ku dan memeluk lenganku dengan erat. Dia menatapku sebentar lalu dengan semangatnya dia menarik ku untuk mengikuti ke arah mana yang ia mau tuju saat ini.

Diperlakukan seperti ini oleh Kuruna sangat menenangkan hatiku, mimpi buruk semalam seperti tidak pernah terjadi… sungguh… aku sangat bersyukur bisa bertemu dengannya.

Disepanjang jalan Kuruna menceritakan apa yang terjadi saat dia baru sampai di kampung halamannya ini, di desa tempat nenek Kuruna tinggal di kelilingi oleh hutan namun meskipun di kelilingi oleh pohon yang menjulang tinggi nan lebat itu aku masih bisa merasakan panasnya matahari disela-sela daun lebat yang tumbuh di pepohonan.

Namun tidak seperti yang tadi, disini terasa sangat menyejukkan. Aku bisa saja duduk dibawah salah satu pohon itu dan tidur dengan pulas nya. Namun saat Kuruna sedang bercerita panjang lebar kami berdua diberhentikan oleh seseorang.

" Jadi Arata-kun… nanti malam aku ingin-. "

" Oya? Kuruna-chan… siapa dia?. "

" Oh… halo Misa-obachaan. "

Kami berdua diberhentikan oleh sapaan dari nenek-nenek yang sedang menyirami tanaman di pekarangannya. Aku melihat ke arah rumahnya dan disana terdapat tulisan "Toko Manisan Himawari". Tokoh manisan ya…

" Perkenalkan Misa-Obachan, dia adalah Katsugi Arata-kun, yang pernah aku bicarakan. "

" Oh… jadi ini orangnya, dia sungguh tampan seperti yang kau bilang waktu itu. "

" Mi-misa-Obachan, jangan dikatakan… "

" Hm? Kenapa memangnya? Dia benar-benar tampan lo… kau sungguh beruntung bisa menemukan lelaki seperti dirinya, aku harap kau bisa menjaga Kuruna-chan dengan baik ya, Katsuragi-kun… "

" Ya… aku akan menjaganya dengan baik, tidak akan aku biarkan seseorang menyentuhnya bahkan lalat sekalipun. "

" Mah… dia sungguh sangat baik, semoga hubungan kalian bisa terus berlanjut hingga ke pelaminan ya. "

Tiba-tiba wajah Kuruna menjadi merah saat Misa-san bilang seperti itu. Ya… itu sedikit memalukan tapi itu adalah doa dari seorang nenek yang baik. Jadi apa salahnya untuk menjawab doanya..

" Akan aku usahakan yang terbaik agar Kuruna bisa tetap mencintai ku selamanya. "

" Bagus… itu semangat yang bagus Katsuragi-kun. Melihat kalian berdua mengingatkan ku akan kenangan masa muda ku dengan suamiku. Ah… itu sudah cukup lama… apa kalian berdua mau mampir sebentar?. "

Pertama kami saling menatap satu sama lain, kemudian Kuruna mengangguk ke arahku seperti berkata 'boleh' dan pada akhirnya, kami berhenti di tokoh milik Misa-san dengan mengobrol tentang masa lalunya dan beberapa cerita yang membuatku terkesan akan desa serta penduduk di desa Kuruna.

Tapi selain cerita yang menarik itu aku juga bisa mencicipi manisan buatan Misa-san. Ini sungguh luar biasa, manisan ini sangat enak, dan beberapa roti buatannya juga sangat menakjubkan. Aku ingin tahu resepnya agar aku bisa membuatkannya untuk Shiori saat pulang nanti.

Tak terasa matahari sudah berada di sebelah barat dan hampir tenggelam, kami berdua pamit kepada Misa-san dan melambaikan tangan sebagai salam perpisahan. Dan ajaibnya aku diberi resep manisan serta roti yang ia buat. Ini benar-benar hari yang terbaik.

Lampu jalanan telah menyala dan orang yang berlalu lalang mulai menjadi ramai seketika. Apa telah terjadi sesuatu? Pikirku.

" Kuruna… kenapa banyak orang-orang disini?. "

" Oh… aku lupa bilang, atau kau benar-benar lupa? Besok kan ada festival kembang api disini, jadi mereka semua mempersiapkannya lebih awal agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan jika mereka membangun kedai mereka di esok hari. "

" Begitu ya… benar seperti kata Misa-san, penduduk disini benar-benar menyambut acara tahunan dengan antusias, apa keluarga mu juga membuat kedai disini?. "

" Tidak, mereka tidak membuatnya, mungkin karena mereka ingin menjaga nenek saat ini, biasanya kami membuka kedai soba saat festival seperti ini. Sungguh kenangan yang indah… saat kami semua sekeluarga bisa berkumpul. "

" Tahun depan… mungkin kedua orang tua mu akan membuka kedai mereka lagi, bersama dengan mu Kuruna. "

" Ya… aku harap seperti itu, terima kasih Arata-kun, jika bukan karena mu… mungkin saat ini mereka tidak akan bersama lagi. "

Menyelamatkan dan diselamatkan adalah hal yang lumrah di dunia ini, namun… kata diselamatkan adalah hal yang jarang di dunia ini. Kau telah berbuat baik kepada orang itu namun giliran kau yang ingin diselamatkan oleh orang lain, mereka tidak akan pernah ada saat kau membutuhkan mereka.

Ego manusia bermacam-macam bentuknya, jika kau berpikiran bahwa dia baik maka itu salah, apa kau pernah melihat dia saat berada di belakang mu? Jawabannya adalah tidak. Aku sudah mengalami berbagai macam hal, contohnya adalah apa yang aku katakan tadi.

Tapi semua pemikiran hal itu hancur seketika saat aku bertemu dengan Kuruna, aku pikir Kuruna akan meninggalkan ku seperti mereka, tapi kenyataannya dia tidak pernah meninggalkan ku. Itulah yang membuatku bisa bersyukur karena bisa bertemu dengannya.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh itu, akhirnya kami sampai di depan rumah yang cukup sederhana dari kayu *mahagoni* berwarna hitam kemerahan, dengan lampu jalan yang berada di depan rumah tersebut dengan pekarangan yang ditumbuhi oleh beberapa bunga musim panas.

Ini rumah yang sangat bagus menurutku.

Disaat aku masih mengamati rumah yang sederhana ini Kuruna pun memanggilku untuk masuk dan tak mau membuatnya untuk menunggu lama aku pun mengikutinya untuk masuk kedalam rumah yang nampaknya terdapat orang itu.

" Aku pulang… "

Seperti dugaan ku, didalam rumah ini juga sangat bagus, kondisinya juga tidak terlalu buruk, hanya ada beberapa bagian yang sedikit rusak namun bila diperhatikan lagi hal itu tidak begitu terlihat.

" Oh kau sudah pulang Kuruna… "

Suara dari seorang ibu mulai terdengar di telingaku.

Dari balik lorong rumah, aku bisa melihatnya.

Ibu Kuruna memandangku dengan terkejut setelah menjawab kepulangan Kuruna, dia memakai baju cream dengan kerah yang panjang seperti sweater, namun lengan sweater tersebut pendek. Tak hanya itu dia sedang memakai celemek berwarna merah muda serta sedang memegang pisau di tangan kanannya.

Sepertinya dia sedang mempersiapkan makan malam.

" Ada apa denganmu? Bukankah Kuruna sudah pulang? Kuruna… dari mana saja… kau... "

Kali ini giliran ayahnya yang datang, dia melihat ku seakan -akan aku adalah eksistensi yang seharusnya tidak berada di rumah ini. Nampaknya… aku sedikit menganggu disini.

" Ah maafkan aku karena tidak bilang, Arata-kun akan menginap disini selama 2 hari… bolehkan ayah… ibu… "

Keheningan tiba-tiba melanda tempat ini, mereka berdua diam membatu saat melihatku.

Namun, tak selang beberapa lama, mereka mulai bersemangat kembali.

" Te… tentu saja boleh!! Kenapa kau tidak bilang kalau dia akan menginap Kuruna!!. " Ibu Kuruna menghampiriku setelah menusukkan pisaunya ke dinding di dekatnya dan memelukku dengan erat.

" Kuruna… kerja bagus kau membawanya kemari, kali ini ayah akan membicarakan pernikahan mu dengan Arata, aku ingin cepat-cepat menggendong cucuku. "

Tunggu dulu ayah... Apa itu tidak terlalu cepat? Tapi yang seharusnya kau pedulikan adalah perutmu yang terkena goresan dari pisau yang ibu tancapkan di dinding tadi!.

" Kau bisa tinggal selama yang kau mau Arata! Oh… kau harus mandi, ayah! Aku serahkan memasaknya kepadamu, aku akan menyiapkan bak mandi untuk Arata. "

" Baik!. Kuruna!! Kau ikut Arata mandi! Kami berdua akan di dapur dan tak akan menguping, kami berjanji. " Dengan tangan yang menggenggam erat ayah Kuruna bilang seperti itu.

" Ayah… bukannya aku tidak mau, tapi bukankah itu terlalu cepat untuk kami berdua? Tapi jika Arata-kun mau, mungkin akan aku pertimbangkan. " Kata Kuruna dengan menutup sebelah matanya sambil melirik ke arahku.

" Apa!!! Arata!!! Cepat putuskan!! Apa kau ingin mandi bersama dengan Ku-kuruna… "

Oi-oi… bisakah kau membersihkan darah yang keluar dari hidung mu itu? Kau juga ibu… tapi ya… aku juga tidak keberatan dengan tawaran dari keluarga ini. Tapi sebagai seorang laki-laki yang terhormat aku tidak akan melakukannya.

" Maaf, kali ini aku menolaknya. "

Mendengar itu Kuruna tak hentinya menahan tawanya dan berkata kepadaku.

" Sayang sekali ya Arata-kun… aku mau mengganti pakaian ku, ayah, ibu… aku akan membantu kalian mempersiapkan makan malamnya. "

Kuruna pun pergi ke lantai dua meninggalkan kami bertiga, dan akhirnya ketenangan melanda rumah ini. Dan kemudian kedua orang tua ini menjadi lembut seketika, seakan-akan kejadian heboh tadi tidak pernah terjadi.

" Kami sangat berterima kasih kepada mu Arata... Jika bukan karena pukulan mu itu, mungkin aku akan tetap menjadi diriku yang dulu. "

" Ya… kami sangat berterima kasih karena Tuhan telah mempertemukan kalian berdua. "

" Sama-sama… kalian adalah orang tua yang terbaik untuk Kuruna, aku tahu itu. "

Setelah sedikit lama menunggu akhirnya aku bisa mandi sendiri, meskipun beberapa kali ibu Kuruna mengganggu ku seperti menanyakan bagaimana dengan airnya, pakaian gantinya, bahkan dia menawarkan diri untuk mencuci pakaian yang tadi aku kenakan. Benar - benar seperti anak sendiri, aku diperlakukan mereka sedemikian rupa, apa karena ini adalah bentuk rasa terima kasih mereka kepada ku? Jikalau benar, maka aku ingin mereka menghentikannya.

Bukannya aku menolak atau apa, tapi melihat mereka kerepotan akan diriku membuatku merasa bersalah, jadi akan aku tanyakan nanti kepada mereka.

Setelah membersihkan diri, kami berempat pun makan malam bersama, tidak ada yang namanya tenang di meja makan keluarga Kurugaya. Mereka membahas masa depan yang tidak tahu terjadi atau tidaknya. Merencanakan sesuatu untuk masa depan memang menyenangkan, tapi setidaknya jangan terlalu tinggi harapan, karena masa depan tidak akan mudah untuk diwujudkan seperti yang mereka harapkan.

Acara makan malam telah selesai, acara berbicara tentang masa depan keluarga Kurugaya juga telah selesai, dan yang terakhir belum dilakukan adalah tidur untuk mengistirahatkan tubuh ku, karena besok aku yakin akan terjadi sesuatu yang menguras tenaga.

Sehari tanpa ada masalah bukan kehidupan Katsuragi Arata yang baru, sialan… aku benar-benar kesal dengan plot yang diberikan kepada ku sedemikian rupa.

Maa… tidak ada gunanya untuk menyesali kehidupan, sudah dari dulu masalah terus berdatangan kepadaku. Seandainya kedua orang tua ku itu tidak memberikan pembelajaran seperti itu kepadaku, mungkin aku akan menjadi manusia biasa tanpa ada masalah yang terus-menerus berdatangan seperti ini.

Saat aku ingin memasuki kamar tamu, tiba-tiba ayah Kuruna keluar dari kamarnya dan melihat ku. Aku pun menyapanya dengan sedikit membungkuk dan tidak menghiraukannya. Namun…

" Tenang saja… aku tidak akan melihat ataupun mendengar apapun, aku berjanji, jadi bersenang-senanglah dengannya malam ini. "

" Tunggu ayah… sepertinya kau sedang salah paham disini, aku dari kamar mandi tadi asal kau tahu saja. "

" Oh begitu ya… menghibur dirimu sendiri di kamar mandi, kau bisa meminta Kuruna untuk membantu mu lo. "

" Ayah… kau sudah keterlaluan apa kau tahu itu?. "

" Ya… mungkin kau benar… " Katanya dengan menggaruk belakang kepalanya.

" Kalau begitu aku permisi… "

" Apa kau punya waktu sebentar Arata-kun? Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu. "

Aku mengamati ayah Kuruna sebentar untuk memastikan apakah kali ini dia bercanda atau tidak. Saat melihat matanya yang serius itu aku yakin bahwa dia saat ini sedang tidak main-main.

" Baiklah, kalau begitu kita bicarakan ini diluar. " Kataku dengan berbalik ke arah tangga.

" Ya, itu lebih baik. "

Kami berdua turun dari lantai 2 dan menuju ke halaman depan rumah. Kali ini tidak ada awan sama sekali, sehingga bulan mampu menunjukkan keindahannya dengan maksimal. Kunang-kunang tengah berterbangan di pekarangan rumah Kurugaya sehingga menambah keindahan malam ini.

" Sungguh indah bukan?. " Tanya ayah Kuruna untuk membuka percakapan.

" Ya. " Jawabku singkat.

" Jadi Arata-kun… yang ingin aku katakan kepadamu adalah ini tentang Kuruna. "

" Ada apa dengannya? Apa telah terjadi sesuatu?. "

" Apa kau tahu? Kuruna sangat menyayangi neneknya, bagi dirinya neneknya adalah segalanya, saat aku dan istriku dalam masa yang sulit… ibuku yang merawat Kuruna sampai dia lulus sekolah dasar. Dan akhirnya aku dan istriku sepakat untuk membawa Kuruna ke dalam keluarga kami saat dia sudah SMP. Awalnya baik-baik saja… namun… ya… kau tahu kan apa yang terjadi?. "

" Lalu? Apa hubungannya dengan ku?. "

" Hanya tinggal beberapa bulan lagi… ibuku, nenek Kuruna akan pergi meninggalkan kami semua… "

" Begitu ya… apa Kuruna tahu tentang hal ini?. "

" Tidak, dia tidak mengetahui hal ini karena ibuku sendiri yang ingin merahasiakannya dari Kuruna. Dia takut jika dia mendengar hal ini akan membuat sekolahnya terganggu. Kau tahu kan bagaimana dengan sifat Kuruna itu? Meskipun Kuruna terlihat kuat dari luar tapi dia sangat rapuh di dalam. Dia tidak ingin seseorang melihat kelemahannya dan itu juga termasuk dirimu. "

" Ya… aku juga tahu tentang hal itu, maka dari itu aku selalu mengawasinya. "

" Bahkan sampai mengawasinya, kau memang tahu bagaimana sifat Kuruna. "

Aku selalu mengawasinya, setiap tindakan yang dia lakukan aku selalu mengawasinya, jika dia berbuat salah secepat mungkin akan aku atasi. Itulah yang bisa aku lakukan untuk membalas kebaikan Kuruna.

Tidak, bukan seperti itu… aku melakukan hal itu semua karena aku mencintainya.

Aku benar-benar mencintai Kuruna dan selalu bersyukur bisa dipertemukan dengannya.

Meskipun tuhan tidak memberikan kemudahan kepadaku sebagai contohnya adalah masalah yang terus-menerus datang disaat aku ingin hidup dengan tenang, rupanya dia tidak lupa untuk memberikan hadiah kepadaku setelah menyelesaikan masalah mereka.

Aku benar-benar berterima kasih kepadanya untuk yang satu ini. Tapi saat kami berdiam diri dan merenungkan sesuatu di dalam pikiran kami sendiri. Tiba-tiba aku teringat akan sesuatu, sesuatu hal yang harus aku tanyakan kepada kedua orang tua Kuruna.

" Nee… aku ingin bertanya kepadamu, apakah… yang kau lakukan dengan istrimu kepadaku itu adalah bentuk rasa bersalah mu kepada Kuruna dan diriku?. "

Ayah Kuruna melihat ku dengan sedikit tercengang, namun dia melihat ke arah bulan sambil tersenyum dan berkata.

" Mungkin… "

Jadi memang benar ya, apa yang aku pikirkan tentang kebaikan mereka berdua yang telah mereka berikan kepadaku hanya karena rasa bersalah itu…

" Jika memang benar begitu sebaiknya kalian berdua berhenti melakukannya… "

" Tapi sesungguhnya itu bukanlah hal yang kami lakukan, kami berdua sangat berterima kasih kepadamu, bukan hanya rasa terima kasih saja namun lebih dari itu… kami berdua sangat menghormati dirimu, sangat menyayangi dirimu, bahkan kami telah menganggapmu sebagai bagian keluarga kami. "

Aku dibuatnya tidak bisa berbuat apa-apa, aku diam mematung dan mendengarkan dengan seksama apa yang ayah Kuruna coba katakan kepadaku.

" Arata-kun… " Tiba-tiba ayah Kuruna membungkukkan kepalanya ke arahku, aku dibuatnya terkejut untuk yang sekian kalinya. Dia rupanya serius dengan apa yang ia katakan tadi.

" Tolong… jaga Kuruna… dia adalah anak kami yang berharga, jika Kuruna menangis tolong hibur dia, jika Kuruna dalam kesusahan tolong bantu dia… hanya kau yang bisa aku andalkan… tolong… jika kami membuat kesalahan lagi… ingatkan kami… Arata-kun… "

Aku sebenarnya tidak memiliki hak untuk menjawabnya, karena aku adalah seorang pengecut yang hanya bisa melarikan diri hanya karena masalah seperti itu. Aku juga membuang apa yang aku yakini benar dulunya. Dan bahkan aku saat ini masih belum menerima diriku sepenuhnya.

Mungkin karena trauma masa lalu ku yang tidak mempercayai orang lain lagi, yang tidak ingin membantu orang lagi, yang tidak ingin mencampuri kehidupan orang lain lagi.

Mungkin karena pemicu itulah yang membuat ku menjadi seperti ini. Aku tidak pantas mendapatkan rasa hormat dan rasa terima kasih kalian… itu membuatku sedikit muak dengan diriku sendiri.

Namun… sepertinya aku diberi kesempatan untuk memperbaikinya lagi, agar diriku bisa menerima diriku apa adanya. Ya… aku yakin dengan hal ini… bahwa aku masih bisa menjadi diriku yang dulu.

Mungkin itu yang akan aku katakan jika aku menerima segalanya…

Saat ini aku tidak lebih dari tokoh utama, aku hanya berperan menjadi tokoh sampingan di dalam hidupku sendiri maupun di dalam kehidupan orang lain. Aku adalah eksistensi yang seharusnya tidak menjadi pusat perhatian, itulah yang aku pikirkan selama ini.

Trauma? Ya… aku memang sempat trauma dengan apa yang telah terjadi saat itu. Namun lambat laun aku bisa melupakan semuanya… kenangan yang aku buat dengan mereka serta kejadian yang dapat mengubah hidupku di masa lalu sudah aku buang jauh.

Saat ini… aku adalah aku, bukan diriku yang dulu… bersinar dengan terang bagaikan matahari yang menyinari setiap kehidupan. Aku hanya sebatas kerikil dipinggiran jalan… dan semua ini adalah bagian kecil yang dijalani oleh para tokoh sampingan.

Mungkin kalian berpikir apakah rasa cinta ku kepada Kuruna asli atau tidak, maka jawabannya adalah perasaan ini benar-benar ada, aku mencintai Kuruna, aku mencintai kehidupan ku sendiri… itulah aku yang sekarang.

Aku sama sekali tidak menyesal sedikitpun.

" Tentu saja… akan aku lakukan, demi kebahagiaan putri mu… aku akan berperan sebagai apapun asal itu bisa membuat Kuruna bahagia… "

" Terima kasih… "

Dan kalimat itu adalah tanda awal percakapan kami berakhir. Kami berdua sempat membicarakan hal-hal yang sepele dan berakhir di ruang tamu. Anehnya kami semalaman suntuk membahas berbagai persoalan seperti pekerjaan ayah Kuruna serta kehidupan sekolah ku yang tidak terlalu menarik itu. Bahkan ayah Kuruna sempat memberikan beberapa saran kepadaku tentang bagaimana mendapatkan seorang teman.

Ya… aku tidak peduli dengan itu, namun sebagai penghormatan kepadanya aku mendengarkannya dengan seksama. Ada beberapa kalimat yang menarik buatku dan itu menambah wawasan ku.

Kukira dia hanya seorang ayah yang biasa saja, namun dia memiliki pengetahuan yang luas serta pengalaman yang begitu banyak. Dia juga sempat berpergian untuk mencari jati dirinya namun hal itu terhenti saat dia bertemu dengan istrinya pada saat masih muda kala itu.

Ya… sungguh melelahkan mendengarkan cerita ayah Kuruna dengan ibu Kuruna bertemu satu sama lain dan berakhir dalam jenjang pernikahan. Tapi... bisakah… kita tidur sekarang, aku sudah lelah.

" Apa kau tahu? Kuruna memiliki seorang adik. "

" Apa? Apa kau membuatnya lagi?. "

" Tidak-tidak… sayangnya istriku tidak bisa hamil lagi, ya… waktu itu sungguh membuatku kegirangan saat istriku terus merasakan mual, tapi ternyata dia hanya masuk angin saja… "

" Jadi? Dimana adik Kuruna saat ini?. "

" Dia? Dia mungkin membenci kami berdua, karena kami berdua telah menelantarkannya dan membiarkan ibuku mengurusnya hingga dewasa… ini selalu terjadi, saat kami pulang ke rumah ini, Iori selalu tidak ada di rumah. Ya… jika aku yang dulu mungkin menanggapi hal ini masalah enteng namun sejak kami berdua berubah… rasa sakit serta kesedihan melanda kami berdua setelah tahu dia tidak mau bertemu dengan kami lagi… "

" Apakah dia sama pentingnya dengan Kuruna?. " Tanyaku.

" Tentu saja dia sangat penting sama seperti Kuruna… tidak hanya kami berdua bahkan dia juga menjauhi Kuruna, saat ini Kuruna sedang mencari keberadaannya sehingga kami semua bisa bertemu dengannya, yang kami tahu sekarang adalah Iori yang sedang menginap di rumah temannya. "

" Aku akan mencari solusinya… "

" Memang aku berharap seperti itu dari mu, baiklah… ini sudah larut malam, ayo kita pergi tidur. "

" Ya mungkin begitu, kau bisa pergi duluan. Maaf jika aku kurang sopan. "

" Anggap saja dirumah sendiri Arata-kun. " Katanya kemudian dia meninggalkan ku sendirian di ruang tamu.

Aku menyandarkan tubuhku ke sofa dan menutup mataku sejenak. Dan membayangkan bagaimana adik Kuruna yang bernama Iori itu. Aku ingin menemuinya… tapi sepertinya hal itu sangat tidak mudah untuk dilakukan, karena dari yang apa aku tahu… seseorang sepertinya akan sangat mudah menyembunyikan dirinya dan berbaur dengan kehidupan ini… bisa disebut musuh ke dua ku setelah tokoh utama…

Bila dipikir lagi… sepertinya aku pernah menyelamatkan seseorang… dia memiliki permasalahan yang sama seperti keluarga Kurugaya, dan sifatnya sama seperti Iori… tapi siapa ya?.

Tidak ada gunanya melihat masa lalu, aku hanya harus mencari solusi yang terbaik bagi keluarga yang ingin bergabung kembali… dan sebagai seorang calon kakak iparnya… aku ingin dia menghadiri pernikahan ku dengan Kuruna…

Pernikahan?

Jangan bercanda Arata… pernikahan? Itu sungguh terlalu cepat bukan? Aku hanya bisa… menghayal saja… kali ini.

***

" Nee… tolong… katakan kepada mereka bahwa semua ini salah paham… "

Diruangan kelas yang penuh dengan murid-murid ini aku berdiri di hadapannya, tapi sayangnya dia dilindungi oleh murid perempuan yang lainnya. Aku tidak tahu… kenapa mereka semua yang ada di ruang kelas ini menatapku sedemikian rupa... Apa salahku? Ini bukan salahku... Kalian sudah salah paham…

Mau berapa kali aku mencoba untuk membuatnya berbicara dia sama sekali tidak menghiraukan ku sedikitpun. Aku menahan tangisan ku dan menahan kekesalan ku… rasanya itu telah dicampur aduk di tubuhku… dadaku terasa sesak… bahkan untuk berbicara saja sudah cukup menyakitkan…

" Nee… tolong… jelaskan kepada mereka semua… aku mohon kepadamu… "

" Aku… minta maaf. "

Kalimat itu... Bagiku kalimat yang terucap dari mulut perempuan itu bagaikan awal dari kutukan ini… aku benar-benar membencinya… bahkan dari lubuk hatiku yang paling dalam. Aku benar-benar… membencinya.

" Ah!. "

Aku... tersadar dari mimpiku, perlahan aku membuka mataku dan mendapati air mata yang tergenang di mataku. Aku tidak menangis itulah kenyataannya, namun entah kenapa air mata ini ada, justru itu yang membuat ku bertanya-tanya kenapa air mata ini muncul?.

Melihat sekeliling aku baru sadar bahwa aku ada di ruang tamu, aku mungkin tertidur disini saat menenangkan pikiran ku dan mungkin saja aku juga terlalu memaksakan tubuhku. Setelah permasalahan keluarga Kashiwagi aku langsung berangkat kemari besok paginya.

Aku terlalu memaksakan diri, mungkin kalimat itu yang cocok untukku saat ini.

" Kau rupanya disini… "

" Oh… Kuruna ya? Ada apa?. "

Kuruna muncul dari balik ruangan, mungkin dia habis menuruni tangga, pikirku.

" Aku sempat terkejut saat kau tidak berada di dalam kamar tamu, kau benar-benar membuatku khawatir saja… bagaimana jika kau sedang berada di kamar mandi dan mencuri beberapa pakaian?. "

" Akan aku pertimbangkan juga tentang hal itu. " Jawabku singkat untuk mengikuti arus candaannya itu.

" Tapi Arata-kun yang ku kenal tidak akan pernah melakukan hal itu… " Katanya dengan mendekati ku dan duduk di sebelah ku.

" Ya… mungkin saja, tapi kenapa kau berpikiran seperti itu?. "

" Sebab dia telah mempunyai orangnya… kenapa dia harus melakukan hal orang mesum lakukan… "

" Kau sangat percaya diri sekali ya… "

" Tentu saja… karena aku mulai sekarang sampai selamanya… akan terus mencintaimu... Arata-kun. "

" Ya… aku juga, kalau begitu? Dimana ciuman selamat paginya?. "

" Ah… ayah… kenapa kau ada disini?. "

Aku pun menoleh ke arah tempat keluar masuk ruangan ini namun disana aku tidak menemukan sosok yang ia panggil ayah itu. Saat aku hendak berbalik dan mengetahui apa yang akan Kuruna lakukan tiba-tiba ciuman mendarat di pipiku.

" Kau benar-benar lengah kali ini Arata-kun… fufufu… "

" Kali ini di pipi?. "

" Ya… begitulah… apa ada masalah?. " Ucap Kuruna dengan senyuman jahilnya itu.

Aku hanya bisa tersenyum tipis saat melihat kelakuannya, sebagai seorang kekasihnya… menurutku dia saat ini… benar-benar imut sekali. Aku benar-benar ingin membawa dia pulang dan tinggal di rumah ku selamanya sekarang.

" Kalau begitu… aku akan mulai memasak sarapan. " Kuruna pun beranjak dari sofa ke arah dapur yang berada di belakang ku. Seperti yang kalian duga… ruang tamu, ruang makan serta dapur di jadikan satu tempat dirumah ini, sama seperti rumah ku tapi yang membedakannya adalah tata letaknya saja.

" Kalau begitu aku juga… " Aku pun bangkit dari sofa dan menarik lengan Kuruna sehingga tubuhnya ke arahku dan memastikan bahwa wajah Kuruna saat ini menatapku. Dan tak mau menunggu lama, aku kemudian mencium bibirnya… 3 detik… 6 detik… 10 detik lamanya kami berciuman… aku tidak peduli jika ada yang melihatnya.

Aku hanya ingin bersama dengan Kuruna, dan menghabiskan dua hari ini bernama dengannya, itu saja…

Kemudian aku melepaskan ciuman ku, aku melihat pipi Kuruna yang memerah itu.

" Sejak kapan ciuman selamat pagi jadi dipipi?. " Kataku dan meninggalkan Kuruna di ruang tamu.

" Aku akan membantumu menyiapkan sarapannya. " Lanjut ku setelah meninggalkan Kuruna di belakang yang masih terdiam karena kelakuan ku.

Ini benar-benar liburan yang terbaik bagiku, tapi setelah mengingat bahwa nanti ada festival kembang api membuatku semakin bersemangat… kali ini aku akan membuat kenangan dengan Kuruna… akan aku lepaskan semua pikiran yang telah menjadi beban di kepalaku. Aku juga akan mematikan smartphone ku agar saat bersama dengan Kuruna di festival malam nanti tidak akan ada yang menggangguku.

Mungkin itu yang akan aku katakan… tapi saat ini… kenapa kedua orang tua ini mengikuti kami saat berada di festival!!!..

" Yaa… jadi ingat dulu… bukankah kita membuka kedai soba waktu itu?. "

" Maa… itu benar sayang… "

" Bagaimana kalau tahun depan kita buka lagi? Dan tentu saja Arata-kun akan ikut membantu kan?. "

Apa ini? Apakah kalian mau memanfaatkan ku? Tapi membuka kedai ya… aku belum pernah melakukan hal seperti itu… tunggu dulu... Bukankah tokoh utama tidak pernah membuka kedai disaat festival!? Ini kesempatan yang bagus untuk mendalami peran ku, aku akan menerimanya dengan senang hati.

" Baik, serahkan kepadaku… aku juga ingin merasakan pengalaman baru. "

" Oke… kita akan menjual soba lebih dari seratus porsi!!. "

Tunggu dulu… kalian mau menjual soba atau ingin menyiksa diri sendiri? Benar-benar keluarga yang terlalu semangat…

" Nee… ayah, ibu… bolehkah aku pergi dengan Arata-kun hanya berdua saja?. "

" Eh? Oh… ya… tentu saja… kami terlalu bersemangat hingga melupakan kalian berdua, bersenang-senanglah Kuruna… "

" Arata-kun… jadilah lelaki yang dapat bisa diandalkan. " Sang ayah hanya bisa berkata seperti itu dan memegang pundakku seakan memiliki maksud yang lain dari yang dia katakan kepadaku.

" Tenang saja ayah, ibu… Arata-kun lebih kuat dari pada yang kalian kira loh… "

" Oh… kalian bisa bersenang-senang sampai kalian puas, ayah dan ibumu tidak akan mengintip kalian... Tenang saja. "

Ayah… kau sungguh orang yang tidak dapat diandalkan saat ini. Tapi setidaknya… hapus dulu darah segar yang mengalir dari kedua hidungmu itu.

" Kalau begitu… ayo Arata-kun!. " Ucap Kuruna dengan menarik lengan ku dan pergi menjauh dari kedua orang tuanya. Dari sini aku bisa melihat senyuman serta lambaian tangan mereka sebelum hilang dari pandanganku.

Kami berdua mencoba berbagai hal dari menangkap ikan sampai permainan yang menurutku cukup klise di dalam manga maupun anime disaat sang tokoh utama bersama dengan kekasihnya maupun orang yang sedang dekat dengannya.

Tapi bagiku, ini adalah liburan musim panas dengan kenangan manis di dalamnya. Aku… tidak tahu harus bagaimana menanggapi hal ini namun yang terpenting bagiku adalah melihat Kuruna yang bahagia saat ini sudah cukup bagiku.

Saat kami berjalan bersama dengan Kuruna yang sedang memakan permen apel itu, pengumuman dari pengeras suara pun terdengar.

" *Sebentar lagi… kembang api akan segera diluncurkan, dimohon para pengunjung bersiap ditempat mereka masing-masing, saya ulangi… sebentar lagi kembang api akan segera diluncurkan, dimohon para pengunjung bersiap ditempat mereka masing-masing* "

" Kuruna… sepertinya sudah saatnya. Bagaimana kalau kita bergabung lagi dengan ayah dan ibumu?. "

" Tidak~ aku tidak mau~ selagi kita masih berdua, aku ingin mengunjungi suatu tempat, bisakah kau menemaniku?. "

" Kau ingin pergi kemana?. "

" Rahasia~ kalau mau tahu kau bisa ikutkan?. " Kata Kuruna dan pergi meninggalkan ku.

Seharusnya kami berdua kembali bergabung dengan ayah dan ibu Kuruna, tapi… apa ini tidak menimbulkan masalah? Aku harap itu tidak akan pernah terjadi karena hal itu akan merepotkan ku. Tapi kemungkinan besar mereka akan memperbolehkan anaknya untuk bersikap egois hari ini.

Sebagai kekasih dan pelindungnya, aku akan ikut. Aku pun mengikuti Kuruna, yang menjadi permasalahan nya sekarang adalah kami berdua menapaki jalan setapak ke arah atas gunung. Tidak ada jalan maupun lampu penerangan.

Yang hanya bisa aku andalkan adalah Kuruna yang sedang memakai kimono berwarna biru lautnya itu jalan di depanku. Dia tidak terganggu dengan kegelapan malam ini, sepertinya dia sudah tahu akan jalan ini.

Sebenarnya… apa yang ingin ia tunjukkan kepadaku? Ini membuatku semakin bertanya-tanya, apa yang ingin dia lakukan.

Setelah beberapa menit kami berjalan, tak lama kemudian kami berhenti di salah satu tempat, Kuruna pun berdiri di ujung tempat itu. Ini… bukankah ini… kita berada di atas tebing yang dimana festival di adakan?.

" Aku menemukan tempat ini, dulu saat kedua orang tua ku saling bertengkar, aku pergi ke tempat ini dan menyaksikan kembang api diatas tebing ini. Hanya aku sendiri yang tahu tempat ini, dan sekarang tempat ini adalah rahasia kita berdua. "

Angin seketika berhembus dengan lembutnya, menerpa dedaunan serta rambut milik Kuruna. Saat ini aku terpesona akan kecantikan yang dimiliki Kuruna… mau diperhatikan berapa kali pun dia memang sangat cantik. Sungguh… aku ingin berada di dekatnya untuk selamanya. Hingga akhir… memisahkan kita.

" Aku sangat bersyukur bisa bertemu dengan mu Arata-kun, semua kehidupan ku yang dulunya bagaikan di neraka, seketika menjadi menyenangkan saat adanya dirimu. Aku ingin menghabiskan banyak waktu dengan mu. Aku… benar-benar telah jatuh cinta kepadamu. "

" Aku juga… "

Saat aku mengatakan hal itu Kuruna sedikit tercengang dengan apa yang aku katakan tadi. Dia melihatku dengan tatapan matanya yang berkaca-kaca itu.

" Kuruna… "

Aku pun mendekap Kuruna… tidak, lebih tepatnya aku memeluknya dengan sangat erat, aku tidak akan melupakan kehangatan tubuh milik Kuruna, aku tidak akan melupakan semuanya, aku ingin selalu bersama dengannya… selamanya.

" Aku juga... sangat mencintaimu… "

Seakan waktu memihak kepadaku, kembang api yang telah lama ditunggu akhirnya meletus di langit malam hari ini. Begitu indah… yang aku maksud bukanlah kembang api melainkan… perasaan yang tumbuh diantara kami berdua. Aku sungguh menikmati waktu ku bersama dengan Kuruna.

Aku… sangat bahagia… rupanya, kehidupan yang aku jalani ini tidak begitu buruk juga. Kali ini aku berterima kasih kepadamu… karena hari ini tidak terjadi masalah yang harus melibatkan ku di dalamnya…

" Bolehkah aku meminta sesuatu?. " Ucap kuruna yang melihat ku disaat aku masih memeluknya.

" Apa?. "

" Muu… seharusnya kau sudah tahu kan apa yang harus kau lakukan? Setidaknya di detik ini… kau bisa menjadi seorang tokoh utama di dalam hidupku. "

" Aku akan menjadi tokoh utama kapan pun yang kau mau Kuruna. "

Tanpa menunggu lama, aku dan Kuruna saling berciuman di bawah indahnya kembang api. Malam yang dipenuhi dengan keceriaan setiap orang itu adalah malam dimana kami mengikat janji untuk selalu bersama sebagai seorang kekasih. Sungguh romantis bukan?.

Namun, sebelum liburan musim panas ini berakhir. Aku tidak akan pernah menyangka bahwa, musim panas ini adalah awal mula aku mendapatkan masalah baru lagi… kali ini… apa yang harus aku lakukan dengan ruangan yang telah diberikan oleh Mito-sensei?.