Alfredo bersiul-siul memasuki mobilnya yang sudah di buka pintunya oleh sang sopir. Lalu mobil itu keluar dari rumah mewah yang terdiri dari tiga lantai berbaur dengan keramaian dan kemacetan kota Jakarta di setiap harinya.
Alfredo tak pernah merasakan sebahagia hari ini, ya, setelah mendapat telpon dari anak buahnya yang mengikuti Karenina hingga kepanti, Alfredo sangat yakin bahwa Karenina pasti akan datang demi panti asuhan yang sebenarnya adalah miliknya walau atas nama mendiang neneknya.
Alfredo bukan orang jahat yang akan begitu saja mengusur panti asuhan tempat anak-anak yatim berlindung dari kejahatan dan dari panas serta dinginnya cuaca. Sejak kecil dia diajarkan oleh neneknya untuk melindungi kaum yang lemah, dan itu sudah tertanam di sanubarinya.
Sang sopir yang bernama Joko menatap bosnya dari kaca spion dengan wajah terbengong, pasalnya tak pernah ia melihat bosnya sebahagia saat ini, sejak beberapa tahun yang lalu wajah itu tak pernah menyungingkan senyuman, namun kali ini, benar-benar pemandangan yang membuat semua yang melihatnya menjadi terpana, karena wajah tampan itu semakin bertambah tampan dengan senyuman yang selalu mengembang menghiasi wajahnya.
"Kita sudah sampai Tuan." Ucap Joko sang sopir, sambil membukakan pintu penumpang.
"Terimakasih, Joko." Ucap Alfredo, yang membuat Joko melongo tak percaya. Baru saja sang bos mengucap apa? Terimakasih? Oh my god.
"Jok, jorok amat sih Lo, tuh liur sampe netes, kayak ikan kurang air tau kagak Lo." Ucap Satpam kantor bos nya.
Seketika Joko mengusap bibirnya dan mengatupkan kedua bibirnya, lalu dia baru tersadar jika telah dikerjai sang satpam, yang sudah cekikian karena berhasil mengerjai Joko yang sedari terbengong.
"Sialan Lo, kirain ngences beneran." Umpat si Joko kesal.
Si satpam tertawa kecil, "Makanya tu mulut jangan mlongo gitu, ntar ada laler salah masuk kan berabe, lagian kenapa si Lo sampe bengong gitu, kayak ga pernah lihat pak bos aja, padahal tiap hari Lo yang anter jemput."
"Bukan gitu Bro, aku Cuma heran aja, si bos hari ini senyam senyum mulu, abis dapat jatah dobel kali ya dari bini ya?" Ucap Joko asal.
"Hush, kamu itu Jok, mau tau aja urusan orang."
"Lagian ga pernah juga pak bos seramah itu."
"Bener juga lo, Jok. Tadi waktu gue sapa selamat pagi, beliau mau jawab. Biasanya kagak pernah, Jok."
"Nah itu."
"Ah udah lah Jok, kamu awasin sana tuh mobil, nanti kalau ada yang mau masuk lagi gimana?" Tegur Pak Satpam.
"Oke, Sorry Bro." Ucap si Joko yang langsung membawa mobil milik si bos ke parkiran kusus direksi.
Diruang kerjanya, Alfredo menyandarkan pungungnya di sandaran kursi kebesarannya, ingatannya menerawang mengingat wajah cantik Karenina dalam setiap kegiatan sang gadis.
Alfredo membuka ponselnya dan membuka aplikasi penyimpanan foto, disana terdapat berbagai macam pose Karenina dalam setiap kesempatan, ada foto Karenina yang sedang main gitar di atas panggung sebuah Café ada juga yang sedang melakukan aktifitasnya menjadi seorang DJ, dan ada pula saat Karenina mengamen di jalanan, dan foto yang selalu membuat dia selalu takjub dengan sosok Karenina yaitu, kala Karenina duduk di pinggir jalan bersama anak jalanan, sambil bersenda gurau.
"Kau cantik,bukan hanya wajahmu, tapi juga hatimu, sayang." Gumam Alfredo.
Ditempat terpisah, Karenina baru saja selesai menyeduh kopi lalu membawanya ke teras. Rokok yang berada di meja samping tempatnya duduk ia raih, ambil satu batang lalu jari lentiknya menyalakan korek untuk menyulut rokok yang terselip di bibir indahnya.
Dengan santai Karenina menikmati secangkir kopi dan sebatang rokok sebagai pengganti sarapan paginya.
Ingatannya tertuju pada panti asuhan yang sedang di ujung tanduk karena akan di gusur oleh pemiliknya. Karena mendesah nafas berat, memikirkan bagaimana caranya dia bisa bertemu dengan pemilik lahan itu dengan mudah.
Karenina sangat paham dengan kehidupan para bos, mereka tak mudah di temui karena kesibukan mereka.
Berulang kali memutar otaknya namun tak satupun cara dapat ia temukan untuk bisa menemui sang bos denga mudah, akhirnya dia putuskan untuk tetap datanga ke kantornya, walau ia harus menunggu sampai orang yang di tunggunya keluar dari kantor.
Dengan tekad yang begitu bulat, Karenina beranjak dari kursi yang sedari tadi ia duduki untuk menghabiskan kopi dan sebatang rokok.
Ia menuju ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya, jam menunjukkan pukul sepuluh siang kala ia selesai berdandan lalu keluar menuju mobil yang terparkir di luar pagar.
Perlahan mobil ia kendarai ke sebuah gedung pencakar langit di Jakarta, lalu setelah ia merasa bahwa alamat yang dituju sudah benar dia langsung masuk ke dalam halaman gedung dan memarkirkan mobilnya di tempat parkir kusus tamu.
Dengan langkah anggun Karenina masuk ke dalam gedung perkantoran berlantai tiga puluh itu, lalu berhenti tepat didepan meja resepsionos.
"Permisi, ada yang bisa saya bantu?" Tanya Resepsionis yang bernama Gina jika dilihat dari nametagnya.
"Saya ingin bertemu dengan pak Alfredo." Jawab Karenina setenang mungkin, walau sebenarnya jantungnya berdebar dengan kencang.
"Anda sudah membuat janji?" Tanya sang reseptionis pada Karenina.
Tepat saat itu asistent Alfredo menatap kearah Karenina, langsung saja ia menghubungi sang bos jika mangsanya telah datang.
Dengan tersenyum bahagia Alfredo menyuruh asistennya untuk mengantarkan Karenina ke ruangannya tak perduli berkas pekerjaannya telah mengantri bertumpuk-tumpuk menunggu untuk ia sentuh.
Asistent Alfredo yang bernama Rudi itu datang ke meja reseptionis, dan berpura-pura bertanya pada Gina, tentang siapa yang mencari bos mereka.
"Selamat siang Gina." Sapa Rudi pada Gina.
"Siang Pak Rudi."
"Ini siapa Gina?" Rudi pura-pura bertanya pada Gina.
"Mbak ini mau bertemu dengan Tuan Alfredo, tapi belum membuat janji pak?"
Rudi mangut-mangut, lalu bertanya pada Karenina, "Mbak ada perlu apa mau bertemu dengan Tuan Alfredo?"
"Ada hal penting yang harus saya bicarakan dengan Tuan Alfredo."
"Mengenai?"
"Panti asuhan."
Rudi menatap Gina yang juga sedang menatapnya, lalu pandangannya kembali beralih pada Karenina, "Ayo ikut saya, akan saya antar mbak menemui Tuan Alfredo."
"Benarkah?" Tanya Karenina tersenyum bahagia.
"Tentu, Ehm..Gina tolong nanti kalau ada tamu untuk Tuan suruh menunggu di ruang tunggu sepertinya pembicaraan dengan mnak ini sangat penting dan lumayan lama." Ucap Rudi pada Karenina dan Gina.
Gina mengangguk paham, lalu Rudi mempersilahkan Karenina untuk berjalan mengikuti langkahnya menuju ke sebuah lift kusus direksi.
Tak berapa lama Rudi dan Karenina sampai di depan ruangan Alfredo, "Silahkan masuk Mbak, ini ruangan Tuan Alfredo, beliau menunggu di dalam." Ucap Rudi yang langsung meninggalkannya setelah Karenina mengangguk.
Jantung Karenina berdebar kencang saat mengetuk pintu ruangan Alfredo, dan tak menunggu lama suara baritone menyuruhnya untuk masuk. Dengan langkah pelan Karenina masuk ke dalam ruangan Alfredo dan mereka bersitatap.
"Cantik." Bisik Alfredo di dalam hati, sambil menatap Karenina dengan tersenyum.