Alfredo masuk ke dalam rumah mewah miliknya, jas yang sempat terpasang rapi menutupi tubuh kekarnya, kini Ia biarkan teronggok begitu saja di sandaran sofa, begitupun dengan dasi yang tadi menambah karisma dirinya, kini Ia biarkan terkulai di atas meja. Tubuh tingginya melangkah menuju ke sebuah mini bar di dalam rumahnya, menuangkan minuman yang kini menjadi favoritnya kala ia sedang berada di rumah.
Berdiri di antara anak tangga, istrinya yang terlihat seksi dengan gaun malam satin lembut yang pas di tubuhnya, namun lagi-lagi hanya rasa muak yang di rasakan oleh Alfredo kala matanya menatap tubuh seksi yang dulu digilainya.
Zarima hanya mampu menatap sang suami yang asik dengan minuman di tangannya, perlahan Ia menuruni anak tangga lalu kaki jenjangnya melangkah mendekati Alfredo yang duduk di kursi bar sambil menikmati minumannya.
"Jangan sentuh." Ucap Alfredo kala tangan sang istri hendak mengambil jas dan dasi yang berada di sandaran sofa tak jauh dari Alfredo duduk.
Tubuh Zarima mendadak kaku mendengar apa yang terlontar dari bibir suaminya. Selama ini tak pernah sekalipun Alfredo melarangnya memegang barang-barang miliknya, namun kini? Jangankan memeluk tubuh suaminya, barang pribadi milik suaminyapun di larang untuk Ia sentuh. Sungguh Zarima tak mengerti apa yang terjadi pada Alfredo, apakah Alfredo kini membencinya? Kenapa? Karena ada perempuan lain? Atau… atau… dia mengetahui skandal cinta yang ia bangun dengan Tama, mantan kekasihnya? Zarima mendesah nafas berat memperhatikan sikap dingin suami yang dulu begitu memujanya.
"Apa tidak sebaiknya kita bicara?" Tanya Zarima dengan hati sedih.
Alfredo menoleh pada Zarima lalu menatapnya dengan tatapan jijik, "Tidak ada yang perlu kita bicarakan." Ucapnya. Lalu Ia pergi begitu saja dari hadapan Zarima setelah menyambar jas yang tadi ia hempas di atas sandaran sofa.
"Kamu kenapa Al, sikap kamu berubah!" Teriak Zarima sambil menatap kearah Alfredo yang sama sekali tak menghiraukannya dan justru memutar tubuhnya yang awalnya Alfredo ingin menaiki anak tangga menjadi berbalik menuju ke pintu keluar.
"Kamu mau kemana Al?" Lagi-lagi teriakan Zarima tak dihiraukannya, Alfredo dengan santai melangkah menuju mobilnya yang masih terparkir di halaman, bahkan sang sopir yang sedang duduk minum kopi di gazebo terkejut melihat Tuannya tiba-tiba keluar dari rumah masih dengan pakaian kantornya.
Zarima terduduk di kursi bar, air matanya mulai menetes. Dengan lesu Zarima menunduukan kepalanya ke atas meja. Berusaha mencerna dan menebak apa yang terjadi pada suaminya.
"Benarkah dia mengetahui hubunganku dengan Tama?" Gumam Zarima di dalam hati.
Pikirannya melayang pada sosok laki-laki bernama Tama, sahabat Ia dan juga sahabat dekat suaminya. Zarima menyadari apa yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan, tapi Zarima tak kuasa menolak pesona laki-laki yang sudah menjadi kekasihnya dari sebelum Ia menikah dengan Alfredo. Begitupun dengan Tama, Zarima tahu jika Tama amat mencintainya hingga rela menjadi kekasih gelapnya demi cinta mereka.
Lalu kenapa kini Ia harus sedih saat tiba-tiba Alfredo menjauhinya? Bukankah Zarima tak mencintainya? Atau sebenarnya justru hatinya telah tertambat pada Alfredo tanpa Ia sadari? Cobalah berpikir Zarima apa yang diinginkan oleh hatimu.
Sementara Alfredo melajukan mobilnya ke sebuah café milik sahabatnya yang juga tempat bekerja paruh waktu seorag Karenina.
Alfredo mengulung kemeja putih yang Ia kenakan hingga sebatas siku, lalu membuka kancing teratas kemejanya. Dengan santai Ia turun dari mobil dan memasuki café dimana suara merdu sang pujaan hati telah mengema di telinganya.
Alfredo memilih duduk di pojok dimana tempat itu menjadi tempat favoritnya ketika mengintai sang biduan bernyanyi.
Alfredo memesan sebuah minuman ringan dan cemilan untuk menganjal perutnya yang sebenarnya sudah meonta meminta sesaji.
Alfredo memperhatikan Karenina yang sedang asik memainkan tuts piano diatas panggung, senyumnya mengembang melihat bagaimana kelihaian seorang Karenina dalam bermain music ditambah suaranya yang mendayu merdu.
Tak sengaja Karenina menatap pada sosok yang tadi siang baru saja Ia kenal, laki-laki yang dengan gila meminta dirinya untuk menjadi istri kedua. Melihat Alfredo tersenyum padanya membuat Karenina tak mampu untuk tidak membalas senyuman yang mampu menyihir hatinya hingga Ia rela menerima pinangan laki-laki tersebut walau hanya sebagai istri kedua.
Hampir dua jam Karenina mengisi pangung di café itu dan hampir dua jam pula Alfredo dengan setia menunggu Karenina menyelesaikan pekerjaannya.
[Aku tunggu di mobil] Alfredo mengetik pesan yang langsung terkirim ke ponsel Sang Biduan.
[Hm.] hanya itu balasan Karenina, namun sudah cukup bagi Alfredo untuk sabar menantinya di parkiran.
Alfredo keluar dari café lalu menyandakan tubuhnya pada body mobil, dan tak berapa lama Karenina menyusul keluar dari café dan menghampiri Alfredo yang telah membukakan pintu mobil untuk Karenina.
"Masuklah." Titah Alfredo.
Dan tanpa membantah Karenina masuk ke dalam mobil milik Alfredo, lantas laki-laki itu itu masuk ke dalam mobil dan segera melajukan mobil mewahnya keluar dari parkiran café.
"Bagaimana jika ada yang melihat?" Tanya Karenina membuka pembicaraan.
"Nyatanya tidak ada, lagi pula siapa juga yang mau peduli." Jawab Alfredo.
"Kau benar, aku hanya penyanyi café cukup biasa bagi mereka melihat perempuan sepertiku keluar masuk mobil orang." Tandas Karenina yang membuat wajah Alfredo seketika menggelap. Alfredo sungguh tahu apa yang dimaksud oleh Karenina.
"Aku tidak suka kau bicara seperti itu, Karen." Ucap Alfredo dengan nada dingin.
"Kenapa? Bahkan aku calon istri kedua seorang pengusaha kaya raya sepertimu?"
Alfredo tak menjawab namun dalam hatinya bergumam, "Kau memang yang kedua, tapi kau menduduki posisi pertama di hatiku."
Alfredo melajukan mobilnya menuju ke sebuah perumahan kelas menengah, Karenina menatap heran ke kanan dan kiri jalan, ini adalah jalan menuju ke rumahnya, bagaimana Alfredo bisa tahu alamat rumahnya? Karenina mendengus bahkan Ia lupa jika Alfredo bisa melakukan apapun dengan kekuasaan dan uang yang Ia miliki.
"Kita akan menjadi bahan gunjingan tetangga-tetanggaku karena aku membawa pulang seorang laki-laki ke rumah." Kata Karenina lirih namun masih mampu terdengar di telinga Alfredo.
"Tidak ada yang berani mengatakan apapun padamu."
"Sok Tahu."
"Karena semua tetanggamu tahu jika aku calon suamimu, bahkan aku sudah melapor pada ketua RT mu."
"Apa??!!"
Alfredo mendesah nafas berat, lalu melirik Karenina, "Kau ingin pernikahan kita legal kan? Maka aku harus mengurus segala administrasinya, dan semua sudah aku lakukan sesuai keinginanmu. Termasuk menemui ketua RT mu."
Karenina melongo mendengar apa yang baru saja Ia dengar, sungguh Ia sedang berhubungan dengan laki-laki yang berbahaya, berbahaya untuk hati dan hidupnya.
"Kau benar-benar gila."
"Kau benar, sayang. Kau membuatku gila."
"Aku?" Karenina menunjuk dirinya sendiri.
"Baiklah, sebentar lagi aku akan mendapat julukan sebagai pelakor karena ulahmu."Lanjut Karenina sambil mendengus kesal.
"Tidak akan."
"Kita sampai, Nona." Ucap Alfredo membangunkan lamunan Karenina.
"HA?!" Karenina terlalu larut dalam pikirannya hingga tak menyadari jika mobil yang mereka naiki telah berhenti tepat di depan pagar rumah Karenina.