Kepribadian nya tidak bisa ku pahami. Ia bisa menjadi hangat dan dingin secara bersamaan.
—Kanzia
~~~
Alfi Ray Ramadhan lebih akrab di sapa Rain. Dia adalah laki-laki yang paling konyol, mood boster bagi orang-orang yang ada di sekitarnya, karena sikap nya yang menyebalkan. Tapi, ia cuek secara bersamaan, ia bahkan bisa menjadi sedingin kulkas.
Menurut ku, Rain adalah sosok murid yang paling menyebalkan dengan segala tingkah nya, si tukang pandai mengeluarkan kata-kata receh dan terkenal playboy di angkatan kami pada saat itu.
Ya, seseorang yang kulihat dia adalah laki-laki yang pandai mempermainkan perasaan wanita, dan pandai membuat wanita jatuh ke dalam pesona nya hingga berharap padanya.
Aku pernah menyukainya sejak beberapa tahun lalu. Ya, dulu dia merupakan teman satu angkatan, bahkan satu kelas saat berada di bangku SMP. Saat SMP, dikelas ia sama sekali tidak pintar, ia hanya beruntung karena tampan bagi beberapa murid namun ia pandai bolos, sering tidur, pandai di hukum dan selalu absen mengelilingi tengah lapangan pada pagi hari. Ia juga merupakan pemain voli, bahkan ia pernah mengikuti acara perlombaan voli putra pada 2015 lalu.
Pada saat itu, aku menyukai nya karena kupikir itu hanya lah cinta monyet, tapi ternyata rasa suka ku padanya terus berlanjut hingga aku remaja.
Seberapa keras pun aku memikirkan nya, aku tetap tidak bisa menemukan alasan yang pasti mengapa aku dulu pernah menyukai nya. Aku hanya menyukai nya.
Kini, bagiku Rain adalah cinta pertama disaat masa remaja. Meski begitu, kuharap ini tidak benar.
***
JAKARTA, 2015.
6 tahun yang lalu.. (8 SMP)
Pada pagi di hari Senin yang cerah itu, aku bersiap-siap untuk pergi ke sekolah dengan semangat. Aku adalah anak perempuan satu-satunya yang paling manja bagi keluarga ku, tapi bagi teman-teman aku hanyalah seorang siswi yang banyak tingkah.
"Nek, aku berangkat." pamitku pada Nenek yang sedang menyiapkan makanan di meja makan.
"Iya, nanti langsung pulang ya."
Aku mengangguk tanpa menjawab, lalu kedua tangan ku dengan lincah mengikat tali sepatu ku dengan cepat karena merasa sudah hampir terlambat.
"Assalamualaikum, Nek."
"Waalaikumsalam, hati-hati." pinta Nenek dengan berteriak dari meja makan
Sekolah ku sebenarnya cukup dekat dari rumah, berjalan kaki dari rumah pun tidak sampai 20 menit.
Di tengah jalan, aku kehabisan napas karena kelelahan berlari, sesekali aku melihat jam tangan yang ternyata sudah menunjukan pukul 07:13. Aku harus bersiap-siap untuk di hukum kali ini.
Tiba-tiba suara deruman motor lewat, jelas hampir melewati ku yang sedang tepar di tengah jalan itu. Namun, dengan segala kebingungan ku ia malah berhenti tepat di samping ku.
Seorang pria dengan baju seragam berantakan yang di baluti jaket berwarna hitam itu menghentikan mesin motornya, lalu membuka helm nya. Setelah melihat ku tepar di tengah jalan ia dengan santai nya tertawa dengan keras di hadapan ku membuat ku menoleh ke arahnya.
"Bantuin dong ah, jangan tertawa." keluh ku sembari mendelik
"Ngapain sih? Tiduran?" tanya seorang pria bernama Rain itu. Yap, orang yang ada di hadapan ku ini adalah Rain. Si playboy cap kodok yang lumayan terkenal di sekolah, dan juga seseorang yang ku sukai pada hari itu.
"Aku lelah."
"Ya, jangan lari lah bego!" bentak Rain
"Bantu aku berdiri!" pintaku sembari mengulurkan tangan kanan ku. Lalu ia meraih tangan ku dengan senang hati.
"Lain kali, jangan lari. Ayo, naik." ujar Rain dengan nada suara yang merendah. Membuat ku merinding.
Karena setahu ku, Rain adalah seorang perisak di sekolah, ia bahkan tidak segan-segan membuat murid lain tidak nyaman hingga membuat murid tidak betah bahkan banyak murid yang memutuskan untuk pindah sekolah.
"Tumben amat, baik." ketusku
"Aku kan memang baik, Zia." balas Rain dengan cengiran khas-nya.
Aku hanya menghela napas kasar saat mendengar pernyataan nya.
Tanpa basa-basi lagi, aku langsung naik ke atas motornya, lalu ia pun bergegas menyalakan mesin dan melajukan motornya.
***
Sesampai nya di sekolah, ternyata upacara sedang di adakan dan tentu nya banyak pasang mata yang menyaksikan kami berangkat bersama. Karena aku malu, aku langsung buru-buru turun dan berdiri dibelakang barisan kelasku.
Andin menoleh ke belakang, menatap ku dengan penuh tanda tanya.
"Apa?" kataku
"Kenapa berangkat bareng Rain?" tanya Andin berbisik
"Cuma numpang doang." balasku berbisik
Andin hanya ber'oh' ria saat mendengar jawaban ku.
"Kamu pacarnya Rain, Zi?" tanya seseorang yang berdiri di samping ku, Evi namanya.
Evi adalah ketua kelas dengan wajah yang jutek, berambut panjang, selalu mendapat pringkat pertama di kelas, kebanggaan guru-guru karena pernah menang dalam olimpiade matematika. Ia juga terang-terangan menyukai Rain dan semua orang tahu itu. Hanya saja Rain selalu menolaknya.
"Bukan kok. Tenang saja." singkatku sembari menampilkan senyuman di wajahku.
Sebenarnya aku cukup terkejut ketika dia bertanya tentang hal itu, karena aku baru sadar ternyata dia berada di samping ku sedari tadi. Mampus, pikirku.
"Ya, enggak apa-apa sih kalau suka."
"Aku kan memang suka." celetukku dengan santai tanpa menoleh ke arahnya.
"Hah? Suka Rain maksudnya?" tanya Evi dengan ekspresi terkejutnya.
"Iya." singkat ku
Sebenarnya aku menyukai Rain sejak kelas 7, tapi aku tidak mengatakan nya kepada siapapun. Biarlah ini menjadi urusan ku.
"Kamu tahu kan aku juga menyukai Rain?"
"Tahu. Dan itu bukan urusanku."
"Kamu tidak akan memalukan dirimu sendiri kan?"
"Cuma suka kok, nggak lebih. Jangan salah paham." balasku sembari menekankan kalimat nya dengan jelas.
Hening..
Setelah itu kami saling diam, tidak ada pembicaraan lebih lanjut dengan sang ketua kelas itu, dan aku hanya fokus pada pidato yang di sampaikan kepala sekolah.
***
"Mereka lihat apa?" tanyaku pada Herni dan Andin sembari menoleh ke arah sekeliling ku.
"Ya kan, tadi kamu berangkat bareng Rain." balas Andin dengan santai tanpa melihat ke sekeliling karena sibuk bercermin.
"Aneh, gitu aja heboh." keluh ku.
"Mereka lihat kamu sampai muter tuh kepala nya." celetuk Herni.
Andin yang mendengar itu pun kemudian ia melihat ke sekelilingnya, dan benar. Banyak pasang mata yang memperhatikan ku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Aneh sekali.
Saat tiba dikelas, teman yang lain melihat ke arah ku. Aku menatap mereka penuh kebingungan dan tanda tanya.
"Hah?" heboh Herni dengan ekspresi terkejut di wajahnya, yang disusul dengan Andin.
Aku mengangkat kedua alisku bermaksud menanyakan apa yang baru saja terjadi.
Herni menyuruhku melihat ke arah papan tulis di depan. Setelah aku melihatnya, aku begitu terkejut sampai rasanya ingin menangis saja.
Di papan tulis itu bertulisan bahwa aku menyukai Rain, aku berangkat sekolah dengan Rain karena berusaha untuk menggoda nya.
Aku menoleh ke arah teman-teman ku yang ada di sekeliling ku, tapi aku hanya fokus pada tatapan satu orang. Tatapan yang tidak bisa ku jelaskan, dan sulit di artikan. Rain.
Dia melihat catatan di papan tulis itu, ia bahkan menatap ku dari kejauhan dengan ekspresi datarnya.
--------