~~~
Setelah berjam-jam diam dan tidak bersuara karena fokus pada pelajaran. Pada saat jam istirahat banyak gadis dari kelas sebelah yang ikut menghampiri meja ku dan menanyakan apa maksudnya.
"Aku tidak tahu siapa yang menulis nya. Tidak ada kerjaan." kataku yang tiba-tiba berbicara sebelum mereka bertanya, tentu saja dengan nada meyakinkan
"Untung bohong." ujar temanku sembari menghela nafas nya dengan kasar
"Gak apa-apa, nanti kalau aku tahu siapa orangnya akan ku bantu injak-injak muka nya." sahut teman yang lain.
"Sudah kuduga, itu pasti bohong.."
"Lagian Zia mana mau sama Rain. Dan Rain juga pasti pilih-pilih kali."
"Tapi siapa sih yang nulis? Punya dendam apa ya." celetuk Rani
"Yang jelas, tidak ada kerjaan lain lah." sahut yang lain.
Brakkk..
Suara gebrakan meja yang keras dari sang ketua kelas mampu membuat murid lainnya diam tak bersuara dan tentu saja karena mereka juga terkejut.
"Apa sih? Biasa saja dong!" ketus Rani
"Kamu tuh masih saja sibuk urus gosip. Belajar saja dengan benar biar punya otak." ketus Evi pada Rani
"Suka-suka kita lah, toh kita masih anak SMP ini.."
"Terserah lah, dasar bocil!" ketus Evi
***
"Dia kan?" tanya Anisa padaku
"Hm.." singkatku
"Munafik." maki Herni dengan pelan
"Sudah kuduga. Pasti dia cemburu gara-gara tadi pagi.." ujar Andin
"Ya, terus hubungannya dengan catatan di papan tulis itu apa? Biar apa?" tanyaku penuh kebingungan
"Biar Rain benci sama kamu kali." celetuk Herni
"Gila ya. Rain saja belum tentu peduli dengan urusan yang begitu." balasku
"Bisa aja kan dia peduli."
"Entah lah." keluhku
Waktu istirahat pun telah berlalu, dan kini aku hanya menatap papan tulis dengan tampang setres karena sungguh tidak bisa memahami apa yang di jelaskan. Matematika sungguh membunuhku~
Kulihat, murid lain pun begitu. Mereka seperti bebas melakukan apapun, dan tidak ada yang peduli dengan perkalian atau bahkan aljabar yang sedang di jelaskan.
Mengapa sulit sekali memahami rumus matematika? Apa karena otakku lupa dibawa? Sibuk apa aku akhir-akhir ini sampai lupa membawa otak ke dalam tas? Itulah yang sedang kupikirkan. Kacau sekali.
Sesekali aku memandangi wajah tampan Rain dari kejauhan, karena aku duduk di bangku paling pojok, Rain pun begitu. Jadi, tidak terlalu sulit untuk sekedar melihatnya~
Tiba-tiba teman satu meja ku yang bernama Anisa menyikut tangan ku dan menyadarkan ku dari khayalan tentang Rain.
"Lihat apa?" tanya Anisa
"Karya Tuhan yang paling lucu.." puji ku tanpa sadar
"Siapa?"
"Alfi.. Alfi Ray Ramadhan. Lucu." balasku dengan santai dan masih memerhatikan nya sembari menggigit ujung balpoin di tangan ku.
"Kamu benar menyukai Rain, Za?"
"Ya kali, orang lucu seperti dia tidak ada yang menyukai nya. Aku jadi tahu mengapa orang-orang mudah sekali terpesona. Dia beneran tampan, lucu, ya meskipun sedikit menyebalkan."
Setelah mendengarkan ocehan yang tidak berguna keluar dari mulutku Anisa langsung memegangi dahi ku untuk memastikan apakah aku waras atau tidak. Benar, sepertinya aku sudah tidak waras setelah melihat tingkah Rain yang menggemaskan. Kulihat, Rain sedang mencabuti uban yang ada di rambut Fenly teman sebangku nya yang sedang tidur.
Aku sesekali tertawa kecil melihat tingkah nya, benar-benar lucu.
"Gila ya, Zia." heboh Anisa yang membuat murid lainnya menoleh seketika ke arah kami.
Anisa menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan nya lalu meminta maaf karena sudah berisik dan heboh, sedangkan aku hanya pura-pura memperhatikan pak Indra yang masih tentram dan damai saat menjelaskan soal aljabar.
"Diam!" suruhku dengan ketus sembari melototi nya.
"Kamu, Zia yang aku kenal kan?" tanya Anisa sembari men-dramatisir keadaan dan mengerecutkan bibirnya.
Refleks, aku mencubit mulutnya karena gemas melihatnya dramatis.
"Ani, sepertinya aku beneran jatuh cinta." kataku meyakinkan
Mendengar itu, Ani hanya melongo, "Hah?"
Aku membekap mulutnya dengan tangan ku agar ia tidak menimbulkan keributan seperti sebelumnya.
"Ya, mulai hari ini Rain adalah cinta pertamaku. Titik." putusku sembari melepaskan tangan dari mulut Ani.
"Secepat itu?" tanya Anisa
"Apanya?"
"Jatuh cinta?"
"Memang harus cepat. Kalau terlalu lama, nanti hatiku bukan lagi untuknya." balasku tersenyum dengan dramatis sembari memegangi dada kiriku.
Lalu aku kembali memandang Rain lagi. Aku tidak peduli dengan apa yang dikatakan Anisa.
"Ingat ya, smp itu cinta monyet."
"Itu sih buat mu, kalau buatku bukan cinta monyet, ya." ketusku
"Terus?"
"Cinta suci."
"Dasar sinting!" maki Anisa
Aku hanya mendelik ke arahnya lalu menatap Rain lagi sesuka ku.
"Kenapa harus dia?"
"Karena dia lucu. Ani bisa tidak ya kalau aku menculik, dan membawa nya pulang." celetukku dengan santai namun serius pada saat itu.
Anisa menghela nafas nya dengan kasar lalu menepuk jidat ku dengan keras.
"Sakit.." ujar ku merintih kesakitan
"Kamu pikir dia hewan peliharaan?" tanya Anisa dengan penuh kebingungan nya
"Dia adalah seseorang yang harus ku jaga sekarang." tegas ku dengan penuh penekanan
"Zia, kamu tadi pagi biasa aja. Kenapa setelah istirahat tiba-tiba jatuh cinta?"
Aku langsung menoleh ke arah nya.
"Itu dia, karena cinta itu datang disaat yang tidak terduga." ujarku dramatis
Anisa menghela nafas nya kasar,
"Ani, dengar ya. Aku akan mengejar nya, bagaimana pun caranya." lanjut ku dengan percaya diri
"Kalau dia tidak menyukai mu, bagaimana?" tanya Anisa
"Ya, kejar terus."
"Kalau dia merasa risih?"
"Ah, enggak apa-apa. Dia juga kan membuat orang-orang disekitarnya risih. Anggap saja aku memberinya sedikit pelajaran." balasku dengan meyakinkan.
"Terserah!"
Kali ini aku harus terang-terangan menyukai nya, karena mencintai dalam diam itu tidak menyelesaikan apapun. Pikirku
***
Pagi ini, aku bersemangat untuk pergi ke sekolah hanya untuk melihat Rain. Sesampainya di sekolah, aku melihat ketiga teman ku berjalan di koridor sekolah lalu aku berlari untuk menyamakan langkah kaki ku dengan mereka.
"Pagi teman!" sapaku kepada tiga temanku, Anisa, Andin, Herni.
Mereka berhenti berjalan, lalu menoleh ke arah ku.
"Kenapa? Orang cuek dan penuh rahasia di sekolah tiba-tiba berubah menjadi ceria dan tidak tahu malu." celetuk Andin
"Karena hari ini aku mau menyapa Rain." balasku dengan senyuman percaya diri
"Memang dari awal sudah kebaca dari tampang mu!" ketus Anisa
"Pasti kalian bertiga udah tahu kan, kalau mulai sekarang Rain adalah cinta pertama dari seorang Kanzia." ucapku dengan dramatis dan meyakinkan.
Ketiga teman ku muak dan menghela napas, lalu meninggalkan ku pergi ke kelas.
"Eh, kok kalian tidak mau mendukung ku?" tanyaku serius
Mereka bertiga lalu menoleh ke belakang.
"Bukan tidak mau, cuman ya nggak yakin." celetuk Anisa
"Jangan menyukai nya. Nanti dia menyakiti mu seperti dia menyakiti murid lain." pinta Andin dengan lirih, ia terlihat khawatir.
"Nanti sekolah ramai dan berisik juga pastinya gara-gara gosip." lanjut Anisa
"Jadi aku harus bagaimana?" tanyaku sembari menundukkan kepala ku.
"Kalau aku sih dukung, cuma masalah nya bukan itu." ujar Herni
"Apa masalahnya?" tanyaku pada Herni sembari bersemangat.
"Ketua kelas dan para gadis lain lah." balas Herni
"Aku sih nggak ada masalah soal itu, perasaan seseorang kan hak pribadi dan oranglain nggak bisa ikut campur. Cuma ya, aku tetap tidak setuju!" ujar Andin
"Kamu kan tahu dia bagaimana, Din." kata Anisa
"Iya, dia menyebalkan sekali."
"Menyebalkan nya bagaimana sih? Aku kan tidak tahu seberapa menyebalkan nya dia bagi kalian?" tanyaku.
Memang benar, dia menyebalkan. Tapi aku tidak tahu seberapa menyebalkan nya Evi bagi teman-teman ku.
"Dia lebih menyebalkan dari yang kamu kira!" putus Anisa sembari pergi meninggalkan kami.
---------