Lardo menatap tajam Lalita, kau sudah siap.
"Sudah, sir"
"Kita berangkat sekarang", Lardo menarik tangan Lalita
"Tapi Robi Sir!"
"Bajingan itu tidak akan ikut". Biarkan bajingan itu menikmati waktunya. Seorang supir membukakan pintu untuk Lardo. "Berikan alamat tujuan kita pada supir"
"Lalita mengangguk".
"Sir..!".Panggil Lalita.
"Hemm"
Lalita merasa sangat penasaran, bagaimana Lardo mengetahui tentang keberangkantannya ke Sukabumi. "Darimana anda tahu keberangkatan saya ke Sukabumi?"
Lardo menatap datar Lalita. Untuk apa kau bertanya?
Lalita merasa kesal. Lardo bukan menjawab pertanyaannya, malah balik bertanya. Sudah tidak apa-apa, jawab Lalita kesal. Seharusnya anda menjawab pertanyaan saya bukannya malah balik bertanya. Lagipula kenapa anda ikut ke Sukabumi, apa urusan anda mengikuti saya seperti ini, apa anda tidak tahu kalau ini masalah privasi saya?.
Lardo mengabaikan kemarahan Lalita. "Menarik Lalita mendekat, mengunci tatapan Lalita, aku suka melihatmu marah, kamu tampak mengairahkan".
Lalita menahan napas, jantungnya berdegub kencang, mata itu menatap Lalita hangat dan ada sesuatu yang Lalita tidak ketahui terpancar dari mata yang biasanya menatapnya dingin.
Sir, kenapa anda…..Lalita tidak tahu bagaimana mau mengatakannya____", Lalita menatap Lardo spontan mengigit bibir bawahnya.
Lardo mengeram. Menunduk melumat bibir Lalita, jangan pernah mengigit ini tunjuk Lardo pada bibir Lalita di hadapanku. Aku tidak akan tahan untuk tidak menciummu.
Lalita terkesiap. Entah sudah berapa kali Lardo menciummunya dibibir. "Sir!"
"Kita selesaikan urusanmu di Sukabumi setelahnya aku akan mengklaimmu menjadi milikku, suara Lardo serak. Sebelum kembali melumat bibir Lalita.
Phonsel Lalita bergetar.
Lalita berusaha mendorong Lardo. "Sir!", hentikan aku harus mengangkat telphone.
"Shit….!!", maki Lardo, matikan phonsel sialamu Lalita bentak Lardo kesal karena kegiatannya terganggu.
Lalita mendorong dada Lardo. Aku mohon, aku harus menjawab panggilan telponku.
Hallo…..", aku sudah di jalan. Sepuluh menit lagi aku sampai, jangan pernah menyetuh Rita. Jika kau melakukannya aku akan membunuhmu, kau dengar. "Ya aku membawa apa yang kau minta".
Satu alis Lardo terangkat. "Rita"
"Rita", saudari perempuanku, aku ke Sukabumi untuk menjemput Rita dari kakak iparku dan keluarganya yang sudah tidak menginginkan Rita menjadi anggota keluarga mereka lagi. Mereka juga meminta uang tebusan, jangan anda tanya apa yang terjadi, karena saya tidak tahu apa-apa. "Lalita menahan tangis.
Tujuan saya ke Sukabumi bukan untuk berlibur sir, dan saya tidak mengerti kenapa anda ikut bersama saya. Air mata Lalita akhirnya tumpah. Lalita tidak kuat membayangkan keadaan Rita sekarang. Bagaimana seorang suami tega memanggil isterinya sendiri sampah dan juga makian lainnya.
Lalita menoleh menatap Lardo dengan tatapan sedih, apa wanita miskin seprti kami tidah berhak bersanding dengan pria kaya seperti kalian?, apa jatuh cinta pada pria kaya seperti kalian tidak seharusnya menjadi mimpi kami?, apa wanita miskin seperti kami benar-benar tidak layak untuk kalian pria kaya?.
Rita tidak pernah bermimpi menjadi cinderllela. Cinta mas Bambang menempatkannya menjadi cinderllela yang tidak pernah diimpikan Rita. Tapi mengapa sekarang kisah itu berubah. Cinta yang awalnya mengebu dan penuh pemujaan berganti menjadi makian dan sumpah serapah yang menyakitkan.
Lardo menarik Lalita kedalam pelukannya. "Lardo tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan Lalita. Karena cinta tidak ada didalam kamus Lardo. Sebagai jawabannya Lardo menanyakan berapa uang tebusan yang diminta Bambang?
Lalita mengeleng. "Anda tidak perlu tahu, saya sudah menyiapkannya"
"Tuan muda, kita sudah sampai"
Toyo supir pribadi Lardo, menghentikan mobil tepat di depan gerbang besar, sebuah rumah yang tampak megah dan mewah.
Lalita menatap gerbang besar di depannya dengan perasaan sedih. Dulu Lalita datang dengan senyum bahagia. Rita dan Bambang menyambutnya dengan pelukan hangat. Hari ini Lalita datang untuk membawa Rita pergi dengan perasaan tak menentu.
Lardo menyentuh lengan Lalita, kita turun sekarang.
"Saya akan turun sediri sir, anda bisa kembali ke hotel. "Terima kasih atas tumpangannya".
"Ayo turun", ajak Lardo lembut.
"Sir..please!". Biarkan saya menyelesaikan masalah saya sendiri.
Lardo mentap hangat Lalita, kita akan masuk bersama-sama. Aku tidak ingin kau masuk sendirian ke sarang macan. Lagipula siapa tahu kau bisa memanfaatkan diriku di dalam sana. Lardo mengedipkan satu matanya pada Lalita yang menatap Lardo dengan tatapan bingung.
"Sir_____".
"Terlalu berisik". Setelah mengatakan itu Lardo membungkam mulut Lalita dengan menarik tengkuk Lalita. Melumat bibir Lalita, aku marasa bibir ini seperti candu bagiku sayang, suara Lardo terdenga serak. Berhenti memprotes keputusanku Lalita. Kalau terus seperti ini kita tidak akan masuk kedalam untuk membawa saudarimu keluar. Lardo mengakhiri lumatannya dengan mengigit lembut bibir bawah Lalita.
Lalita mengatur napasnya yang memburu, wajahnya bersemu merah, Lalita menyentuh bibirnya yang terasa membengkak.
"Kau siap untuk masuk?", ayo!. Lardo mengenggam lembut tangan Lalita
Lalita menganggukan kepala
Lardo menatap gerbang besar di hadapannya, telphone mantan kakak iparmu. Beritahu kalau kita sudah berada diluar gerbang rumahnya. "Lalita melakukan apa yang diperintahkan Lardo.
Lardo menekan nomor Robi. "Bagaimana liburanmu bajingan, apa kau menikmatinya?
Robi mengerang malas, ayolah bos baru satu jam yang lalu kita berpisah dan kau sudah sangat merindukanku. Anda tidak lupa dengan janji anda kan' sir. Mulai hari ini dan tiga hari kedepan anda tidak akan menghubungiku, tidak ada tugas, tidak ada perintah apapun dan tidak ada panggilan, anda beruntung saya masih mengaktivkan phonsel saya pagi ini, Baiklah cukup basah basinya. Katakan apa yang anda inginkan sebelum saya menonaktivkan ponsel kata Robi malas.
Lardo mendengus kesal. "Jaga sikapmu bajingan, aku bisa memecatmu sekarang juga. "Bersiaplah!, Toyo akan menjemputmu. Aku ingin kau menyiapkan sebuah cek dalam jumlah cukup besar. "Tidak ada protes Robi setelah kau menyelesaikan tugasmu kau bebas berlibur dengan fasilitas penuh dariku sebagai bonus.
Pintu gerbang besar di hadapan mereka terbuka. "Ayo masuk, ajak Lardo, melihat Lalita yang tampak melamun. "Lardo mengengam tangan Lalita erat, jangan takut kau aman bersamaku bisik Lardo tepat ditelinga Lalita.
Lardo memperhatikan tiga pria berbadan besar yang mengawal mereka masuk kedalam bangunan mewah di hadapan mereka. Berlebihan….tampaknya keluarga iparmu cukup kaya, kata Lardo meremehkan.
Bambang menatap adik iparnya dari tangga teratas, jadi kau datang juga adik ipar, kau tidak datang sendiri rupanya. Bambang menaikan satu alis pada tangan Lalita yang digengam pria yang wajahnya sangat familiar bagi Bambang. Kau membawa seorang pria bersamamu, apa pria itu tangkapan besar?.
Lalita mengabaikan sindiran-sindiran Bambang. Menatap sekelilingnya mencari keberadaan saudarinya, dimana Rita?"
"Kau sudah tidak sabar bertemu saudari jalangmu. Bambang menuruni tiap anak tangga dengan tatapan tajam terhunus pada Lalita. Aku akan membawanya keluar kau tidak perlu cemas, aku sudah tidak membutuhkan jalang itu di rumahku. Aku bahkan sangat jijik dengan keberadaannya di rumahku.
Kau tahu adik ipar, tanganku sudah sangat gatal untuk melenyapkan saudari jalangmu, tapi mengingatmu, aku mengurungkan niatku. Bukankah aku sangat baik dan penuh pengertian. Bambang mencengkram kuat selasar tangga. Tatapannya semakin tajam, tapi saudari jalangmu sangat tega menghianati cintaku yang tulus. Aku memuja Rita dengan sepenuh hatiku, seluru cinta dan bahkan aku rela memberikan nyawaku hanya untuknya.
Tapi apa yang Rita lakukan dibelakangku sangat-sangat tidak termaafkan. Awalnya aku tidak mempercayai semua bukti yang diberikan kedua orangtuaku. Karena aku mempercayai Rita sepenuh hatiku. Aku mengabaikan seluruh bukti yang diberikan orangtuaku. Sayangnya setelah melihat semua tindak binal Rita dengan mataku sendiri aku tidak tahu harus melakukan apa. Membunuhnya itu hanya akan mengotori tangan dan refutasiku.
Kau tahu adik ipar, bahkan setelah melihat dengan mata kepalaku sendiri perbuatan binal Rita, aku tetap mempertahankan Rita di sisiku. Karena aku tidak bisa hidup tanpanya, tapi Rita tidak berubah tidak menghargai perasaanku dan perjuanaganku malah Rita semakin gila bermain dibelakangku. Rita membawa pria asing ke ranjang kami. Bambang mengeleng-gelengkan kepala mengenyahkan bayangan menjijikan Rita bersama pria asing di atas ranjang mereka. Hal itu tidak dapat aku maafkan. "Tidak bisa", hal itu sangat-sangat menyakitiku dan menghancurkanku.
Hanya kerena aku masih memiliki sedikit belas kasihan aku tidak membiarkan Rita dibawa oleh bajingan-bajingan keparat itu. Jika tidak kau tidak akan bisa bertemu dengan saudarimu lagi.
Bambang sampai di hadapan Lalita. "Sekarang tunjukan apa yang aku minta di telephone. Setelahnya kau bisa membawa saudarimu.