Chereads / PEDIHNYA JADI ISTRI KE DUA PAK DOSEN / Chapter 10 - MELANJUTKAN CERITA INDAH

Chapter 10 - MELANJUTKAN CERITA INDAH

"Hai..ada matahari terbit..." teriak Septia dari dalam mobil sambil menunjuk lingkaran besar dengan kemilau oranye yang menyembul dari ujung pantai. Indah nian kuasa Tuhan membuat takjub semua yang memandang.

Sebagai teman lelaki sudah menggelar alas untuk sholat subuh berjamaah ditepi pantai. Momen yang tidak akan terlupakan. Ketika rangkaian ayat Allah dibacakan diantara debur ombak pantai.

Keindahan yang demikian menggoda, maka nikmat tuhan yang mana lagi yang engkau dustakan?

Kami semua turun bersiap untuk menikmati sarapan pagi sudah kami pesan diwarung yang berada ditepian pantai. Ikan bakar dan daun singkong, juga daun pepaya rebus ditambah sambal, makannya ditepi pantai. 

Uhuu, eksotik sekali. Saat semua duduk melingkar, tiba tiba pak Budiman bangkit dan memilih duduk disamping Rania. Rania sontak terkejut.

"Mau duduk dekat pacar baru," ucapnya.

"Apa?" semua yang mendengar memekik histeris

"Sejak kapan?" Tanya Arifin dengan mulut penuh makanan.

"Tadi malam" jawab pak Budiman santai.

Semua yang mendengar saling berpandangan. Ada takjub di mata mereka, hingga Septia pun bertanya

"Beneran?"

"Iya" Rania menjawab sambil menunduk, bila tidak begitu ia khawatir kebohongan dimatanya akan nampak.

Dirinya dan Septia memang baru kenal tapi persaudaraan diantara mereka sangat erat tak terpisahkan hingga menjadi tidak mungkin Rania membohongi Septia. Namun ia ingat pesan pak Budiman semalam untuk tidak menyatakan kebenaran meskupun dihadapan Septia.

Mereka sedang berpura pura menjadi sepasang kekasih agar pak Budiman mempunyai legalitas untuk duduk berjajar bersama pak Leo demi membicarakan status Rania. Mereka berdua sedang memasang perangkap agar mangsa tertangkap dan untuk itu diperlukan ke hati-hatian dalam bersikap agar tidak menimbulkan kecurigaan.

Kali ini Rania tidak boleh gagal, ia harus berhasil membawa pak Leo masuk dalam perangkapnya. Harus.

"Kamu yang bawa mobil bu Rania" ucap pak Budiman pada Arifin yang masih merasa tidak percaya pak Budiman da Rania bisa jadian secepat itu.

Tadi malam saat dirinya dan teman temannya tidur pak Budiman dan bu Rania membuat komitmen. Apa mungkin?

"Hallo, Rif" suara pak Budiman mengagetkan Arifin. Arifin benar benar terpana.

"Oh, iya pak. Siap." jawab Arifin mendadak gagap.

"Septia tetap di mobil bu Rani, biar bu Rani duduk dekat saya." pak Budiman bicara sambil menyentuh telinga Arifin sedikit berbisik.

Kontan Arifin terkesima, tumben pak Budiman genit. Biasanya beliau orang yang cuek dan biasa biasa saja, apakah ini efek jatuh cinta? Arifin menggeleng-gelengkan kepala heran. Mereka pun sepakat meninggalkan pantai Batakan yang penuh cerita.

Rania duduk disamping pak Budiman bersama teman-teman yang lain dibelakang. Canda candaan lucu keluar dari mulut mereka.

"Serius ya pak Budiman dengan kak Rani?" tanya Septia di mobil yang ia naiki.

"Sepertinya begitu." jawaban dari bangku belakang pun muncul.

"Semoga saja kak Rania tidak dibuat sakit hati lagi" Septia berbicara seolah pada dirinya sendiri.

"Kalau ada dosen pernah bikin bu Rania sakit hati , itu namanya oknum, say. Seperto juga insinyur, polisi, guru, tukang bangunan dan para lelaki yang lain yang baik banyak banget yang buruk dan tidak berperasaan juga ada. Itu yang dilanggil oknum."

"Nah betul kamu Ratih, jempol" jawab Arifin sambil tetap mengemudikan mobilnya. 

"Seperti juga lelaki disamping mu Septia, kita tidak tahu dia baik atau buruk, hanya perjalanan waktu yang akan menjawab. 

"Dan bila hari ini bu Rania pernah di sakiti oleh seorang dosen seperti pak Leo bukan berarti dosen yang lain juga memiliki karakter yang sama."

"Kok, jadi aku sih." Arifin berteriak membuat semua terbahak bahak.

"Tapi itu fakta Septia, seseorang bisa dikatakan baik atau tidak , jujur atau pembohong justru setelah kita melewati banyak sekali perjalanan. Setelah melewati susah dan senang." Arifin berkata sambil menepuk-nepuk paha Septia.

"Tapi sepanjang pengetahuanku pak Budiman orang baik dan bertanggung jawab kok." Arifin menambahkan yang di sambut dengan kalimat.

"Huuu dasar seperguruan pasti membela."

"Uy pak sopir kalau ngomong gak usah pakai nepuk-nepuk paha dong." suara dari belakang tetiba muncul.

"Kesempatan bro," ucap Arifin sambil matanya menengok kaca spion.

Perjalanan yang indah membuat aura kebahagian keluar dari jiwa mereka. Tanpa mereka sadari, nanti setibanya di kampus mereka mempunyai tugas baru.

"Menjadi saksi antara hubungan pak Budiman dan Rania"

Pertanyaan akan banyak datang di redaksi mereka .

Pak Budiman, Rania juga teman-teman yang lain pun bercanda ria di mobil mereka. Masih seputar topik hubungan antara pak Budiman dengan Rania. Melintasi jalanan berkelok dan mendaki bersama dengan teman-teman seperjuangan adalah hal terindah dalam hidup. Bisa berbagi tawa juga canda, kejadian ini tidak akan bisa terulang itulah mengapa mereka yang faham akan sangat menghargai waktu dan kesempatan. Karena sekali waktu berjalan ia akan menjadi kenangan. Kita tak mungkin dapat melaluinya lagi.

Di pelabuhan tanjung serdang, 

Mereka turun dari mobil untuk berpose, aneka gaya dan gerakan. Diantara angin kencang yang mengibarkan jilbab juga rambut mereka. Mereka melempar senyum dan tawa, seolah hanya mereka yang berada di dalam kapal fery ini.

Ada pose berdua ada juga pose bersama-sama. Pak Budiman mendekati Rania.

"Ini saja yang dipake status WA ya"

Rania melihat sekilas kemudian mengangguk setuju. Status whatsApp mereka berdua sama.

Mereka sengaja melakukannya untuk memancing tanya. Pak Budiman sangat yakin pak Leo koleganya akan segera menanyainya tentang hubungan antara dirinya dengan Rania. Pasti itu karena begitulah tipikal beliau.

Benar ternyata, beberapa menit kemudian pak Leo menghubungi Rania. Namun sayangnya Rani tidak ingin menjawabnya.

"Bunda, dimana?"

"Sudah mau pulang kan, sayang?"

"Bunda, tolong balas pesan ayah."

Pesan itu hanya dibaca tanpa dibalas, seperti yang sering pak Leo lakukan padanya. Dulu.

****

Rombongan Rania dan kawan-kawan telah tiba di rumah masing-masing.

Rania pun telah rebah di kamar indahnya. Ia juga sudah menghubungi tukang pijat lulur yang biasa ia panggil. Tubuhnya letih sekali dan butuh perawatan.

Sejak Rania mempunyai banyak uang ia rajin sekali merawat tubuh dan wajah nya. Untuk apa uang banyak bila tubuh kurus kering dan wajah dekil.

"Bunda, sudah tiba di rumah?" Aduh, pak Leo lagi.

Hobi sekali ia menghubungi Rania akhir-akhir ini. Lalu kemarin ia dimana?

Kemarin ia kemana ?

Jangan kan untuk menghubungi berkali-kali bertanya kabar setahun sekali pun tidak pernah pak Leo lakukan.

Kenapa sekarang jadi rajin ?" Rania mendadak bingung.

"Bunda, kenapa hanya di baca ?"

"Bunda tolong jawab satu kali saja bunda dimana?"

Pak Leo masih mengetik pesan di WhatsApp nya namun Rania sudah terlelap tidur.

Keesokan paginya.

Rania bangun dengan rasa malas yang tumpang tindih. Seluruh persendiannya terasa ngilu. Andai tak ingat bahwa sholat adalah kebutuhannya pada Tuhan mungkin saat ini Rania memilih tidur.

Namun bagaimana pun, sholat adalah jawaban bahwa sebagai hamba ia butuh Tuhan Nya itu sebabnya ia lebih memilih untuk membuka mata dan bergegas bangkit. Rania masih ingat pesan ibunda, bahwa sholat dua rakaat sebelum subuh itu jauh lebih baik dari dunia dan seisinya.

Tidak ada alasan bagi Rania bermalas-malasan.

Usai subuh tiba, Rania kembali pada ranjang empuk dan alas nya yang berbau harum.

Sambil menunggu ibu pijat yang janji akan datang.

"Bunda sayang hari ini ayah sudah bisa pulang dari rumah sakit."

"Besok ayah akan ke kampus atau ke rumah mencari bunda, kita perlu bicara baik-baik ya sayang."

Iya in sajalah. Begitu gumam Rania.

"Kak Rani hari ini nggak ke kampus?"

"Kayaknya enggak Septia."

"Oh ya sudah, kirain kangen dengan pak Budiman jadi memilih ke Kampus."

Rania diam, memikirkan kalimat yang baru saja diucapkan Septia.

"Kangen dengan pak Budiman" Oh Tuhan, Rania sampai lupa bahwa dirinya terikat kontrak cinta bohong-bohongan dengan pak Budiman.

Hampir saja ia tertangkap basah dengan kebohongannya.

"Hallo kak, kenapa diam?"

"Oh iya Septia, aku nggak ke kampus. Kalau nanti Septia ke kampus dan bertemu pak Budiman, titip salam ya." Hanya itu kalimat yang bisa Rania tulis diantara kalimat lain yang mestinya lebih layak Rania tuliskan.

"Oke kak Rania, selamat berlibur dan memanjakan diri ya."

"Trims, Septia."

Hingga kami pun saling mengirim emoticon penutup perbincangan.

Sore itu,

ketika adzan ashar usai berkumandang. Seseorang datang memencet bel pagar rumah Rania.

Beruntung Rania telah selesai sholat ashar dan mandi.

Setelah terapi pijat lulur tadi tubuhnya terasa sedikit segar.

"Siapa ?" tanya Rania pada pembantu nya.

"Bapak yang tempo hari itu, ibu."

"Yang mana ?"

"Bapak dosen yang bila datang sering membuat ibu menangis."

Rania mengernyitkan dahi, lalu membuka tirai pembatas antara ruang tengah dengan ruang tamu nya.

"Oh, pak Leo"

"Namanya pak Leo ya, Bu ?" 

"Iya."

"Disuruh masuk ya, Bu ?"

"Iya, silahkan saja."

Pak Leo masuk, setengah berlari menuju ruang tamu Rania.

Rania menjumpai pak Leo dengan baju santai dan jilbab.

Mereka terdiam, hanya gemericik suara air di aquarium yang menjadi nada pertemuan mereka sore ini.

"Ada apa ?"

Tanya Rania pada pak Leo, yang di tanya diam tidak menjawab.

"Ada apa ?" Ia bertanya lagi. Hening sesaat.

"Ayah tadi ke kampus, ayah pikir bunda sudah di kampus." Pak Leo bicara.

"Ayah nggak melihat bunda tapi bertemu Septia teman dekat bunda." Pak Leo memberi penjelasan.

Oh rupanya Septia ke kamus, dasar wanita satu ini tidak betah kayaknya untuk nggak ketemu Arifin meski sedetik.

"Ayah kaget dengar kabar dari Septia itu sebabnya ayah ke sini."

"Kabar apa ?" Tanya Rania sedikit menyelidik. Rania masih bersikap biasa. Rasa ingin tahu nya tak terlalu ia umbar toh nanti bisa bertanya langsung pada Septia.

"Bunda,"

"Iya, ada apa ?"

"Bunda beneran pacaran dengan pak Budiman ?"

Oh, God. Septia cepat sekali menyampaikan kabar ini. Bukankah seharusnya Septia bilang dulu padanya. Aduh Septia ....

Rania mengagumi kehebatan teman dekatnya, Septia.

"Bunda,"

"Iya"

"Bunda jujur saja pada ayah." 

Ya Tuhan, kalau aku belum menjawab bukan berarti aku ingin berkilah dari mu, Pak Leo yang manis. Suara batin Rania mentertawakan ini semua.

"Iya, memang benar ayah." Akhirnya Rania angkat bicara. Mengeluarkan sebuah pernyataan sebagai jawaban atas pertanyaan pak Leo.

"Sejak kapan bunda ?" Pak Leo bertanya lagi.

"Sejak kemarin di pantai Batakan." Rania memberi penjelasan.

"Bunda seharusnya tidak melakukan ini. "

"Lho kenapa ?"

"Bunda masih terikat pernikahan dengan ayah. Kita belum bercerai bunda."

Huft, andai tidak ingat tentang hukum pasti hari ini juga meja kaca di depan Rania sudah berpindah ke wajah laki-laki di depannya.

'Masih terikat pernikahan?' artinya masih suami ? begitu kah ?

Lalu suami mana yang tidak memberi nafkah pada istrinya selama lima tahun ?

Suami mana yang membiarkan istrinya menanggung semua kepahitan seorang diri ?

Suami mana yang membiarkan istrinya tanpa bimbingan agama?

Suami mana yang membiarkan istrinya keluar masuk whatsApp kawan-kawannya bila lapar melanda dan ia sudah tidak punya jalan keluar ?

Suami mana yang tega membiarkan istrinya membawa amplop berisi lamaran pekerjaan dari satu kantor ke kantor yang lain ?

Suami mana yang tega membiarkan istrinya meratapi sakit yang melanda anaknya sedang dia sendiri tidak berdaya ?

Suami mana yang membiarkan istrinya menangis tersedu-sedu tanpa tangan kekar yang memberinya kekuatan saat putranya menghadap yang Maha Kuasa?

Suami mana yang membiarkan istrinya menahan perih di pemakaman putranya ?

Suami mana yang tega melakukan semua itu sedang dirinya berada dalam gelimang harta ?

Suami mana yang tega melakukan semua itu hanya karena takut pada istri yang lain ?

Yang bisa melakukan semua itu hanya Lelaki 'Jadah' yang tidak pantas di beri gelar terhormat dengan sebutan SUAMI.

Karena suami itu pembawa kunci sorga dan pembawa kunci sorga bukanlah lelaki jahanam

Karena tidak ada daftar nama Jahanam dalam deretan nama indah sorga.

Hati Rania berdarah.

Luka yang mengering namun bernanah itu kulitnya mengelupas membuat luka baru yang teramat pedih.

"Pak Leo bisa pulang sekarang." Usir Rania geram.

"Kita masih belum selesai bicara bunda" Suara Pak Leo mulai meninggi.

"Jangan meninggikan suara disini, Pak."

"Bunda pasti sudah terpengaruh pak Budiman, besok ayah akan datangi pak Budiman untuk bicara."

"Aku sedang tidak terpengaruh siapapun, ayah sayang. Aku sedang terpengaruh iblis. Jadi sebelum aku semakin kalap aku minta ayah K E L U A R.!!!"

Rania menahan gejolak hatinya yang meletup-letup.

Pak Leo bangkit memandang Rania lekat. Lalu melewati pintu rumah dan pergi.

Rania membanting pintu itu dengan sangat keras hingga jendela kaca di samping pintu itu bergetar.

Rania terdiam, ia duduk dilantai dibelakang pintu ruang tamunya. Ia menangis, menangis begitu dalam.

Andai ada hukum dunia yang memuat tentang perlindungan pada wanita. Andai saat ini ia adalah wanita kaya raya. Andai ia memiliki kekuatan. Ia pasti akan menuntut keadilan pada pakar-pakar hukum yang sering sekali memperdebatkan tentang ilmu-ilmu hukum di acara-acara seminar. Agar kasusnya di bahas. Secara hukum agama dan negara, sudah jatuh kah talak pada dirinya bila menelaah kasusnya. Agar tidak ada wanita malang yang mengalami nasib serupa seperti dirinya.

Namun sayang, hari ini Rania belum menjadi siapa-siapa.

Rania hanya bisa menuntut keadilan di Padang Mahsyar kelak.

Keadilan dari Tuhan Nya.

Tuhan yang selalu membisikkan damai pada tiap Firman-nya.

"Selalu ada hadiah bagi orang-orang yang sabar."

Percayalah

.