Di kamar. Arista duduk di kursi depan meja belajar, di sebelah kirinya jendela kaca terbuka lebar, angin pagi berembus dingin, gadis itu termenung menatap Ara yang masih betah berdiri di bawah guyuran hujan. Meskipun tubuh transparan nya tidak basah tetap saja, kekhawatirannya pada Ara memenuhi hatinya.
Arista menyentuh ujung matanya, menatap mata hitam itu dari pantulan kaca jendela.
"...Apakah kau sudah melihat semuanya dengan mata ini? Apakah kau juga sudah bertemu dengan mereka yang telah pergi, hingga kau sangat terampil dalam mengendalikan emosimu.. Ara, apa yang kau sembunyikan, kenapa begitu banyak rahasia yang kau simpan bahkan sampai kau membawanya meninggal.." gumam Arista.
Arista menghela napas, dia benar-benar tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaannya saat ini, semua bercampur aduk menjadi satu, dia juga tidak tahu harus menyelesaikan bagian yang mana terlebih dahulu, karena semuanya sama pentingnya.