Ponsel di saku Ramazan berdering, nama Arista tertera di layar. Senang. Dan ragu, apakah telepon itu harus di angkat atau tidak. Otak kiri yang mendominasi pikirannya membuatnya berpikir jernih.
"Halo, Rista.."
Hening. Terdengar kasak kusuk dari seberang.
"Arista?" ulang Ramazan mengernyit.
Arista bicara pelan, dalam suara lirih yang membuat hati Ramazan bergetar "Rama, terima kasih untuk semuanya.."
"Untuk apa?"
"Untuk hari sebelumnya"
Tanpa penjelasan Ramazan sudah tahu kalau hubungan Arista dan Rangga sudah membaik. Andai saja dia melakukan hal seperti itu sebelumnya tidak membiarkan Arista menunggu terlalu lama dan akhirnya menyerah. Tapi semuanya sudah terlambat.