Chereads / Sebuah Kata Kerinduan / Chapter 28 - 28. The memories came back 1

Chapter 28 - 28. The memories came back 1

Ke esokan paginya seperti biasa Ezhar sudah menunggunya di depan kos di atas sepeda cantiknya. Ara terkekeh melihat pemuda tampan mengendarai sepeda yang menurutnya peminim.

"Kemana kita hari ini..?"Tanya Ara ketika berdiri disamping Ezhar.

Pemuda itu tersenyum lembut matanya menatap ke kiri dan ke kanan seperti sedang mencari seseorang.

"Kau melihat apa?"

Ezhar menggeleng lalu meminta Ara untuk naik ke sepeda. Saat mereka baru mengayuh sepedanya di jalan sebauh sepeda menyusul mereka dari belakang.

Ara melotot kaget "Arka! Sedang apa kau di sini!".

"Marathon!"Kata Arka santai masih mengikuti sepeda yang di kayuh Ezhar.

Ara melihat seeda yang di gunakan Arka hanya untuk satu orang, tanpa di minta Ara menoleh ke belakang sedikit jauh tapi ia masih bisa melihat cewek yang bersama Arka semalam di warung bakso sedang kesulitan mengayuh sepedanya atau mungkin dia tidak tahu cara menggunakan sepeda.

Ara terkekeh tangannya memeluk pinggang Ezhar sebagai pegangan, membuat Arka panas melihatnya. Ara memberi kode pada Arka untuk melihat ke belakang sambil berkata "Kau meninggalkan permaisurimu!".

Mendengar itu Arka semakin membenci Amel yang tidak pernah berhenti mengejarnya, bahkan hatinya lebih membenci lagi saat mendengar Ezhar tertawa bahagia bersama Ara.

Arka berteriak dalam hatinya 'Seharusnya dirinya yang bersama Ara bukan spesies karnivora seperti Ezhar'.

Sepeda yang mereka kayuh menuju taman kilisuci tempat pertama kali mereka bertemu Ara sendiri sebenarnya lebih menyukai taman itu dari pada yang lain. Mungkin karena lokasinya dekat, banyak bunga dan sangat cocok untuk latar berfoto.

Ara masih menatap Arka yang bersepeda santai di belakang nya, meskipun ia sedang ngobrol dengan Ezhar tapi tatapan matanya tidak lepas dari Arka. Semakin ia menatap Arka semakin ia merasa wajah lelaki itu tidak asing. Tapi ia masih tidak bisa mengingat selain di kampus pasca.

"Arka..?"Ara tanpa sadar memanggil nama Arka.

"Hm.." Jawab Arka lembut.

"Apa kita pernah bertemu selain di kampus waktu itu?".

Arka tersenyum lalu menggeleng "Siapa yang tahu.."Jawab Arka membuat Ara semakin penasaran.

"Lalu, apa dia permaisurimu?"Tunjuk Ara pada Amel yang sedang ke susahan mengayuh sepedanya.

Tanpa melihat Arka menggeleng dan menjawab "Tidak!"

Ara mengangguk, tidak ada yang tahu sebaris senyum tipis terukir di bibirnya, dan tanpa sebab Ara merasa senang mendengar kalau Amel bukan seseorang yang penting untuk Arka.

"Kau sungguh sangat mirip dengannya! Kadang aku berpikir kalau dia hidup kembali.."

Jantung Ara berdetak cepat ia merasa sedih melihat senyum Arka hilang, seakan ia tidak ingin membuat Arka bersedih.

"Kita sampai.."

Suara Ezhar membangun kan Ara dari lamunannya. Ia turun dari sepeda menatap sekeliling lalu tersenyum lebar "Akhirnya sampai.. Ayo kita berfoto sebagai kenangan! Entah kapan lagi kita bisa bertemu!".

Ara menarik tangan Ezhar memasuki taman tidak lupa ia juga menoleh pada Arka yang berjalan di belakang mereka memintanya untuk ikut juga.

Ketika mereka sedang asik berfoto Amel datang dengan tampang kacau tanpa sadar Ara tertawa melihat penampilan Amel yang menurutnya seperti habis berkelahi dengan orang gila.

"Kau! Dasar penyihir!". Teriak Amel penuh emosi menunjuk Ara yang berdiri di anak tangga masjid an-nur.

"Tenggorokanmu tidak sakit berteriak-teriak terus! Atau setidaknya kau harus malu sedikit! Kau tidak lihat ini tempat apa!"Kata Ara santai.

Ezhar dan Arka yang berdiri di sedikit ke halaman masjid terkekeh membuat emosi Amel semakin memuncak.

"Kau! Dasar penggoda sial! Kenapa kau tidak mati saja sepertinya!".

Ara terkejut mendengar teriakan Amel ia bahkan tidak sempat menghindar saat Amel menariknya dengan kuat ke bawah. Membuat kakinya tergelincir di anak tangga dan terjatuh. Kepala Ara membentur lantai cukup keras hingga darah perlahan-lahan mulai membasahi lantai semen dengan warna merah.

Ezhar dan Arka yang berdiri sedikit jauh tidak bisa membantu Ara. Mereka berteriak sambil berlari mendekati tubuh Ara yang sudah tidak bergerak di lantai.

Amel tersenyum bahagia melihat Ara yang tidak bergerak sedikitpun "Mati saja kau!".

Arka mendorong Amel dengan keras hingga membuatnya tersungkur jatuh. Dengan cepat Arka menarik tubuh Ara dan memeluknya sambil menepuk pipi gadis itu perlahan berharap ia membuka matanya. Ezhar bahkan sudah membuka baju kemejanya untuk menutupi darah di kepala Ara, dan menyisahkan baju kaos oblong putih untuk ia pakai.

"Kita bawa dia kerumah sakit!". Kata Ezhar tenang karena ia tidak mau ikutan panik seperti Arka.

Beberapa orang yang melihat kejadian itu ikut membantu bahkan menawarkan mobil mereka untuk mengantar nya kerumah sakit.

RSUD.

Arka duduk di lantai dingin bersandar di dinding ia merasa seperti De ja vu. Saat kecelakaan Ana beberapa tahun lalu ia juga duduk di lorong sepi nan dingin menangis sendirian. Sekarang Ara mengalami kecelakaan tepat di depan matanya tanpa bisa berbuat apa-apa.

Ezhar yang baru saja selesai menelpon mendekati Arka dan menepuk bahunya pelan.

"Dia akan baik-baik saja!" Kata Ezhar menenangkan berbanding terbalik dengan hatinya yang di rundung cemas.

Satu jam kemudian seorang dokter paruh baya dan seorang perawat membuka pintu UGD. Arka dan Ezhar mendekati si dokter.

"Bagaiamana dokter?".

Dokter itu tersenyum dan mengangguk "Semua baik-baik saja! Biarkan dia istirahat di rumah sakit selma dua hari!".

Arka dan Ezhar menghela nafas lega tapi kata-kata domter selanjutnya membuat mereka bingung.

"Apakah gadis itu pernah mengalami kecelakaan parah?".

Ezhar diam begitu pula Arka karena mereka tidak tahu apa-apa tentang Ara. Jika itu Ana maka Arka akan langsung menjawab ya! Tapi ini berbeda.

"Sepertinya dia masih dalam masa penyembuhan, beruntung kalian membawanya ke sini dengan cepat jika tidak saya tidak tahu harus memberi kabar baik atau buruk pada kalian! Kalau begitu saya permisi!".

Arka dan Ezhar mengerut kening bingung lalu mereka berdua masuk ke ruang UGD di sana Ara terbaring dengan infus tergantung di samping ranjang. Kepalanya dililit perban putih ada bercak darah menembus perban tersebut.

Arka duduk di kursi di samping ranjang sedangkan Ezhar duduk di ujung kaki Ara di atas ranjang. Mereka hanya diam sambil terus memperhatikan nafas Ara yang berhwmbus teratur.

"Apakah kita harus memberitahu keluarganya?" Tanya Ezhar memecah kesunyian.

Arka juga berpikir seperti itu tapi ia tidak tahu bagaimana cara menghubungi keluarga Ara.

"Kita tunggu dia bangun dulu..".

Ezhar mengangguk. Ia memang baru mengenal Ara tapi kepribadian gadis itu yang serba sederhana dan tulus membuat Ezhar menyayanginya seperti adiknya sendiri. Di tambah selama bersama Ara kesepiannya selama ini terobati dengan mudah. Ia juga tidak ingin Ara mengalami hal buruk seperti sekarang, selanjutnya ia akan menjaganya dengan baik.

❄❄❄