Chereads / Sebuah Kata Kerinduan / Chapter 18 - 18. Tanpa Rasa Malu

Chapter 18 - 18. Tanpa Rasa Malu

"Kakak hari ini tidak perlu menemaniku! Aku tidak akan berlarian karena akan sibuk di organisasi!". Teriak Ara sambil menuruni tangga tergesa-gesa.

Ara tidak mendengar jawaban tapi ia tahu kakaknya mendengar, karena meratapi coklat semalaman membuat lingkaran hitam di matanya seperti mata panda. Ia menyandang ranselnya santai berlari menuju gerbang di sana Kevin menunggu dengan gaya tampan maksimalnya. Ara hampir tersandung melihat gaya rambut Kevin.

"Ah! Ya ampun mataku!". Ara menutupnya menggunakan punggung tangan seakan silau karena cahaya "Kenapa kau berdandan hari ini! Biasanya juga kacau balau!"

Mendengar nada mengejek dari Ara membuat cowok tampan maksimal itu mendengus "Tentu saja untuk bertemu anggota baru!". Jawabnya cepat.

"Oh! Aku pikir kau akan menyesal nanti!".

Kevin mendekati Ara bingung "Kenapa begitu?".

"Ya, kau akan tahu nanti! Ayo cepat kita hampir terlambat aku tidak ingin membuat ringkasan dengan banyak halaman lagi!".

"Tapi!".

"Apa lagi!" Ara pura-pura kesal padahal ia sedang menahan tawanya tidak sanggup membayangkan ekpresi Kevin saat melihat anggota baru mereka di organisasi.

"Kau hari ini sangat mencurigakan! Kau tidak akan melarikan diri kan! Aku tidak ingin di tembak mati oleh kakakmu!".

Ara berdecak kesal. Mendengar ucapan Kevin entah apa yang dimakannya untuk sarapan hati ini hingga membuat otaknya menjadi rusak.

"Bodoh! Ayo jalan! Kelas pagi ku akan segera di mulai, setelah itu kita akan rapat organisasi". Kevin mencolek Ara "Ya, ampun apa lagi sih!".

"Mm. Itu.."Kevin menggaruk kepala yang tidak gatal dengan ekpresi bersalah campur bingung "Haruskah aku bertanya dulu atau mengatakannya dulu?".

"Kau itu sebenarnya kenapa lagi!".

"Itu.. Apa kau tidak merasa seseorang sedang mengikutimu?".

Ara langsung menoleh kebelakang lihat ke kiri dan ke kanan, saat itu dia menyesal melihat ke kanan matanya melebar kaget lalu dengan cepat beralih menatap Kevin menyeret kerah bajunya untuk mendekat lalu berbisik.

"Kau.. Kenal dia?".

Tatapan tajam Ara membuat cowok tampan pencuri makanan itu berkeringat dingin "Kau,, terlihat menyeramkan!"Tapi Ara sepertinya tidak ingin menyerah "Yah,, sebenarnya dia sepupu jauh ku! Kau ingat beberapa hari lalu aku ingin mengenalkanmu dengan seseorang itu.. Dia!"

"Kenapa dia mengikuti ku?".

Kevin menggeleng "Mana aku tahu? Aku juga ingin bertanya, kau mengenalnya?".

"Ya, Kenal seperti itu saja! Beberapa kali bertemu dengan cara menyebalkan tapi kenapa dia mengikuti ku? Ah tidak! Dia mungkin ada kepentingan datang kesini sebaiknya kau bertanya padanya! Aku harus pergi sekarang!". Ara langsung mendorong Kevin setelah itu berlari kencang menuju fakultasnya.

❄❄❄

Di kelas Ara terduduk bersandar di kursi dengan napas tersengal-sengal, keringat membasahi keningnya.

"Kau kenapa?" Tanya salah satu teman cewek yang duduk di sebelah kirinya.

Ara melambaikan tangannya masih mengatur napasnya "Aku.. Berlari.."

"Kau pucat! Lebih baik kau pulang!"

Ara menggeleng "Mungkin karena haus! Kau punya air? Berikan padaku!".

Temannya itu hanya bisa menggelengkan kepala, meskipun mereka tidak terlalu akrab tapi jika untuk sekedar pelepas teman ngobrol mereka masih bisa di katakan dekat. Teman itu mengambilkan botol minuman dari dalam ransel dan memberikan nya pada Ara.

"Ini..".

Ara mengambil botol tersebut, membuka tutupnya lansung menuangkan air sejuk itu kedalam tenggorokannya.

"Ah... Seger.. Terimakasih! Kau memang temanku yang paling mengerti aku!". Kata Ara dengan senyum gigi kelincinya.

"Ra.."

"Hm.."Ara menjawab tanpa menoleh karena mata dan tangannya sibuk melihat dan mencari buku untuk belajar dari dalam ranselnya.

"Ku pikir orang itu melihatmu? Apa aku salah ya?".

Mendengar itu kepala Ara langsung tegak "Dimana?".

"Itu.."Ara menatap arah yang ditunjuk seketika keningnya berkerut.

"Dia.. Kenapa lagi?"

"Kau mengenalnya?"Ara mengangguk lalu menggeleng membuat temannya bingung "Jadi, mana yang benar! Kenal atau enggak?".

"Dua-dua nya!". Jawab Ara asal.

"Hah?!".

"Sudahlah.. Biarkan saja dia disana! Tuh dosen dah masuk kelas! Kau catat ya seperti biasa mataku mengantuk.."

Sang teman hanya bisa melongok, Ara yang sudah merebahkan kepala di atas meja tersenyum jahat. Jangan salahkan matanya yang mudah mengantuk saat belajar dengan dosen Antropologi itu. Salahkan saja karena dongeng masa muda dari dosen itu sendiri. Lama kelamaan mata Ara berat dan akhirnya ia benar-benar tenggelam dalam dunia mimpinya sendiri.

Satu jam kemudian tidur Ara terusik ia membuka matanya melihat wajah Kevin sangat besar didepan matanya.

"Aahk! Aish kau! Kenapa wajah jelek mu sangat dekat denganku?". Ketus Ara.

"Hei! Kau sendiri yang sangat sulit di bangunkan! Ayo cepat kelasnya sudah selesai dan hanya kau sendiri yang tertinggal untung aku datang kalau tidak kau akan terkunci disini sampai pagi!".

Ara merengut sambil mengambil buku dan memasuk kan nya kedalam ransel tidak lupa ia mengambil kertas nota kecil tertempel di pipinya seperti biasa juga itu pesan dari teman tidak akrab tapi dekat nya yang meninggalkan pesan.

"Jam berapa sekarang?". Tanya Ara.

"Jam empat sore!".

"Oh! Masih ada waktu sepuluh menit lagi! Ayo cepat!".

Kevin mendengus dalam hati rasanya ia ingin berteriak dan memarahi Ara tapi semua keinginan itu tertelan bulat-bulat karena pada akhirnya ia sendiri yang akan di omeli... Ya, apa pun itu jika wanita salah, tetap saja wanita juga yang benar.

Saat mereka akan sampai langkah Ara terhenti membuat Kevin yang tidak memperhatikan menabrak punggungnya.

"Ya ampun, Ra.. Kalau berhenti itu kasih kode dikit dong? Kalau hidung mancung super keren ku ini pesek gimana? Masa-masa jaya ku akan berakhir maka kau harus bertanggung jawab".

Ara mendecak lidah kesal "Kenapa kau sangat cerewet! Itu kenapa mereka berkumpul di luar?".

Kevin melihat sekelompok mahasiswa berkumpul di taman samping, tempat itu memang sejuk ketika sore di tambah pohon-pohon tinggi yang rimbun menaungi mereka.

"Oh! Kalau begitu ayo cepat!".

"Ara..."Bisik Kevin "Setidaknya jangan seret aku seperti ini? Kau seperti menyeret adik kecilmu! Itu membuatku malu".

Ara menghentikan langkahnya menatap Kevin dari ujung kepala sampai ujung kaki lalu mengangguk "Ya, aku salah.. Aku pikir kau masih kecil karena selalu merengek padaku. Ternyata kau sudah tinggi dan tua!".

Mulut Kevin menganga tidak percaya mendengar kata-kata Ara. Gadis itu sekali-kali bicara tapi selalu menyakitkan hati. Tapi Kevin selalu tidak pernah bisa benar-benar marah meskipun ia sering mengomel sendiri di belakang gadis itu.

Mereka akhirnya bergabung dengan kelompok mengatur bagian tugas masing-masing. Karena besok awal libur tenang sebelum ujian mereka memilih kemping di sebuah desa selama tiga hari untuk melepas lelah sebelum ujian semester di mulai dua minggu lagi.

Ara yang sedang asyik main batu gunting kertas bersama empat temannya tersentak kaget ketika namanya di panggil.

"Ya ketua!".

Si ketua yang bernama Lee adalah cowok tampan tinggi bermata sipit dan saat dia tersenyum selalu ada dua lubang kecil di pipinya di tampah gigi ginsulnya yang imut.

Benar-benar pemandangan yang tidak akan bosan jika hanya melihatnya. Dan satu lagi ketua itu juga masih lajang banyak yang melirik bahkan terang-terangan mengirim surat cinta tapi semua itu dia abaikan. Entah seperti apa type gadis yang akan memikat hatinya.

Tapi, anehnya ketua itu selalu mencari Ara untuk urusan sederhana atau pun sebaliknya. Membuat Ara bertanya-tanya apakah di kehidupan sebelumnya ia pernah berhutang pada si ketua itu.

"Kau nanti pergi ke gudang ambil dan catat peralatan yang akan kita bawa pergi!".

"Hm.." Dalam hati Ara meraung sedih... Bisahkah aku mengundurkan diri dari sekretaris yang diperbudak oleh ketua ini!. Ara tersenyum kalem seperti biasa padahal ia ingin menangis. Setiap membuat acara ketua tampan itu selalu menyiksanya dengan cara. Ambil barang itu, catat barang ini, temani aku pergi. Kira-kira seperti itulah penyiksaan yang di terima Ara padahal masih banyak anggota lain yang bisa di minta tolong tapi ketua tampan itu selalu mencarinya. Itulah kenapa Ara tidak menyukainya, karena suka memerintah orang seenak kepalanya.

❄❄❄