Ruangan kelas tempat dimana Larisa duduk, mendadak senyap. Ketika seorang wanita bertubuh tinggi besar memasuki ruangan itu.
Wanita yang berbadan agak tambun namun berwajah sangat cantik ini bernama Amara.
Atau akrab di sapa Bu Amara. Dia adalah kepala sekolah yang baru. Dan mulai bekerja sekitar 3 hari yang lalu. Karna kepala sekolah yang lama baru saja di berhentikan karna kasus korupsi.
***
Bu Amara, masuk ke kelas karna mendengar suara gaduh dari kelas itu.
Lalu dia datang dan memantau keadaan sekitar serta mencari tahu apa penyebab kegaduhan itu.
"Kenapa jam belajar begini kalian malah ribut-ribut?!" tanya kepala sekolah itu dengan tegas dan nada tinggi.
Sontak seisi kelas pun mendadak diam.
"Ayo jawab!" bentak kepala sekolah itu.
Lalu guru mata pelajaran pun mencoba memberi penjelasan kepada kepala sekolah.
"Maaf Bu, tadi ada sedikit insiden. Siswi kami yang bernama Audrey ini tidak sengaja terjatuh," jelas guru itu dengan nada sopan.
"Benar begitu?" tanya Kepala Sekolah bertanya kepada Audrey.
"Iya, Bu! tapi yang membuat saya jatuh itu karna dia, Bu!" Audrey menunjuk kearah Larisa.
Larisa pun hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan wajah ketakutan.
"Tapi Bu, bukan saya, Audrey jatuh sendiri!" ucap Larisa berusaha membela dirinya.
Dan Bu Amara si Kepala sekolah itu langsung terdiam sejenak. Dia memandang wajah Larisa.
"Wajah mu...." tukas Bu Amara sambil memegang bagian dagu Larisa.
Lalu dia melepaskan dagu Larisa dan langsung melihat kearah Audrey.
"Dan kamu!" Bu Amara menunjuk kearah Audrey.
"Sa-saya, Bu?" tanya Audrey.
"Iya kamu! siapa lagi?"
"Terus saya...?"
"Bersihkan toilet, SEKARANG!" sergah Bu Amara.
Audrey langsung menciut dan menuruti perintah Bu Amara, dengan berat hati.
"Dan kamu ... siapa namamu?" tanya Bu Amara kepada Larisa.
"La-Larisa, Bu." jawab Larisa.
Bu Amara mengangguk, "Ayo ikut ke ruang saya!" ajaknya.
Larisa akhirnya masuk kedalam ruangan Bu Amara, dengan perasaan bingung sekaligus ketakutan.
"Ayo duduk!" suruh Bu Amara.
"Ba-baik, Bu!"
Larisa terus menunduk, dan Bu Amara terus memperhatikan Larisa.
"Sungguh, mirip." tukas Bu Amara.
Mendengarnya Larisa merasa bingung, karna dari tadi Bu Amara bicara tidak jelas dan seolah hanya dia sendiri yang tahu akan maksudnya.
"Bu, salah saya apa? dan kenapa Bu Amara membawa saya kemari?" tanya Larisa.
"Ah, tidak. Aku hanya ingin mengobrol santai saja. Karna dengan melihat wajah dan penampilan buruk mu itu membuat ku teringat dengan seseorang."
Larisa semakin bingung saja mendengarnya. Lagi-lagi ada orang yang mengatakan dia mirip dengan seseorang.
'Apa sebegitu pasarannya wajahku ini' batin Larisa.
"Kamu, itu apa tidak ingin merubah sedikit saja penampilanmu?" tanya kepala sekolah itu.
Namun Larisa tak menjawabnya, dia hanya diam karna bingung.
Dan Bu Amara pun langsung melanjutkan pembicaraannya kembali
"Sebenarnya orang semacam dirimu itu akan terus di lecehkan dan di bully, jika terus seperti ini! aku kasihan kepadamu. Karna teman-temanmu tidak suka berteman denganmu. Kalau seandainya aku menjadi teman-temanmu maka aku akan turut membully mu dan mengganggumu, karna kau pantas mendapatkannya!" tutur Bu Amara.
"Tapi Bu, salah saya apa dengan penampilan begini?"
"Jelas saja karna jelek!" ketus Bu Amara.
"Ingat, penampilan yang baik akan menimbulkan kesan yang baik. Jadi aku harap kau mau merubah penampilanmu." Tandas Bu Amara
"Tapi Bu Amara, saya sudah nyaman dengan penampilan ini dan saya tidak mau menjadi orang lain?"
"Dasar bodoh!" bentak Bu Amara, "ini aku berimu modal untuk merubah penampilan mu, karna aku muak melihat wajahmu!" tukas Bu Amara sambil menyodorkan amplop berisi uang.
"Ta-tapi, Bu?"
"Lakukan perintahku, kalau masih ingin tetap mendapat Beasiswa dan ingin tetap sekolah disini!" bentak Bu Amara.
Larisa akhirnya langsung mengambil amplop itu. Dia terpaksa menerimanya, karna takut jika Bu Amara akan murka kepadanya.
"Kalau be-begitu terima kasih Bu, dan saya pamit pulang," tukas lirih Larisa, dengan wajah yang masih ketakutan.
"Hah, selalu saja ada orang semacam itu, dan selalu membuatku muak, melihatnya." Bu Amara kembali memanggil Larisa.
"Hey! Larisa!"
Larisa kembali menengok kearah Bu Amara.
"Aku tidak mau tahu, kamu harus kelihatan berbeda dan cantik besok. Beli seragam yang baru dan rubah semua penampilanmu, termasuk rambut dan kaca matamu. Serta rias wajahmu!" pesan Bu Amara dengan nada mengancam.
"Baik, Bu." Jawab Larisa. Larisa terpaksa mengiyakannya karna dia tidak mau mendapat masalah baru di sekolah itu, di ganggu setiap hari oleh teman-temannya saja sudah membuatnya kesulitan apalagi sampai bermasalah dengan kepala sekolahnya.
***
Dan Larisa akhirnya pulang dengan membawa amplop yang berisi uang itu.
Namun sesampainya dirumah, tiba-tiba dia di kejutkan oleh ayahnya yang harus di bawa ke rumah sakit, saat itu juga.
Dan di saat itu mereka sedang tak memilik biaya untuk berobat.
Akhirnya dengan terpaksa Larisa menggunakan uang dari Bu Amara untuk biaya pengobatan sang Ayah.
"Bu, ini untuk biaya rumah sakit Ayah!" tukas Larisa sambil menyodorkan amplop itu.
"Larisa, kamu dapat dari mana uang sebanyak ini?" tanya ibunya, sambil melihat isi amplopnya.
"Ini dari kepala sekolah untukku," sahut Larisa.
"Tapi, kenapa kepala selolah memberimu uang?"
"Dia bilang uang ini harus di gunakan untuk membeli seragam baruku?"
"Benarkah! baik sekali kepala sekolah itu, sampai memberimu bantuan."
Ibunya Larisa merasa sangat terharu dan sangat ingin berterima kasih kepala sekolah itu.
Namun tidak dengan Larisa. Dia merasa tertekan karna, kepala sekolah itu memberinya uang untuk merubah penampilannya. Karna dia tidak suka dengan penampilan Larisa. Dan terlihat jelas jika kepala sekolah itu memberinya uang bukan karna rasa iba, namun dengan rasa benci dan dengan cara mengancam.
***
"Tapi, Larisa! apa tidak apa-apa kalau kita gunakan uang ini untuk biaya pengobatan ayahmu dulu?" tanya Ibunya Larisa.
Dan Larisa tertegun sejenak. Dia sebenarnya juga merasa ragu jika menggunakan uang itu untuk biaya ayahnya. Sementara kepala sekolah itu menyuruhnya, menggunakan uang itu untuk merubah penampilannya.
Namun Larisa juga tak bisa melihat ayahnya sakit dan melihat ibunya harus pontang-panting mencari pinjaman.
Lalu dengan rasa berat hati, Larisa pun harus berbohong kepada ibunya.
"Tidak apa-apa kok, Bu. Aku yakin Bu Amara tidak masalah kalau aku menggunakan uang ini untuk biaya ayahku," tukas Larisa menenangkan ibunya.
Walaupun sebenarnya dia sendiri merasa tidak nyaman.
****
Esok harinya.
Larisa pun kembali berangkat sekolah seperti biasanya. Dan dengan penampilan yang sama.
Larisa sebenarnya merasa was-was saat ingin memasuki ruangan kelas, apalagi harus melewati ruangan kepala sekolah
Dia takut kepala sekolah akan marah jika melihat penampilannya yang belum juga berubah.
Dan benar saja, saat dia lewat tepat di depan ruangan kepala sekolah.
Bu Amara si Kepala sekolah pun keluar dan bertemu Larisa.
Wajahnya langsung tampak kesal dan marah saat melihat Larisa masih juga berpenampilan yang sama, tak ada perubahan sama sekali. Padahal dia sudah memberikan banyak uang untuk Larisa. Agar Larisa bisa merubah penampilannya, namun pada kenyataannya Larisa masih tetap sama saja.
"Hey! kamu!" teriak kepala sekolah memanggil Larisa dengan wajah menyeramkan.
To be continued