Pelabuhan nelayan, Kota Tinggi. Sore hari.
Chun yang telah pulang kerja lebih awal dari Man atau Ahmad, telah duduk bersama tiga orang nelayan sambil minum kopi, ditemani pisang rebus dan kacang rebus yang dijual oleh istri Man selain nasi dengan aneka sambal yang rasanya sungguh belum ada tandingnya di kedai nasi Kota Tinggi menurut para nelayan.
"Eh, kalian ada lihat tak dua kapal asing yang ada di sekitar perairan dalam?" tanya seorang nelayan tua yang biasa dipanggil pak Ngah. Pak Ngah walau sudah tua, ciri khas seorang nelayan yang memiliki bahu lebar dan otot lengan yang sangat menonjol masih tetap terlihat jelas.
"Oh... kapal besar yang ada meriamnya itu maksud pak Ngah? Kalau itu saya sudah lihat sejak pertama ke dua kapal itu datang dan berhenti di laut dalam." Nelayan lain yang biasa dipanggil Si Keling menjelaskan. Nelayan itu dipanggil keling karena memang kulitnya hitam, terbakar matahari karena sering bertelanjang dada saat melaut.