Malam itu juga tiga orang guru bergegas membuat lubang untuk mengubur mayat cindaku. Mereka khawatir jika tidak cepat dikuburkan akan mengundang datangnya cindaku lain karena bau darahnya.
Guru yang lainnya melakukan patroli. Berkeliling bergantian setiap sepuluh menit sekali di sekitar ruang kamar murid yang lain hingga menjelang pagi.
Engku Utih dan Madi berjaga di dalam aula semalaman, karena Alam dan tiga teman sekamarnya terpaksa tidur di tempat itu karena takut dengan kejadian yang baru saja mereka alami. Cil yang terluka pada tangannya juga telah diobati. Untuk menghilangkan rasa panas dari luka cakar, Engku Utih memberi kompres dari daun bunga raya putih yang cukup berhasil mengurangi rasa panasnya.
Untuk punggung Cil yang cedera, namun tidak sampai ada tulang yang patah juga telah diobati. Cil bisa segera tertidur karena rasa sakit dipunggungnya telah berkurang.