"Tuan muda, sudah waktunya untuk makan malam."
Seorang wanita memasuki kamarku, Wanita itu mengenakan tunik panjang warna putih yang terbuat dari kain wol dihiasi pinggiran merah. Dia sepertinya seorang pelayan keluargaku.
Dalam novel Summons of Hero si pengarang tidak menuliskan ide untuk membuat pakaian maid pada karangannya. Jadi, wanita itu meskipun seorang pelayan dia tidak memakai pakaian maid.
Tapi tunik wanita itu sudah kusam dan kusut menjadi tampilannya begitu tak menarik. Apa dia tak memakai deterjen untuk mencuci pakaiannya? Memangnya di dunia ini ada deterjen? Dengan latar abad pertengahan sepertinya hal seperti itu tidak ada.
Bisa gawat jika memang tidak ada. Aku adalah orang yang memprioritaskan penampilan. Apabila tidak ada deterjen, baju yang warna putihku bisa-bisa memudar serta deterjen juga berfungsi untuk pewangi pakaian.
Langkah pertamaku adalah membuat deterjen terlebih dahulu. Ini merupakan hal penting untukku. Tapi apa dasar dari pembuatan deterjen? Jujur saja aku tidak tahu. Tetapi aku pernah membaca di internet tentang pengganti deterjen dari sebuah bahan alami.
Kalau tidak salah bahan itu berasal dari buah bernama lerak.
Benar, buah lerak adalah pengganti deterjen sekaligus sabun serbaguna. Aku harus mencari buah itu tak peduli apapun.
"Tuan."
Ketika aku tenggelam dalam pikiran, wanita itu memanggilku. Melihat wanita itu, aku teringat kepada pakaiannya yang kusut. Aku juga sepertinya perlu sebuah setrika agar pakaiannya mulus.
"Tuan."
Sekali lagi wanita itu memanggilku. Dia mungkin bingung kepadaku yang tidak meresponnya. Tapi aku masih tenggelam kedalam pikiran untuk masa depanku. Juga aku harus membuat seragam pelayan untuk para pelayan keluargaku.
Ahh, ini terlalu banyak hal yang harus aku lakukan.
"Tuan!"
Sedikit meninggikan suara, sekali lagi wanita itu memanggilku. Dan sekarang perutku mulai berkeroncongan tanda bahwa aku lapar.
"Ya, aku akan ke sana sekarang."
Menanggapi panggilan wanita itu, aku segera pergi bersama wanita itu yang berjalan di depanku sebagai penunjuk jalan. Kebetulan sekali bahwa aku tidak tau dimana ruang makan berada. Dan sekaligus dia adalah pelindung jika terjadi sesuatu.
Pada saat diperjalanan, aku sangat kagum melihat lampu yang bersinar terbuat dari sihir. Wajar saja, bagi orang berasal dari dunia tanpa sihir pastinya akan kagum melihat sihir nyata.
Novel Summons of Hero merupakan novel fantasi pedang dan sihir. Sihir merupakan hal yang sangat langka. Dalam sebuah kerajaan hanya ada beberapa penyihir didalamnya bahkan dapat dihitung dengan jari sehingga para penyihir dilindungi oleh kerajaan bahkan kebutuhannya dibiayai oleh kerajaan.
Hidup sebagai penyihir sepertinya keliatan enak tapi sebenarnya sangat merepotkan, Mereka harus melindungi kerajaan terutama keluarga kerajaan. Selain itu, setiap menjelang malam, para penyihir ditugaskan untuk menerangi kerajaan. Seperti halnya menyalakan lampu di setiap jalan dan terkadang para bangsawan menyewa mereka dengan biaya besar hanya untuk menerangi rumahnya.
Bukankah lebih efisien jika dijadikan seperti matahari? Mungkin itu bisa tetapi membutuh mana yang besar. Pahlawan juga ketika menggunakan sihir dasar saja mengeluarkan cukup banyak mana.
Jika saja ada sebuah alat penyimpan mana ataupun penghasil mana, itu bisa tercipta.
"Kau terlambat."
Ketika aku sampai diruang makan, seorang pria paruh baya yang berperawakan menyeramkan dengan bekas tebasan pedang diwajahnya menegurku yang terlambat. Sepertinya dia adalah ayahku.
"Tidak apa-apa. Dia terlambat beberapa menit saja."
Ada dua wanita di samping ayahku, wanita cantik berambut pirang menenangkan ayahku yang kesal.
"Claus, bukankah kamu tau bahwa ayahmu tidak suka menunggu?"
Dan satu lagi wanita cantik berambut merah menatapku, ia memperingati ketidaksukaan ayahku.
"Maafkan aku."
Aku segera meminta maaf dan dudukku di kursi, Meski tidak tahu kedua wanita ini. Sebenarnya aku dapat menduga bahwa mereka berdua adalah ibuku tetapi yang mana ibu kandungku? Juga aku tidak tahu bahwa si Claus ini memiliki dua ibu.
"Heh, kau meminta maaf?"
Lalu, seorang gadis seumuran denganku memasang wajah merendahkan di samping tempat dudukku.
Siapa gadis ini? Dalam pikirku.
Mungkinkah dia adikku atau kakakku? Mungkin saja. Dia mungkin terlahir dari ibu yang berbeda.
Selain itu, dimeja ini ada lima orang anak termasuk diriku.
"Sayang, kau jangan bersikap begitu terhadap kakakmu!"
Wanita berambut merah menegur gadis di sampingku. Mendapatkan teguran pada dirinya, dia menjadi kesal dan berdiri.
"Ibu! Kenapa kau selalu membela dia meskipun dia bukan terlahir darimu! Juga, bukankah dia anak bodoh di keluarga ini!"
Suasana disekitar menjadi tegang, ayahku. Dia terdiam dan berhenti makan. Wanita berambut pirang juga sama, diikuti ke-lima anak juga.
Aku? Sama, aku juga terdiam. Apa yang dikatakan gadis itu memang benar. Claus Grace Garrington benar-benar bodoh, dia melakukan tindakannya dengan seenaknya tanpa memikirkan konsekuensinya. Dia membiarkan pasukan kekaisaran Andaledo memasuki wilayahnya dan menyebabkan kekaisaran Andaledo dengan mudahnya merebut wilayah-wilayah kerajaan Rorfeld. Entah apa alasannya, dia tak membocorkannya hingga kepalanya terpenggal oleh sang Putri.
"Tarik kembali ucapanmu dan minta maaflah terhadap kakakmu!"
Wanita berambut merah itu tampak marah tetapi dia menahan amarahnya dan menyebabkan urat disekitar dahinya menegang.
"Hah? Meminta maaf padanya? Lebih baik aku mati daripada meminta maaf padanya."
Gadis ini, dia sangat membenciku. Claus apa yang telah kau lakukan terhadap adikmu ini? Aku perlu berusaha ekstra untuk berhubungan baik dengan gadis ini.
Ketika aku mengeluh dalam pikiranku, wanita berambut merah berjalan kearah menuju gadis di sampingku.
Slap!
Wanita berambut merah itu menampar gadis di sampingku dengan keras.
Suasana disekitar menjadi sangat tegang. Wanita berambut pirang segera menyuruh anak-anak lain pergi dan mengantarnya.
Sedangkan, ayahku. Dia menatap kedua perempuan itu.
Setelah menerima tamparan, gadis itu menatapku, Dari tatapannya ada perasaan iri didalamnya. Aku balik menatapnya dan ia segera pergi.
Wanita berambut merah juga pergi setelah menampar gadis itu.
"Claus."
Ayah memanggilku. Dia menatapku.
"Apa ayah?"
Aku menanggapi panggilan ayahku dan balik menatapnya.
"Meskipun kau bodoh, adikmu dulu sangat menyayangimu. Memangnya apa yang telah kau lakukan?"
Aku juga ingin tau, apa yang telah dilakukan si Claus ini? Andaikan si Claus meninggalkan ingatannya, aku mungkin tidak akan kebingungan apa yang harus aku lakukan terhadap adikku ini.
"Aku tidak tahu."
Hanya itu yang kini aku bisa jawab terhadap pertanyaan ayahku.
"Sebaiknya kau ingat-ingat lagi tindakanmu dulu. Kau harus memperbaiki hubungan dengan adikmu."
Memangnya apa yang harus aku lakukan? Mengingat-ingat? Jangan bodoh, bagaimana caranya jika ingatan si Claus tidak ada?
"Aku tidak mengingatnya."
Jawaban ini berasal dariku yang tidak mengingat masa lalu si Claus.
"Claus, aku tahu kau bodoh. Tapi berusahalah untuk memperbaiki hubungan dengan adikmu."
Dua kali dikatakan bodoh oleh ayahku, entah kenapa aku merasa menyedihkan.
"Yah, jika ayah memerintahku. Aku akan memperbaiki hubungan ini dengan adikku."
Memperbaiki hubungan baik dengan adikku sepertinya membutuh usaha yang keras.
"Bagus..."
Ayah mengangguk dan ia melanjutkan makan meski sendirian dan aku juga mengikutinya.
"Oh, aku lupa. Yang Mulia akan kemari bersama sang Ratu untuk mengunjungi keluarga kita."
Tunggu, bukankah seharusnya dia datang kemari bersama Tuan Putri?
"Lalu, bagaimana dengan Tuan Putri. Apakah dia akan kemari?"
"Oh, apa kau tertarik dengan Tuan Putri?"
Dengan sedikit senyuman diwajahnya, ayahku sepertinya mengharapkan sesuatu.
"Aku sedikit tertarik padanya."
Aku tersenyum kecut terhadap ayahku yang tersenyum.
"Bagus," ayahku tersenyum puas dan melanjutkan perkataannya, "Sayangnya, dia menghilangkan beberapa hari terakhir ini."
"Menghilang?"
Aku terkejut. Kenapa dia menghilang? Dalam novel Summons of Hero dia tidak pernah menghilang sama kali. Dia tak pernah sekalipun meninggalkan istana, kalau keluar itu hanya urusan politik. Sama halnya ketika pelamaran denganku.
"Ini adalah sebuah rahasia. Kau adalah penerus keluarga ini, jadilah orang yang dapat dipercaya."
Ayah menatap tajam kearahku. Perawakannya yang menyeramkan membuatku mengeluarkan keringat dingin.
"Baik!"
Dengan cepat dan tegas aku membalas perkataan ayahku.
"Bagus," sekali lagi ayahku tersenyum puas. Ia lalu melanjutkan perkataannya dengan tampang serius.
"Tuan Putri tampaknya telah bergabung dengan Guild petualang selama ini."
Aku sekali lagi terkejut. Tuan Putri yang digambarkan selalu didalam di istana sangat berbeda sekarang. Dia bergabung dengan Guild petualang, sebuah profesi berbahaya yang mengancam nyawa. Mereka disebut petualang bertarung melawan monster yang menganggu petani ataupun yang memasuki pemukiman. Tampak seperti menyenangkan, tapi aku tak mau membahayakan diri.
Tapi, mengapa Tuan Putri menjadi seorang petualang?
"Sejak kecil Tuan Putri telah diajarkan untuk bertarung oleh seorang petualang. Suatu ketika petualang itu mengajaknya bertarung dengan monster hingga akhirnya dia terobsesi menjadi seorang petualang."
Seolah-olah membaca pikiranku, ayah menjelaskannya.
Ini benar-benar berbeda dengan cerita Summons of Hero.
Ayah lalu melanjutkan ceritanya,"Dengan sembunyi-sembunyi ia bergabung dengan petualang. Lalu, sebuah quest datang kepadanya berasal dari kerajaan tetangga perbatasan wilayah kita."
Peraturan guild petualang di novel Summons of Hero adalah tidak terikat dengan kerajaan. Mereka bebas bertindak tanpa peraturan kerajaan. Setiap petualang bebas memasuki kota-kota entah itu berasal dari kerajaan manapun. Juga, mereka bebas menerima quest darimana pun.
"Bukan itu sangat mencurigakan?"
Tentu saja, peraturan mereka dapat dengan mudah disusupi oleh para mata-mata. Mengapa kerajaan Rorfeld mengizinkan guild seperti ini?
"Benar, Itu sangat mencurigakan. Tetapi, mereka adalah sumber daya manusia. Sudah seminggu Tuan Putri tidak pulang. Maka dari itu Yang Mulia datang kemari dengan dalih mengunjungi keluargaku."
Ayah tampak tidak membaca pikiranku. Jujur aku masih penasaran dengan Guild petualang ini. Mereka bertindak sesuka yang dapat membahayakan tanah air. Tapi, tampaknya ayah tak memperdulikannya dan lebih mengutamakan tentang Tuan Putri.
Yah, mau bagaimanapun seorang Bangsawan harus mengutamakan keluarga kerajaan. Aku harus mencari tahunya sendiri tentang guild petualang.
"Begitu, dengan Yang Mulia kemari. Menandakan bahwa jika terjadi sesuatu pada sang putri. Kita bersiap akan menyerang mereka. Ini adalah sebuah ancaman. 'kan?"
Sekaligus ini merupakan kesempatan untuk menginvansi negara lain dengan alasan yang jelas. Negara terbesar kedua setelah kekaisaran, juga menginginkan kekuasaan.
"Oh, meskipun kau bodoh tapi mengetahui hal seperti ini. Aku bangga padamu." ucap ayahku dengan tersenyum bangga diwajahnya.
Aku hanya tersenyum kecut menanggapinya. Serta melanjutkan perkataanku, "Bukankah kita sebaiknya mempersiapkan diri terhadap Kekaisaran?"
"Yang Mulia telah mempersiapkan ini tetapi karena Tuan Putri menghilang. Jadi, Yang Mulia memprioritaskan Putrinya."
"Begitu."
"Yah, Yang Mulia sangat menyayangi putrinya. Begitulah."
"Kalau begitu, ayah. Sebaiknya kita melanjutkan makan malam ini."
Aku melihat keatas meja yang mana makanan telah dingin. Tampaknya kita sangat lama mengobrol.
"Ah, kau benar."
Aku dan ayah lalu melanjutkan makan makanan yang telah dingin di atas meja dan wanita berambut pirang telah kembali dan kami makan bersama.
Ngomong-ngomong apakah dia ibu kandungku? Dari tanggapan adikku sih sepertinya memang benar.
Ah, aku juga harus memperbaiki hubungan denganku. Aku harus melakukan sesuatu.