Tiba-tiba aku merasakan hal yang aneh. Hmm... kita memang terlihat seperti seumuran. Dia juga tidak menampakkan sikap segan padaku. Biasanya akan sangat menyenangkan berteman dengan lelaki seperti dia. Aku melepaskan jemariku dari telinganya yang mulai memerah. Dia nampak pasrah dan terus menggosok-gosok telinganya yang pasti terasa sakit.
Aku meringis. Merasa bersalah.
"Aku benar-benar minta maaf. Karena saudaraku semua laki-laki jadi tingkahku seperti ini di depan laki-laki yang belum ku kenal. Aku kelewatan. Maaf ya To." Ucapku dengan tulus.
Sementara Santo masih sibuk menggosok-gosok telinganya dengan tangannya. Wajahnya terlihat kesakitan. Aku semakin merasa bersalah.
"Maaf sama ndak itu sama saja Nti. Sama saja sakitnya." Aku meringis karena Ia menjawab seabsurd itu. Namun aku juga meringis karena tiba-tiba dia memanggil namaku.