Chereads / Menikahimu / Chapter 5 - Ruang Makan

Chapter 5 - Ruang Makan

Pemuda dengan potongan rambut yang tidak karuan itu duduk, Faisal dan Aidil tertawa, Omanya dituntun Ariana, Rafa datang berjalan cepat lalu menuntun Omanya di sebelah kanan, sesegera pemuda culun itu meraih tangan kanan Omanya lalu mengecup punggung tangan Omanya.

Mereka sampai di meja makan duduk bersama. "Ariana ikut makan ya, lagian Bik Darsih, Bik Lastri, Bik Yah dan Pak Narto ikut makan bersama kami, kamu juga gih, duduk sini," pinta Oma, benar saja di meja besar dan panjang empat meter itu mereka makan bersama tuan rumah dan pegawainya.

"Astagfirullah ...." Oma baru sadar saat melihat penampilan brandal dari Rafi. Rafi dengan santainya menikmati makanan padahal yang lain memandang Oma karena ucapannya.

"Bagaimana kamu bisa kacau, gundul, Pak Narto ambilkan dan cukur dia," titah Oma dengan nada tinggi, semua menahan tawa, cukuran yang tidak bisa diuraikan, atas gundul tapi berponi dan yang belakang di semir warna pelangi, Oma seketika memegang dadanya, semua cucunya beranjak namun kalah cepat dengan Ariana, Rafi melihat gadis cantik itu.

"Oma," panggil semua cucu khuwatir kepada wanita berusia lanjut itu.

'Wau ... Bidadari, berhijab pula, kenapa aku baru sadar kalau ada bidadari di rumah ini, tidak mungkin aku mendapatkannya jika penampilanku seperti ini, jelas ... serumah keren dan rapi, ah ... Aku rela digundul, semoga bisa mendekati suster itu,' batin Rafi.

"Oma tahan ... jangan serangan jantung aku akan gundul sekarang juga. Plis Oma," ujar Rafi segera berdiri dan jongkok, "Habiskan Pak Narto," pinta Rafi Pak Narto memotong rambutnya. "Baru kali ini tukang potong rumput jadi tukang pangkas rambut," ucap Rafi sengaja caper.

"Oma malah asik sendiri. Suster suapin dong," pinta Rafi tapi pelan.

"Apa Mas?" tanya Pak Narto.

"Kapan datangnya Pak?" tanya Rafi.

"Datangnya siapa saya sudah dua puluh tahun Den," jelasnya, Rafi tertawa.

"Mana mungkin aku nanyain Bapak aku tanya soal Suster Ariana, kalau ada yang beningkan aku tidak perlu leluar untuk menlaktir cewek," gumam Rafi keduanya berbincang dan bercanda.

Sedang di ruang makan Faisal merasa kerepotan, Andra yang sudah selesai segera menggendong keponakannya.

Aidil masih berusia dua tahun Bundanya meninggal karena kangker selaput otak, Andra sangat suka sama Aidil keduanya mainan kereta di ruang makan itu.

"Oma aku akan pergi ke Paris, Oma kira-kira ada tidak baby sister tidak ya? Bi Yah Bi Darmi sudah lelah mengerjakan tugas rumah, kira-kira ada tidak yang mau bekerja sebagai baby sister?" tanya Faisal.

"Aku punya kenalan Mas, Mbak Aisyah pasti dia mau, dia Kakak kelas tiga angkatan, aku kelas 3 SMP dia kelas tiga SMA, dia baru berhenti kerja, tadi melamar di kantor sebagai cleaning servis tapi karena sudah ada jadi, ditolak, dia baik berhijab pula, kalau Mas mau nanti aku hubungi dia," jelas Rafa.

"Boleh juga," ucap Faisal tidak keberatan.

"Boleh jadikan Bunda juga ya Dil ...." sahut Andra sambil ngemil.

"Oma akan menikahkan kamu dulu, besok pagi kita semua ke Bogor kita nikahkan Kakak dan Pakdenya Aidil itu," sahut Omanya kesal, Andra menelan sakiva, menatap Omanya dari kejauhan dan yang lain hanya menahan tawa.

"Oma kok meragukan barang milikmu, ups ada Ariana," ucapan selanjutnya dan sadar, Ariana merunduk malu dan para pegawai tertawa kecil.

"Puasnya ... Oma mempermalukanku, sudah ayo solat magrib," ajak Andra.

"Alhamdulillah ... Akhirnya mau ajak-ajak," ledek Faisal mereka selesai makan dan bersiap-siap solat magrib.

Dalam mushola keluarga yang menjadi imam adalah Faisal, semua berpakaian bersih pemuda culun melepas kaca matanya saat solat, dia ganteng sih jika tiada kaca mata.

Rafi pun yang biasanya tidak pernah ikut solat dia solat dengan mengenakan sarung dan baju takwa. Saat solat matanya terus melirik ke arah satir, di mana Omanya dan para wanita menjadi makmum, Andra terlambat.

"Pak de ... Pak de ... Ajak, ajak tapi masbuk," tegur Aidil dengan suara kecilnya, karena sering mendengar ucapan eyang buyutnya dia mencetuskan ucapan itu. Andra pun segera mengikuti imam.

Sudah menjadi kebiasaan setelah magrib kalau berada di rumah semua harus mengaji, Rafi pun mengaji dengan suara lantang.

"Da ... Li, likal kita, kita bula la roi roi,"

"Les ngaji dulu sama Mas Isal, sok bisa tapi kayak begitu, kalau belum bisa lirih. Beklak-blekuk," tegur Omanya.

"Kalau belum bisa biar ada yang membenarkan Oma," bantahnya. Sedang Aidil sudah sangat Fasih membaca huruf hijaiyah yang disimak Rafa.

'Niatnya caper Oma malah membuatku malu,' batin Rafi maju ke Faisal dan mulai mengaji. Andra sudah menyelesaikan surat Yasin, dan Arrahman, dia berdiri lalu duduk dan mengecup tangan Omanya.

"Oma ... Aku takut aku tidak bisa mencintai Ros," ucapan didengar Ariana, Ariana merunduk entah apa yang ada dihatinya tentang keluarga besar AlFarisyi.

"Tapi aku sudah janji dengan Oma, aku akan bersi keras doa kan ya Oma," pintanya.

"Oma sangat yakin kamu pasti bisa membuka hati untuk Ana, sudah Oma persiapkan sebentar lagi seserahannya akan datang, coba lihatlah," pinta Omanya.

Ting!

Tung!

Assalamualaikum

Omanya melepas mukena "Ariana selesaikan dulu ngajinya ya," ujar Omanya, Andra menuntun Oma keduanya berjalan, keluarga kaya raya itu memesan segalanya.

Pak Narto sudah membukakan pintu, datanglah barang dan gaun mewah berwarna putih dan jas yang jelas cukup mahal, pernik dalam gaun itu juga sangat indah, Omanya duduk, datanglah disaener bercadar, saat itu Andra fokus ke ponselnya.

"Jadi bagaimana Oma? Mau pilih cincin yang mana untuk pernikahannya?" suaranya lembut, Andra membulatkan mata menatap wanita itu.

"Siapa namamu?" sontak Andra bertanya.

"Syakila," jelasnya.

"O, maaf," ujar Andra lalu duduk, dia menjelaskan segala macam kedetailan dan keindahan dari rancangannya.

'Kenapa aku sangat yakin kalau dia adalah Nayla, suara nada yang sama, di mana saat aku mendengarnya aku tidak mau berpaling, kenapa ini filling atau apa? Aku sangat yakin dan mantab kalau dia adalah Nayla, tatap aku sebentar biar aku memastikan siapa kamu,' batinnya Andra tidak berpaling dia menatap tajam wanita yang duduk di depannya.

"Andra kamu pilih yang mana?" tanya Oma memecahkan lamunan Andra.

"He, suruh pilihkan Mbaknya saja Oma,jelasnya," diam-diam Andra mengambil foto wanita itu.

"Kalau aku suka yang ini, aku tidak terlalu suka banyak berlian, dan ini .... Ini sudah ku ukir nama Andra dan Anna di dalam lingkarannya," jelasnya.

"Bagusnya cincin terukir nama, suka deh Oma," ucap Oma mengamati dua cincin itu.

"Baiklah ambil dua Oma," ujar Andra lalu beranjak dari sofa.

"Heh, janga pergi dulu," pinta Oma menarik tangannya, Andra duduk, wanita itu menulis sesuatu, Andra sangat ingat tulisan dari sang mantan.

"Sangat mirip," ujarnya pelan.

"Apa?" tanya Oma menatap aneh ke Andra.

Bersambung.