Dentingan musik terdengar, menyeruak keseruh ruanga. Satu persatu merangkai lagu indah penuh warna nan makna.
Seorang gadis kecil berkisaran umur 12 tahun,dengan rambut hitam legamnya bersanding dengan piano indah di atas panggung dengan ratusan penonton dan lampu sorot yang mengarah padanya.
Lengannya menari di atas tuts piano, kakinya menyentak-nyentak menginjak pedal, tubuhnya terbawa lengan yang menari,gadis itu amat menikmati permainannya.
Sean termangu,ini kali pertama ia melihat konser musik seindah ini,bahkan sang ayah yang berada di sampingnya ikut menitihkan air mata.
'TAP'
Sean mematikan infocus yang menampilkan sosok gadis itu.
4 tahun sudah berlalu semenjak ia melihat penamilan gadis tersebut,yang mampu membuatnya terjun ke dalam dunia permusikan.
Tapi sayang bukan main,gadis itu hilang tampa jejak,sean sempat mencari namun nihil hasilnya "sudahlah..."
Sean merogok tasnya dan bersiap untuk berangkat ke sekolah, berharap hari baru nan indah mampu menerpa hidupnya.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Matahari telah bersinar,menerpa bumi, lengan-lengannya memanjang menerpa puncak gegunungan yang mulai bersinar. tak ada yang dapat bersembunyi darinya bahkan semak belukar yang penuh akan rawa.
Tikus sang penggemar kegelapan mulai kembali bersembunyi menyelinap di antara rumah-rumah warga,yang seca diam-diam merusak pemukiman.
Pusat kota telah ramai, para penjual bersiap berniaga dengan para pembeli. Marsel sang pemilik toko musik menarik rolling door yang menyelimuti, mulai terangkat dan berganti dengan kaca transfaran yangmampu memperlihan seisi toko dari luar.
Gadis berpakaian sekolah turun dari lantai 2 bangunan tersebut, melewati tangga yang berada di samping toko.
Rambutnya putih menjuntai panjang hinngga bokong, tak terkecuali bulu mata,alis,dan kulitnya yang juga berwarna putih yang mampu menimbulkan rona merah di pipi. dia seorang Albino.
"Mau abang anter?" tanya Marsel pada adik nya Sora yang membalas dengan gelengan kepala.
"engga bang, lagian juga masih pagi, sora bisa sendiri" balasnya dengan wajah berseri.
Senym terbit di wajah Marsel "hati-hati" seraya mengelus pucuk kepala Sora.
"sip! abang tenang aja Sora bukan anak kecil lagi"
"oke.... abang percaya" papar Marsel seraya memakaikan hoodie pada Sora.
"inget jangan bikin ulah!" sambung nya gemas seraya mencubit batang hidung Sora, rona merah pun memenuhi hidung ia meringis jengkel.
"udah ya...Sora berangka ,bye...."
Marsel menatap lirih punggu Sora yang muli mengecil menghilang di ujung jalan. tersenyum getir. kembali berharap bulan sabit bersinar terbit di wajahnya.