Tatapan Rifai membuat dan Tania merasa malu.
"Bos apa ada yang salah dengan aku? Kenapa ... kenapa bos menatapku seperti itu aku malu," ujar Tania menutup wajahnya.
"Jangan ditutupi aku masih mengobati dahimu, turunkan tanganmu aku akan memperban. Naikan sedikit hijabmu ya ..." titah Fai.
Melihat sikap perhatian dari Rifai, Tania merasa sangat bahagia dan gugup.
"Jangan berlebihan aku hanya tidak ingin kamu sakit, dan kamu tidak akan merawat Dana jadi jangan kepedean!" ujar Rifai acuh dia berdiri lalu melilit perban ke kepala Tania.
'Sebenarnya kalau dia hanya merasa aku ini pegawainya dia tidak usah berlebihan seperti ini. Kalau dia bersikap perhatian aku kan jadi kepedean. Aku juga berharap perasaan yang lebih ... haduh ... Tania sadar kamu itu hanya pegawainya jadi jangan berbelebihan Tania. Ya Allah hentikan perasaan kagum ki ini. Aku takut jatuh cinta sama pak bos lagian Pak bos sangat mempesona juga sih. Tania ayo sadar kamu itu siapa kamu itu hanya pegawainya Tania-tania ... sadar, sadar, sadar,' batin Tania. Rifai menatapnya aneh. Dia segera berdiri.
"Sudah selesai ayo kita pulang nanti aku ada praktek juga," ajak Rifai bergegas mereka semua keluar dari hotel.
Di dalam mobil itu Dana dan Tania asik bernyanyi.
"Tante bosen ah nyanyi terus ayo dong dongengin aku cerita-cerita atau kisah-kisah putri," pinta Dana, Tania menggengam tangan kecil itu.
"Aku sukanya yang serem," imbuh Dana.
"Oh ... ya suka yang serem ya? Kalau gitu itu kisahnya hello kitty ya?" tanya Tania, Indana berpikir. Rifai memperhatikan Tania dari kaca spion.
"Terlalu sedih sih kalau hello kitty. Kisah putri salju saja ya? Putri salju itu putri ... ah ... tante tidak bisa," pengakuan Tania membuat mereka tertawa kecil dan yang merasa malu dia ikut tertawa.
"Sepantasnya itu mengejar cita-cita, mimpi-mimpi karena kita itu mendidik seorang anak tidak bukanlah hal yang mudah, kita memberi contoh memberi nasehat, memberi tindakan, dari yang kita lakukan. Apapun yang kita lakukan pasti di contoh oleh anak-anak yang kita didik. Ayah saja yang cerita ya ..." ujar Rifai. Dana bersorak bahagia.
"Dulu itu ada seorang tiga sahabat mereka saling menyayangi saling mendukung dan saling memberi semangat. Namun karena ada suatu hal salah satu dari mereka berkorban, salah satu dari mereka menjauhi sahabatnya, karena mengidap penyakit kanker otak. Semakin hari suasana berbeda mereka jarang berkumpul, jarang bertemu kasih sayang sudah tidak ada lagi diantara mereka. Ketiga sahabat pun jarang berkumpul jarang bertemu jarang berbicara dan akhirnya mereka seperti orang asing. Setelah beberapa waktu akhirnya rahasia dari salah satu teman yang sakit itu terbongkar. Teman yang sakit itu menjalani operasi, setelah menjalani operasi ternyata dia tidak bernapas," belum selesai bercerita Rifai menitihkan air mata teringat akan sahabatnya yang sudah tidak ada.
"Ayah kenapa menangis? Apa mereka sahabat ayah?" tanya gadis itu pindah posisi ke kursi depan, lalu menghapus air mata ayahnya.
"Jangan sedih lagi ayah ... aku kan ... sekarang sahabatnya Ayah, tante Tania juga sahabatnya ayah kan?" tanya Gadis kecil itu.
"Iya sayang kita semua berteman. Kita harus baik ke semua orang walaupun terkadang orang itu tidak baik kepada kita. Ingat juga jangan mengejek teman yang jelek, bagaimanapun rupa wajah teman kita jelek atau tidak, cantik atau tidak, kita harus saling membantu. Jangan sampai kita bicara kasar dan menghinangnya karena jika kita menghina mereka, mereka juga ciptaan Tuhan sama saja kita tanpa sengaja menjelekkan?"
"Allah ... Iya ayah aku sudah sering banget di nasehat ini sama ayah sejak dari TK kan. Ayah ... Apa ayah dan mamaku di sana bahagia ayah?" tanya gadis itu teringat akan kedua orang tuanya yang sudah meninggal. Rifai terkejut matanya terbelalak mendengar ucapan dari Dana.
"Pasti sayang ayah dan mama pasti bahagia di sana karena mereka adalah orang yang baik, mereka saling membantu. Ayah dan mama kamu itu baik sama siapapun. Jadi kamu juga harus baik seperti ayah dan mama ya ..." ujar Rifai, dia ngacak-ngacak rambut putrinya.
Gadis di belakang hanya menyimak perbincangan ayah dan anak itu, dia penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Namun dia tetap diam karena tidak ingin Indana tahu.
'Lebih baik aku diam lagian sih bos nanti resek kalau aku tanya-tanya. Lagian aku kepo banget sih itu kan urusan mereka dan masa lalu mereka. Tania itu urusan mereka jangan ikut campur deh ah kepo kamu itu,' batin Tania lalu melihat jalanan yang ramai.
"Kayaknya macet nih, tunggu bentar ayah lihat dulu ya ...." Rifai turun dia melihat situasi ternyata seorang kakek tergeletak di tengah jalan.
Rifai segera menghampiri, pengendara mobil pun membantu kakek itu ke tepi.
"Saya dokter biarkan saya yang memeriksa," jelas rivai sambil menekan pergelangan urat nadi lalu memeriksa detak jantung.
"Aku tidak menabraknya sumpah, sumpah aku tidak menabraknya, dia tiba-tiba tergeletak di depan mobilku," jelas salah satu wanita itu panik.
"Mbak tapi kenyataannya kamu yang menabraknya. Tolong tanggung jawab mbak kamu yang menabrak nya!" ujar salah satu pemuda yang terlihat panik dan cemas keduanya berseteru.
"Kalian ini bisa diam tidak Sih. Aku sedang memeriksanya," Rifai terus memeriksa namun dia merasa janggal tidak ada luka atau pun sedikit goresan di tubuh kakek itu.
"Ayah Kakek dan paman ini sengaja karena kalau kakek terbukti sakit. Tante ini akan bertanggung jawab dengan memberi memberikan uang. Mereka berbohong agar diberi uang tanggung jawab oleh tante ini ...." ucapan Dana membuat pemuda itu sangat geram dia marah dia hendak menarik tangan Indana.
"Eh jangan macam-macam ya kamu, aku bisa melaporkan tindakan kalian ke Polosi. Tingkah kalian ini kriminal, perilaku kalian ini kriminal, kalian akan dipenjara," penjelasan Rifai membuat pengendara mobil itu tenang. Pengendara yang lain membawa pemuda itu dan kakek itu menyesal lalu minta maaf.
Mereka semua bubar setelah Rifai meminta pemilik mobil untuk maafkan kakek dan pemuda itu.
"Terima kasih dokter aku akan memaafkan mereka terima kasih banyak, ih gadis ini cantiknya pinter juga," puji wanita itu ke Dana. Dana berlari ke Tania yang berdiri lumayan jauh.
"Kek jangan sampai melakukan hal ini lagi jika butuh pekerjaan datanglah ke rumahku, aku butuh tukang kebun," ucap Rifai memberikan kartu nama dia segera berlalu dengan langkah cepat.
"Oh ya kamu masih muda kalau butuh pekerjaan, ada tapi sebagai OB diRS Al Huda. Pekerjaan baik dan halal itu lebih bermanfaat jangan lagi berbuat kebohongan, oke ... kalau bersedia aku akan merekomondasikanmu," jelas Fai bergegas masuk ke mobil, Indana dan Tania juga masuk.
Bersambung.