Gibran pergi lalu meraih ponsel dan segera menelpon nomer Bundanya.
"Assalamualaikum Bunda."
"Wa'alaikumsalam. Bunda sudah menyiapkan lamarannya. Tapi masa pernikahannya di rumah sakit Gib?"
'Tidak mungkin di rumah sakit. Jika bunda bertemu dengan selingkuhan Ayah, akan perang dunia dan runtuh. Aku harus menjaga perasaan Bunda,' batin Gibran.
"Bunda siapkan segalanya. Gampanglah pokoknya. Tapi Bunda sudah berangkat ke Jakarta 'kan?"
"Ini sudah di jalan."
"Bunda, terima kasih," ujar Gibran.
"Emmm, terima kasihnya karena mau dilamarkan?! Bunda sangat sayang sama kalian," ujar Asyika.
"Pokoknya muahc, Bunda."
"Gibran. Diana ...." panggil Fania yang menunjuk kamar Diana dengan lemas dengan deraian air mata, Alfito memeluk istrinya. Gibran menutup telepon dan bergegas, napas memburu dengan mata berkaca-kaca, lemas seketika ketika monitor berbunyi tanda nyawa Diana sudah tidak di bumi.