Chereads / Pendekar Mayat Bertuah / Chapter 6 - Awal Mula Hancurnya Prabu

Chapter 6 - Awal Mula Hancurnya Prabu

"Kakang Wira ... benarkah itu suaramu Kakang ...?" tanya Putri Mekarsari sambil menoleh-noleh mencari suara itu berasal.

"Benar istriku ... aku adalah Wira suamimu ... kamu tidak perlu repot-repot mencari ku, karena aku memang sudah ada di dalam hatimu, pokoknya setiap kali kamu merasa resah, kamu butuh perhatian maka saat itu juga aku akan hadir di dalam hatimu. Coba sekarang lihatlah Putra kita Sanjaya ... dia terlihat begitu gagah dan tampan, dia saat ini masih butuh perhatian dan kasih sayangmu Dinda ... rawat dan jagalah Putra kita itu sampai dia tumbuh besar dan benar-benar menjadi seorang ksatria," ucap nasehat Wira dalam bisikan ghaibnya.

"Tapi aku sudah tidak betah lagi tinggal di istana ini Kakang, tapi aku juga tidak tahu harus pergi kemana?" balas Putri Mekarsari mengungkapkan kegalauan hatinya.

"Jangan khawatir ... kalau kamu memang sudah tidak betah lagi tinggal di istana maka pergilah ke rumahku di lereng gunung Wringin itu, tinggallah di situ, rawat dan besarkan Sanjaya hingga dia tumbuh menjadi seorang ksatria, karena kelak dialah yang akan membersihkan Kerajaan ini dari cengkeraman orang-orang jahat yang saat ini sedang berkuasa."

"Tapi kalau sampai Prabu Dharma mengetahuinya apakah dia tidak akan marah dan mencariku?" tanya balik Putri Mekarsari.

"Tidak, Raja bejat itu tidak akan mencarimu, dia merasa sudah mendapatkan apa yang dia inginkan."

"Berangkatlah secara diam-diam, kamu tidak perlu banyak membawa bekal, bawalah bawaan seperlunya saja."

"Baiklah Kakang, kalau begitu besok pagi aku akan membawa Sanjaya berangkat ke lereng gunung," ujar Putri membalas.

"Bagus, berangkatlah, naiklah seekor kuda untuk menemani perjalanan kalian berdua, dan sekarang istirahatlah ... selamat tinggal istriku ..." dan kemudian Putri Mekarsari pun langsung memejamkan kedua matanya sambil merangkul Putranya untuk tidur.

Keesokan paginya seperti yang sudah dia rencanakan, Putri Mekarsari pun terlihat juga sudah mempersiapkan semua keperluan yang hendak dia bawa, yakni berupa beberapa potong pakaian dan sedikit perbekalan makanan, lalu dengan mengendarai seekor kuda dengan tanpa adanya kereta sang Putri pun mulai menjalankan tunggangannya itu dengan mendudukkan sang Putra yakni Pangeran Sanjaya di depannya.

Kebetulan juga hari itu memang suasana di sekitaran Kerajaan cukup ramai, banyak para warga dan Prajurit yang berlalu-lalang sehingga keberadaan Putri Mekarsari tidak begitu mendapat perhatian dari orang yang berpapasan dengannya ditambah lagi sang Putri juga nampak hanya mengenakan pakaian layaknya seorang warga biasa.

Begitulah akhirnya saat ini Putri itu telah memilih untuk pergi meninggalkan Kerajaan, tempat dimana dia pernah dilahirkan dan dibesarkan, banyak kenangan indah yang pernah dilaluinya di sana, dari mulai saat dia masih balita, kanak-kanak, remaja, hingga akhirnya menikah, namun saat ini semua itu tinggal menjadi sebuah kenangan yang sudah barang tentu tidaklah mudah untuk dia lupakan.

Kita tinggalkan dulu Putri Mekarsari yang sedang dalam perjalanan menuju ke tempat asalnya mendiang sang suami, yaitu sebuah desa terpencil yang berada di kawasan gunung, mari kita simak lagi keberadaan Kerajaan setelah ditinggal oleh Putri Mekarsari.

Memang benar apa yang sempat dikatakan oleh Wira dalam bisikan ghaibnya pada Putri Mekarsari beberapa hari yang lalu, tepatnya dimalam hari sebelum keberangkatan Putri Mekarsari menuju ke lereng Gunung, yaitu bahwa kepergian Putri Mekarsari itu sama sekali tidak membuat Prabu Dharma dan juga para punggawanya itu merasa kehilangan, terlebih untuk sang Mahapatih Arya Diputra yang dimana dialah orang yang menjadi otak dari semua kejadian ini.

Karena memang otak liciknya Arya Diputra itu sudah bisa mendeteksi dengan akan adanya ancaman bahaya, yang mana bahaya itu bisa saja datang dari Putra mendiang Wira kalau misalnya dia tetap dibiarkan hidup, dan seandainya kalau mau langsung dibunuh Arya Diputra pun merasa belum memiliki cukup alasan, makanya sandiwara penyingkiran sang Putri pun dia buat dengan menggunakan Prabu Dharma sebagai eksekutornya.

Lalu kira-kira setelah dapat satu tahun kepergian Putri Mekarsari dan Putranya Pangeran Sanjaya yang sempat dijuluki sebagai Pendekar Mayat Mustika batu Biru oleh Jin naga nampak kondisi Kerajaan saat ini tidak bisa dibilang sedang baik-baik saja, tatanan yang semula sudah baik, kini telah berubah dan cenderung membawa kemunduran bagi jalannya roda kepemerintahan Raja Dharma.

Ditambah lagi niat jahat yang tidak pernah padam dari seorang Arya Diputra yang sangat berambisi untuk bisa menjadi Raja Tresnosari menggantikan Prabu Dharma, dan demi terwujudnya cita-cita itu memang beberapa tahapan sudah Diputra lalui, dan ibarat menaiki sebuah tangga saat ini tinggal satu pijakan lagi untuk bisa mencapai puncaknya, yaitu menyingkirkan Raja Dharma yang merupakan hal termudah dari berbagai macam rintangan yang telah dilewatinya.

Seperti biasa, pada suatu hari nampak Arya Diputra sedang berada di dalam ruang bawah tanahnya, dia terlihat sedang memperhatikan botol-botol kosong yang berjajar di sebuah rak dinding, dari kesekian banyaknya botol kosong itu rupanya masih ada satu botol yang berisi, dan itu tidak lain adalah cairan racun maculata yang terbukti sudah banyak memakan korban.

"Hmmm ... rupanya persediaan racunku sudah hampir habis, ini hanya tinggal satu saja, memang saat ini orang yang harus aku musnahkan hanya tersisa satu orang, yaitu Nanda Prabu Dharma," baru saja berbicara seperti itu tiba-tiba saja Patih Kerajaan itu meludah sambil mengumpat.

"Juih! Sekarang aku sudah tidak sudi lagi memanggilnya dengan sebutan Nanda, apalagi Prabu! Karena memang saat ini akulah yang paling layak untuk jadi Raja! Yah meskipun aku belum secara sah memimpin Kota ini, tapi semenjak tewasnya Silowangi, roda pemerintahan kota ini sudah berada di bawah komando ku, dan saat ini sudah tiba waktunya aku harus naik tahta, hahahaha ... hahahaha ..." ujar Patih Arya Diputra sambil menimang-nimang botol racun itu.

"Dan inilah yang akan membuat riwayatmu habis Dharma! Sebentar lagi kamu juga akan segera menyusul Ibu dan Ayahmu ke alam baka, hehehe ... hehehe ..." ujar Diputra nampak begitu merasa bahagia dan jumawa.

Disaat masih merasa yakin dengan rencana pembunuhannya itu tiba-tiba saja terbesit dalam pikiran Arya Diputra sebuah rencana lain.

"Tapi apa ya perlu orang seperti Cayapata itu harus aku bunuh? Bukankah saat ini dia itu tidak lebih dari seekor kera yang sudah masuk perangkap ku, yang bisa saja aku buat mainan untuk sebuah hiburan? Yah ... sepertinya memang tidak perlu aku membunuhnya karena itu malah membuang-buang waktu dan membuat aku repot saja," ujar Arya Diputra yang nampak meralat rencana yang sudah dipersiapkan itu.

"Daripada harus aku bunuh lebih baik Dharma itu akan aku pasung saja di kandang kuda, biar bisa aku jadikan tontonan kalau sewaktu-waktu aku sedang butuh hiburan, hehehe ... hehehe ...!" kembali Arya Diputra terkekeh-kekeh dalam kesendiriannya itu.

Begitulah Arya Diputra, rencana yang dia buat-buat sendiri akhirnya dia rubah setelah menemukan ide yang terbilang cukup picik dan kejam, bagaimana tidak? Saat ini, pria setengah baya itu ingin memasung Raja Dharma disebuah kandang kuda untuk dia jadikan tontonan yang tidak ubahnya seperti seekor topeng monyet.