Rara tidak menemukan Arial di bangku sebelumnya. Disana hanya ada dua kaleng minuman milik mereka berdua tadi.
Rara pun bertanya kepad Sela, yang kebetulan berdiri tak jauh dari sana.
"Sel, kamu tahu nggak Arial dimana?"
"Oh... Arial. Tadi aku lihat dia dijemput sama anak-anak Klub Drama sih. Kata mereka ada latihan dadakan karena kostum yang dipesan udah jadi. Jadi sekalian latihan rias para pemain," jelas Sela.
"Gitu, ya..."
"Susul aja ke Klub Drama. Dia pasti udah ada disana sekarang."
Rara mengangguk. "Ya udah aku pergi dulu, ya?"
"Yeps."
Sesampainya di Klub Drama, Rara melihat semua pemain sudah dirias. Beberapa masih dalam proses. Sebagian besar sudah ganti kostum. Dan tentus saja, yang paling menonjol diantara mereka adalah Arial dan Mira. Sebab merekalah yang memerankan Pangeran Anthony dan Rapunzel.
Arial memakai setelan kostum pangeran berjubah hitam dengan pedang emas di pinggang, sementara Mira memakai wig pirang super panjang dengan gaun mekar warna merah menyala.
Mereka berdua berdiri di pojokan panggung saat para kru memepersiapkan properti panggung. Dan saat Arial kesulitan membenahkan pedangnya, Mira membantu dengan sesekali mengatakan lelucon yang membuat cowok itu tertawa lepas.
Mereka berdua... jadi terlihat serasi sekali. Nyaris seperti Pangeran Anthony dan Rapunzel sungguhan.
Rara pun merasa kecil hati dalam sekejab.
Sampai Arial menyadari kehadirannya diantara kerumunan yang ada.
Arial melambaikan tangan dari kejauhan. "Rara!" panggilnya gembira. Raut wajah terluka tadi siang entah kenapa tak lagi ada.
Diam-diam, Rara pun merasa lega. "Iya..." jawabnya sepelan angin. Dia membalas lambaian Arial dengan gerakan kecil.
Tak diduga, Arial mendadak turun langsung dari panggung demi menghampiri Rara. Langkahnya cepat, seolah-olah sudah lama tak bertemu dengan sahabatnya itu.
Sayang, sudah hampir sampai... Arial justru dihadang gerombolan adik kelas yang mendadak masuk ruang klub dengan membawa kado masing-masing.
"Kak Ariaaaal!"
"Kakaaaaak!"
"Kak Arial, selamat atas kejuarannya kemarin, ya!"
Seru mereka bersamaan.
Bersahut-sahutan.
Memenuhi ruangan dan mengalahkan berisiknya pasar.
Membuat Rara mundur beberapa langkah karena sempat ditabrak tanpa sengaja oleh beberapa dari mereka.
"Kak Arial, ini dari kami semua..." kata salah satu dari mereka. Yang mewakili dan menjadi satu-satunya pembawa buket bunga.
"Ah, iya makasih..." kata Arial. Dia menerima buket besar berisi bebagai bunga itu dan tak protes sama sekali saat ditarik kanan kiri dengan pelukan manja di lengan.
"Foto! Foto!" jerit mereka. Lagi-lagi membuat ricuh dan para kru geleng-geleng kepala. Sayang mereka tak peduli dan segera menggerombol di sekitar Arial. Memasang pose, saat salah satu dari mereka memasang kamera DSLR tanpa aba-aba.
"Ahaha... banyak sekali, ya..." desah Arial dengan tawa tertahan.
"Iya lah! Kakak kan keren banget waktu lomba kemarin! Makanya kami nge-fans!" sahut salah satu dari mereka. Menjawabi.
Si fotografer pun mengangkat tangan dengan tiga jari teracung. "Udah-udah! Yang belakang jangan dorong-dorong!" serunya. "Aku hitung dari tiga ya!"
"Iyaaaa!!"
"Tiga... dua... satu—say cheese...!"
"Cheeeeeeese!"
CKREK!
CKREK!
CKREK!
Sesi foto itu ternyata lebih lama dari perkiraan. Sebab setelah bareng-bareng ada yang minta foto empat-empat, per geng... satu-satu... dan berlanjut bareng-bareng lagi dengan menarik Mira ikut serta.
Saat Arial dan Mira didempet di tengah dan diminta pasang pose ala pasangan romantis... alih-alih fokus. Begitu kamera menjepret dengan disertai flash... Arial justru mencari sosok Rara di belakang sana dan memberi kode senyum segan pertanda ingin dimaafkan.
Rara yang menangkap kode itu hanya tersenyum simpul. "Aku tunggu," katanya dengan gerak bibir perlahan. Agar Arial bisa membacanya dan tak gugup segera menghampirinya di tengah situasai yang ada.
Arial pun mengangguk dan membiarkan sesi foto-foto itu berjalan hingga selesai. Dan saat mereka semua telah pergi, Arial segera meninggalkan tempat yang dipenuhi kado itu demi menghampiri Rara.
"Lama nggak?" tanya Arial. Tak peduli, meskipun di belakang sana sembarang orang mengeroyok kado-kadonya asal.
Rara menggeleng dan tersenyum. "Nggak terlalu kok."
"Maaf, ya..."
Melihat ekspresi Arial yang tiba-tibai mirip anjing kesasar, Rara pun salah tingkah. "Apaan sih. Kamu itu." kata Rara asal.
Arial justru pura-pura tak tahu dan memberikan buket bunga yang dia pegang. "Nih... buat kamu," katanya. "Walaupun aku nggak beli sendiri. Haha..."
"Eh?"
"Udah terima aja."
Rara pun memeluk buket besar itu. Lalu berpura-pura menghirup aromanya untuk menyembunyikan rona. "Makasih..." katanya pelan. "Mn, ngomong-ngomong kok aku nggak tahu kalo kamu punya fans?"
Arial tertawa. "Oh... mereka toh," katanya. "...aku aja baru tahu kalo punya fans."
"Ngaco kamu," kata Rara sambil memukul bahu Arial gemas. "Yang bener dong."
"Beneran, Ra," kata Arial. "Mereka baru dateng ke aku aja... semingguan lalu. Sejak kejuaraan Nasional lah."
"Oh..."
Rara pun melirik ke belakang Arial. Disana para kru Klub Drama saling rebutan kado. Yang sudah dibuka dan isinya bagus... diahut teman sebelahnya dan terus seperti itu.
"Jadi kamu biarin mereka ngambil semuanya gitu aja?" tanya Rara.
Arial menoleh ke belakang. "Kado toh? Iya... biarin aja," katanya santai. "Toh kejuaraan itu berkat kerja keras semuanya."
"Tapi kamu jadi nggak dapat satu pun..."
Arial senyum. "Kamu ini kenapa sih?" tanyanya bingung.
"Kalo gitu tunggu bentar, ya?" pinta Rara.
Arial pun menangkap tangan Rara sebelum pergi. "Loh? Kamu mau kemana?"
"Aku mau beli satu hadiah yang khusus buat kamu..."
"Hah?"
"Nggak boleh, ya?"
Arial pun diam sejenak.
Tampak berpikir. Lalu melepaskan tangan Rara setelahnya.
"Oh, gitu," katanya. "Tapi sebelum itu siniin deh ponselmu."
"Eh? Buat apa?"
"Udah kasih aja..."
Rara pun memberikan ponselnya dan Arial segera merengkuh pinggang gadis itu setelah membuka kamera selfi.
"Wait—Arial?"
Rara bingung, Arial justru mengeratkan rengkuhannya. "Pasang pose gih," katanya. "Soalnya tadi waktu aku foto-foto sama fans-ku... ada yang sendirian di sini dan Cuma bisa ngeliatin."
"Apa?"
"Aku nggak mungkin ngebiarin dia pergi gitu aja tanpa foto dulu sama aku, hm?"
Pipi Rara pun memerah. "Ugh, Arial..."
"Say cheese?"
Rara pun tersenyum lebar sambil mengacungkan dua jari berbentuk V. "Cheese..." katanya pelan.
CKREK!
Walaupun saat bunyi jepretan terdengar, pose yang ditata sedemikian rupa itu jadi hancur begitu saja.
DEG
Sebab Rara bisa merasakan sentuhan bibir Arial di pipinya.
"Eh?" bingung Rara. Saat melihat hasil foto itu.
Disana wajahnya tampak terkejut luar biasa, sementara Arial tampak santai-santai saja saat mengecup pipi kanannya.
Mata cowok itu terpejam. Sehingga bulu mata panjang-panjangnya tampak jelas daripada biasanya.
"Nih, ponselmu," kata Arial. Tampak tak ada yang terjadi dan tersenyum memesona. "Udah, ya... aku latihan dulu, hm?" lanjutnya. Lalu kembali ke panggung begitu saja.
Di tempatnya berdiri, Rara justru terbengong begitu saja. Dia memandangi hasil foto itu dan memerah sekali lagi.
Ya ampun... apa lagi ini?