Chereads / Rahasia dokter tampanku / Chapter 11 - Lincoln kamu ya?

Chapter 11 - Lincoln kamu ya?

Harrison berlari kearah Alfred lalu duduk di samping Alfred.

"Lincoln kamu baik-baik saja kan?" tanya perhatian Harrison. Alfred yang melihat sikap Harrison merasa ilfil karena baginya itu terlalu lebay dan dia bicara didalam hati.

"Aish lebay banget nih orang kaya pria gay deh ngelihat sikapnya kaya begini. Hmm atau jangan-jangan Lincoln yang aku lumpuhkan itu, adalah keluarganya? atau orang yang sangat berharga untuk Harrison? aku harus bisa selesaikan masalah ini!" batin Alfred.

Alfred menatap kearah Darwish lalu kearah Harrison yang duduk disampingnya.

"Iya aku baik-baik saja, tapi... para Agen CIA berhasil kabur," ujar Alfred dengan suara yang mirip seperti Lincoln asli.

"Tidak apa-apa, Lincoln. Mulai hari ini kita akan menyusun rencana untuk menghabisi satu persatu anggota Agen CIA," Harrison berdiri dan membelakangi Alfred.

"Kita harus bicarakan ini diruang rapat sekarang! beritahu Agen rahasia Rusia lainnya, kita akan adakan rapat sekarang!" pinta Harrison yang diikuti oleh anak buahnya.

Saat Harrison membuka pintu ruangan Darwish dan melangkahkan kakinya menuju keluar, Alfred mencegatnya.

"Tunggu," cegat Alfred. Harrison menoleh kearah Alfred kemudian bertanya.

"Ada apa, Lincoln?" tanya Harrison dengan tatapan heran.

"Tidak bisakah sepuluh menit lagi rapatnya? saya juga ingin ikut bergabung," ujar Alfred yang memiliki rencana.

"Tapi Lincoln kita har..."

"Terserah. Saya mau rapat ini diadakan sepuluh menit lagi," Alfred membentak, membuat semuanya terdiam. Harrison terdiam sejenak. Ia berpikir apakah rapat diadakan sepuluh menit nanti atau sekarang? pada akhirnya ia menjawab ucapan Alfred.

"Oke Lincoln, kita adakan rapat sepuluh menit lagi. Tapi yang lain tetap, hubungi Agen rahasia lainnya. Paham?" ujar Harrison.

Anak buah Harrison mengangguk. Beberapa keluar dari ruangan dan hanya menyisakan Darwish, Harrison, Alfred, dan dua orang anak buah Harrison lainnya didalam ruangan tersebut.

"Kita tunggu saja disini, oke?" ujar Alfred. Harrison dan yang lainnya terdiam.

Alfred menatap kearah lubang ventilasi udara tersebut, iapun teringat akan misinya yang akan kabur dari sana. Tapi tidak dengan tangan kosong.

"Hmm mana ya mereka? kenapa Carl dan Judith belum datang juga? kenapa listrik belum juga padam?" batin Alfred yang memikirkan teman-temannya.

Tak lama setelah merenung, tiba-tiba saja pintu ruangan tersebut terbuka. Dan yang membukanya adalah Carl serta Judith yang kini menyamar menjadi Edward dan Alanna.

"Kalian?!" begitu terkejutnya Harrison melihat Carl dan Judith yang kini sedang menyamar menjadi tangan kanan kesayangannya itu.

"Jadi kalian masih hidup?" tanya Darwish yang ikut terkejut.

Carl dan Judith menutup pintunya lalu berdiri tepat didepan Harrison.

"Kalian pikir kami sudah mati, ya?" tanya Carl dengan suara yang mirip Edward asli.

"Kami berhasil kabur meskipun sempat terluka. Ternyata Agen CIA berhasil memasuki gudang tanpa pengetahuan kita tapi untungnya kita masih bisa selamat," saut Judith dengan suara yang mirip Alanna.

"Kurang ajar! Agen CIA pasti sudah membuat rencana lebih matang agar bisa mengalahkan kita! kita harus segera adakan rapat sekarang!" Harrison berjalan dan lagi-lagi Alfred mencegat.

"Saya bilang tunggu sepuluh menit lagi, kan? masih banyak Agen rahasia Rusia yang harus bergabung dalam rapat ini. Jadi tunggu mereka, paham?!" cegat Alfred. Harrison diam namun tetap menuruti perintah Alfred.

Tiba-tiba saja saat Harrison duduk, listrik di seluruh ruang lab tersebut padam dan membuat semuanya gelap tak terlihat. Alfred, Carl, dan Judith langsung memakai kacamata malam agar mereka tetap bisa melihat.

Saat itu juga mereka bertiga menyerang. Alfred lebih dulu menyuntikkan obat bius ke Harrison agar lebih mudah mereka bergerak. Sedangkan Carl dan Judith, mereka menyerang Darwish berserta anak buah Harrison lainnya yang ada didalam ruangan tersebut hingga mati.

"Kita kabur lewat penjara bawah tanah aja melalui ventilasi udara. Nanti saat keluar kita harus sangat hati-hati. Carl kamu sudah copy data informasi di komputer kan?" ujar Alfred.

"Iya aku sudah copy semua data informasi di komputer," jawab singkat Carl.

"Judith kamu pegang ini. Saat kita keluar, kamu lemparkan ini kearah depan ya? paham?!" pinta Alfred seraya memberikan sebuah granat ke Judith. Judith hanya mengangguk pelan. Mereka bertiga pun mulai berjalan keluar dari ruang tersebut. Beruntung listrik masih padam sehingga mereka mudah untuk kabur.

Alfred bersama Carl berjalan seraya membawa Harrison. Sedangkan Judith berjalan dibelakang mereka kemudian melemparkan granat sesuai arahan Alfred.

Saat sesampainya mereka di penjara bawah tanah, terdengar suara ledakan dari lantai atas. Saat itu juga terdapat tali di ventilasi yang siap mereka gunakan untuk kabur.

Alfred lebih dulu masuk kedalam ventilasi udara sembari berjalan merangkak dan menyeret Harrison didalamnya. Lalu Judith berada dibelakang Harrison, dan Carl berada dibelakang Judith.

Dua jam kemudian...

Alfred keluar dari mobilnya lalu berlari masuk kedalam tempat rahasia yang hanya diketahui oleh Alfred, Ashley dan kelima kawannya.

Alfred, Carl, dan Axel membawa Harrison. Sedangkan Judith, Jennifer dan Emma berjalan dibelakangnya sembari membawa senjata.

Mereka masuk dan melewati ruang tamu yang disana terdapat Ashley.

"Ashley bagaimana kondisi Alanna sekarang?" tanya Alfred. Ashley berdiri dan begitu terkejutnya ia melihat wajah Alfred yang sebenarnya. Ternyata saat ia kabur dari lab di tebing tadi, Alfred melepas topeng samarannya dan belum memakai masker yang ia biasa kenakan hingga sekarang.

"Jadi Alfred itu adalah dokter yang merawat sepupu dan mommy ku?" ujar Ashley. Alfred menatap kearah teman-teman yang berada disekelilingnya lalu ia memegang wajahnya dan menyadari dirinya yang tidak menggunakan masker.

"Astaga," ucap Alfred yang baru sadar. Namun setelah beberapa detik, Alfred bersikap tegas dan dingin terhadap Ashley.

"Lebih baik kamu ambil tali untuk mengikat Harrison, paham?!" pinta Alfred. Ashley menatapnya sebentar kemudian berlari mengambil tali untuk mengikat Harrison. Sedangkan Alfred dan lainnya kembali berjalan menuju ruang tempat Alanna berada.

***

Perlahan-lahan Harrison membuka matanya. Ia menatap sekelilingnya yang kini sudah berbeda. Dan disekelilingnya terdapat Alfred, Ashley, serta yang lainnya.

"Sekarang sudah sadar ya wahai pengkhianat?" ujar Alfred seraya tersenyum.

"Hmm ternyata Lincoln yang bersamaku tadi, jangan-jangan kamu ya?" tanya Harrison. Alfred mengangguk, kemudian ia mengambil sebuah pisau dan memeganginya.

"Jadi selama ini kami ditipu kamu ya? sejak kapan kamu menjadi pengkhianat, Harrison?" tanya Alfred. Harrison tak menjawab, namun justru tersenyum.

Alfred yang sedang kesal, langsung menarik kursi Alanna hingga Alanna hampir saja terjatuh. Kemudian Alfred dengan menggunakan pisaunya sebagai alat ancaman. Alfred kini bersikap seperti mau menebas leher Alanna.

"Bicaralah Harrison!" pinta Alfred yang kini ia tersenyum.