Awan mendung sore hari dibalut angin dingin yang menusuk tulang menambah kesepian dan duka di dalam hati seorang bocah pengangguran bernama Julius. Tatapan kosongnya menggambarkan seberapa dalam kesedihan yang terukir di hatinya. Rambut berantakan, baju lusut, dan kantong mata yang terlihat jelas memperlihatkan sosok Julius yang tak mempedulikan penampilannya.
"Kenapa kau meninggalkan diriku, Hilda" ucap sedih Julius yang terduduk di pinggiran jembatan kota Hachiouji, Jepang.
Sudah 1 tahun berlalu, kepergian Hilda sang kekasih Julius membuah hatinya kosong. Gadis cantik yang pernah ia pacari dan ia percayai malah mengkhianati Julius, sosok pria yang bersama Hilda masih teringat jelas di ingatan Julius.
"Kenapa … kenapa kau lebih memilihnya, Hilda .."
Tetesan air bening merembes dari kedua kelopak matanya, tak tahan menahan rasa sakit yang ia alami hanya bisa terungkap dengan linang air mata yang tak bisa dibendung lagi.
Julius mengelap air matanya dan bergegas kembali kerumahnya, dinginnya sore itu menambah rasa kesepian dihatinya. Dari kejauhan terlihat sosok pria berjas hitam dengan topi yang menutupi kedua matanya, perlahan dengan langkah tergesa-gesa menuju kearah Julius.
Terlalu larut dalam kesedihannya membuat Julius tak sadar akan sebuah hal yang membahayakan dirinya.
Jleb! Sebilah pisau menancap tepat di jantung Julius, bilah pisau tajam dan dingin menembus dadanya seketika darah bercucuran mengotori pakaiannya . Rasa dingin dari bilah pisau terasa sangat jelas di dada Julius, matanya perlahan mulai gelap dan perlahan Julius menutup kedua matanya.
"Haaah … apakah ini akhir dari hidupku? Selama satu tahun hanya memikirkan wanita yang tak dapat kumiliki? Ahh seandainya aku bisa kembali ke masa lalu dan membunuh diriku yang bodoh ini".
Julius adalah pria pengangguran, semenjak kepergian wanita yang ia sayangi, dirinya tak bisa bekerja sama sekali, larut dalam kesedihannya membuat dirinya terjerumus dunia gelap. Uang yang ia kumpulkan dihabiskan hanya untuk mabuk-mabukkan, Julius berpikir bahwa dengan hidup tak sehat seperti itu ia dapat melupakan rasa dukanya.
Matanya perlahan mulai terpejam rapat, di akhir khayatnya hanya terucap sebuah penyesalan dan kesedihannya. Ia menyesal telah membuang semua impian, keluarga, dan ikatan persahabatannya hanya untuk sebuah kisah cinta bodoh yang ia alami. Gadis yang ia pacari sejak SMA itu membuat Julius berubah menjadi budak cinta yang buta.
"Ghaaah!" Terkejut Julius yang tersadar di sebuah ruangan kelas.
"Eh? Ini kan ..?"
Julius mencoba mengingat tempat yang tak asing baginya. Ia terbangun di ruangan kelas sekolahnya ketika ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.
"Ah handphone ku … tidak mungkin!?"
Julius terkejut, ia terbangun di sekolahannya saat tengah malam. Suasana yang sepi dan ruangan kelas yang gelap cukup mencekam, ia bergegas meninggalkan sekolahannya.
"Sial … sial … aku harus pulang!" Ucap gugup Julius.
Hanya bermodal lampu dari handphonenya, Julius berusaha keluar dari sekolahannya. Berjalan sendirian menelusuri setiap lorong sekolahannya yang sunyi dan gelap.
Hingga ia melihat sebuah ruangan dengan lampu yang menyala dari dalam, mengira ada seseorang yang berada di sana Julius bergegas mendekati ruangan tersebut.
Tinggal beberapa langkah lagi, Julius sampai ke ruangan tersebut. Akan tetapi, langkah Julius terhenti ketika seseorang keluar dari ruangan tersebut.
Sosok pria dengan mata tertutup rambut poninya di hiasi senyuman mengerikannya perlahan mendekati Julius. Bukan hanya itu saja yang membuat langkah Julius terhenti, sosok pria tersebut menggenggam sebuah pisau bermandi darah di tangannya.
"H E L L O O O hahahahaha …." Ucap pria misterius itu.
Tanpa berpikir panjang, Julius lari untuk mencari tempat sembunyi. Sosok pria itu mengejar Julius sembari mengarahkan pisaunya ke arah Julius, siap untuk menikamnya.
"Haah .. haaah … kenapa aku malah terbangun di situasi menyeramkan seperti ini !!"
Julius lari tanpa arah, tak sempat untuk menoleh kebelakang ia terus lari menghindari sosok pria itu hingga ia tiba di toilet.
"Dari banyaknya tempat, kenapa harus toilet … aku harus bersembunyi" Ucap kesal Julius.
Julius yang bersembunyi di dalam toilet mendengar suara langkah kaki sosok pria itu mendekati toilet. Dekat jantung Julius berdetak cukup kencang dan tak beraturan, tangannya yang gemetar mencoba menutupi mulutnya agar tak bersuara.
"Aku tahu kau ada di dalam sana, J U L I U S hahaha !!!"
Sosok pria itu langsung memasuki toilet dan mendobrak setiap pintu toilet itu, Julius hanya bisa pasrah dan berharap sosok pria itu tak mengecek tempat ia bersembunyi.
Hingga menyisakan toilet terakhir.
"Aku mohon … aku mohon … jang-"
Brakk!! Tendangan keras pria itu mendobrak paksa toilet terakhir.
"Ah sial! Ternyata dia tak ada disini" ucap sosok pria itu pergi mencari Julius lagi.
Julius beruntung, ia sengaja bersembunyi di toilet wanita. Sedangkan sosok pria itu hanya mengecek toilet pria saja. Merasa cukup aman, ia bergegas pergi untuk mencari pintu keluar. Julius tak begitu ingat struktur bangunan sekolahannya dulu, karena ia tak ingin membuang waktu cukup lama, Julius memutuskan untuk mencarinya lagi.
Kini, ia mengitari setiap lorong gelap yang sunyi dan harus lebih berhati-hati agar tak bertemu sosok pria itu. Julius terus melangkah dengan ketakutan yang menemani setiap langkahnya, merasa sewaktu-waktu sosok pria itu muncul dari kegelapan untuk menikamnya.
Hingga akhirnya Julius berhasil menemukan gerbang sekolahannya. Degan rasa lega ia menghela nafas sedalam mungkin, ia bersyukur di sepanjang jalannya tak bertemu lagi dengan sosok pria tadi. Akan tetapi sesaat ketika Julius akan keluar, dari kejahuan muncul sosok wanita yang tak asing baginya.
"Hilda!? Ke-kenapa kau ada disini?" Ucap Julius kebingungan.
"Ttt … too .. longg aku .." balas lirih Hilda.
Di sekujur bajunya terdapat bercak darah, Hilda berjalan terhuyung-huyung sembari menahan seperti luka bekas tusukan. Julius tanpa berpikir panjang berlari kearah Hilda, akan tetapi sosok pria tadi muncul dan menyeret Hilda ke dalam sekolahannya.
"Hilda!! Tunggu, aku akan menyelamatkanmu !!" Teriak Julius berlari untuk menolong Hilda.
Julius tahu, itu pasti perangkap akan tetapi ia tetap memutuskan untuk mencoba menyelamatkan Hilda. Gadis yang sangat ia sayangi selama ini, walaupun pintu gerbang tepat di depan matanya.
Kembali, Julius mengitari setiap lorong gelap mengikuti jejak darah Hilda. Dengan penuh keraguan, ia terus berusaha menyelamatkan Hilda.
Darah Hilda mengarah ke ruangan kelas yang tak asing baginya.
"3-A .. ini ruangan kelasku dan Hilda" Ucap Julius sembari membaca tulisan yang ada di papan kecil di atas pintu.
Dengan tangan gemetar, Julius menggeser pintu kelas dan masuk kedalam. Di dalam kelas hanya terdapat satu kursi, dengan seorang gadis yang tegah duduk di kurai tersebut.
"Hilda!" Julius berlari ke arah Hilda dan berusaha melepaskan ikatan yang mengikat Hilda di kursi tersebut.
Tiba-tiba, pintu kelasnya terkunci dari luar dan kini Julius dan Hilda terkurung di ruangan tersebut.
Ikatan yang menjerat Hilda cukup mempersulit Julius untuk melepaskan tali tersebut. Ketika sedang berusaha untuk melepaskan ikatan tersebut sosok pria tadi berbicara melalui audio pengumuman yang tergantung di setiap ruangan sekolah.
"Kau ini bodoh ya? Berusaha menyelamatkan wanita yang telah mengkhianati dirimu hahaha!!" Ledek sosok pria tersebut.
"Diam! Ak .. aku, aku tak peduli soal itu! Aku yakin Hilda ada alasan mengapa ia melakukan itu!" Balas Julius mencoba meyakinkan dirinya.
"Sekarang mari kita mengingatnya kembali, 3 tahun berpacaran dengan gadis itu dengan dirinya yang sangat ramah dan baik kesiapapun tentunya terhadap pria manapun hahaha … apakah itu murahan? Ataukan memang kebaikannya? Kau bahkan terus terluka bukan?"
Sosok pria tersebut terus memprovokasi Julius tentang masa lalunya, berusaha untuk membuat Julius tak melepaskan ikatan yang menjerat Hilda.
"Aku tahu itu menyakitkan … tapi aku yakin Hilda hanya anak gadis yang baik saja, iya .. Hilda pasti ajak yang baik! " tak mau mengalah, Julius tetap teguh untuk meyakinkan dirinya.
"Hahaha baiklah … baiklah, mari kita mengingat hal yang lebih menyakitkan. Hubungan jarak jauh, hanya bermodal tekhnologi … dengan dirimu yang sibuk bekerja dan Hilda yang sibuk bekerja memutuskan untuk tetap menjalin hubungan. Hingga suatu hari, kau memutuskan untuk mengunjungi apartmentnya berniat memberikan kejutan … hahahaha kau ingat hal apa yang terjadi setelah itu?"
Teringat dengan jelas di benak Julius, perasaan marah bercampur sedih akan sebuah kejadian yang tak mengenakan tentang Hilda dimasa lalu.
"Hahaha lihatlah pecundang bodoh ini! Hanya terdiam membisu hahaha … IYA!! Hilda sedang berbagi cinta dengan pria lain hahaha !! Kau langsung masuk ke dalam apartment nya dan melihat dengan jelas !! Sangat jelas bukan?"
Ucapan sosok pria tersebut membuat Julius kembali ke masa itu, kini Julius berdiri di depan pintu apartmentnya.
"Ini? Ah Hilda!" Segera Julius masuk ke dalam apartmentnya dan melihat lagi kejadian yang menyakitkan.
Dengan mesranya, Hilda dan pria yang terlihat lebih tua dari dirinya tengah berbagi cinta. Di kala dulu, Julius yang terkejut melihatnya hanya bisa pergi meninggalkan Hilda dengan penuh luka di hatinya. Akan tetapi kini, Julius menggenggam sebuah pisau yang entah dia dapat darimana.
("Bunuh … bunuh … bunuh dia hahahah")
Bisikan lirih dan jelas terus memprovokasi Julius untuk membunuh kedua pasangan itu. Perlahan, Julius melangkah mendekati mereka … dan sesaat sebelum Hilda tersadar.
"Ah! Julius!"
Dengan penuh dendam dan amarah, Julius menikam ratusan kali kearah kedua pasangan itu. Mengkoyak-koyal isi perut hingga berceceran.
"Hahaha mati … mati .. akan ku kirim kalian ke neraka !!"
Dengan senyuman lebar dan mengerikan, Julius terus menikam kedua pasangan itu. Bahkan setelah mencincang-cincang mereka, Julius tetap tertawa dengan kedua air mata membasahi pipinya.
Setelah ia selesai membantai keduanya, Julius pergi keluar dan meninggalkan mereka. Dan tepat setelah ia melangkah keluar, Julius kembali ke ruangan kelasnya dengan Hilda yang terikat di tengah kelas.
Suara sosok pria tadi masih terdengar dari audio pengumuman di kelasnya.
"Bagaimana? Apakah telah mengingat semuanya? Hahaha" ucap pria tersebut.
"Diam! Setelah kubunuh Hilda, akan ku bunuh dirimu!" Dengan penuh amarah, Julius berjalan ke arah Hilda.
Akan tetapi, rasa sayang Julius yang sangat besar mulai ragu untuk membunuh Hilda untuk kedua kalinya. Ditambah, Hilda yang mulai sadar mencoba untuk menghentikan Julius.
"Julius … aku sangat menyayangimu … aku tak tahu kau telah mengalami hal berat, tapi ada diriku yang siap untuk menjadi tempatmu menceritakan semua bebanmu. Mari kita keluar dari sekolahan ini, yah … "
Julius perlahan mulai sadar, Hilda yang ada di depannya adalah Hilda yang ia kenal. Gadis SMA yang tak tahu akan kejadian di masa depan, setidaknya itu yang membuat Julius mengurungkan niat untuk membunuhnya.
"Hahaha … hahahaha … hahaha … sekarang, kau hanya akan mengulangi hal yang sama .. dan selamat menikmati kebodohanmu itu"
Julius memutuskan untuk membukakan ikatan yang menjerat Hilda. Walaupun memakan waktu yang lama, is berhasil membebaskan Hilda. Dan anehnya sosok pria tadi tak terlihat lagi di sepanjang lorong, kini Hilda dan Julius bergegas keluar dari sekolahan ini.
"Kak Julius! Bangun … nanti terlambat loh!" Teriak gadis kecil yang berusaha membangunkan kakaknya.
Julius yang tak mempedulikan ucapan adiknya memutuskan untuk melanjutkan tidurnya. Adiknya yang semakin kesal, membukakkan tirai gorden membirkan cahaya matahari membangunkan sosok kakaknya yang malas.
"Ugh! Silau bodoh!"
"Bangun dasar kakak bodoh!"
Dengan sangat keras, adik Julius memukul wajahnya dengan bantal.
"Aduh!"
Hanya hitungan detik Julius menyadari semua yang ia alami hanyalah mimpi buruk saja.
"Hilda?"
Setelah ia bangun, Julius langsung mengecek handphone miliknya dan melihat ada yang aneh.
"Bukannya aku menyimpan kontak Hilda?" Ucap bingung Julius.
Julius dan keluarganya sarapan bersama, menyantap setiap masakan ibunya membuat Julius merasa lebih tenang, dan tepat setelah menyantap sarapannya, Julius bergegas untuk berangkat ke sekolah.
Di sepanjang perjalanan, Julius terus mengecek handphone nya berharap kontak Hilda terselip di antara nama-nama di kontak handphone miliknya.
"Aneh sekali, kenapa aku tak menyimpan kontak miliknya yah?"
Tepat setelah ia mengecek handphone nya, Julius melihat teman Hilda dari kejauhan dan bergegas menghampirinya.
"Pagi Mola!" Sapa Julius lembut.
"Oh Selamat pagi Julius!" Balas Mola dengan lembut.
Tanpa basa-basi, Julius langsung menanyai kabar Hilda. Sosok gadis yang ia sayangi.
"Hei Mola, kau tak bersama Hilda?" Tanya Julius.
"Ah! Dia sakit, sebaiknya kau menjenguk dirinya sepulang sekolah."
Julius merasa lega, semua yang ia alami ternyata hanyalah mimpi buruk saja.
"Kenapa kau tersenyum-senyum?"
"Ah maaf, aku duluan yah!"
Julius berlari menghampiri teman-temannya dan bergegas untuk mengikuti pelajaran seperti biasanya. Hari berjalan normal seperti biasanya, ia merasa cukup lega dengan semua yang ia ingat dan alami hanyalah mimpi buruk semata.