Mata Yumna terbelalak saat kelinci kesayangannya masuk kedalam ruang kerja Citra. Ia hampir saja berteriak. Namun kehadiran Mba Desi yang tiba tiba muncul berhasil membuat tenggorokannya tercekat. Bagaimana ini? Cherry sudah masuk.. Mama pasti marah jika tau ada kelinci didalam sana. Biasanya pintu itu selalu tertutup. Kenapa sekarang terbuka. Walaupun tidak cukup lebar, ukuran kelinci yang kecil tetap saja bisa lolos dengan mudah. Yumna menggigit bibir bawah gelisah. Ia berjalan berniat mengintip dari luar ruangan. Setidaknya jika Cherry masih bisa diambil dari luar, tentu lebih baik ia lakukan sekarang.
Tinggal selangkah lagi ia akan masuk. Dari celah pintu juga sudah terlihat rak buku. Iya tapi dimana Cherry? Apa Yumna harus masuk kedalam untuk menemukan Cherry?. Yumna menghela nafas gusar. Tapi ia segan melakukannya. Masuk, jangan, masuk, jangan,masuk, ahh lebih baik jangan.. lagi lagi niat itu gagal karena rasa takutnya pada Citra, mamanya. Tiba tiba telinga Yumna yang peka mendengar sesuatu.
Ceklek...
Tap..tap..tap..
Telinga Yumna manangkap langkah kaki mama. Itu pasti suara mama keluar dari kamar. Langkah yang terkesan terburu buru. Yumna berusaha melihat apa yang bisa ia lihat dari luar. Siapa tahu Cherry tiba tiba muncul dan ia bisa selamat.
"Yumna!! Kamu sedang apa didepan ruangan saya?!." tegur Citra. Dengan nada yang cukup mengintimidasi. Kata katanya pun terlalu formal untuk seorang ibu yang menegur anaknya.
Sadar akan posisi saat ini , Yumna menjadi beku. Ia sudah membayangkan apa yang akan terjadi. Entah kenapa kaki jadi terasa sulit digerakkan. Ia tau Citra sedang berjalan mendekatinya. Ia tak berdaya untuk pergi. Bahkan waktu juga tak memberi kesempatan Yumna untuk lari dari situasi ini.
Langkah Citra semakin memburu. Sebab dari dulu ia sangat mengharamkan ruangan itu untuk dimasuki Yumna. Sedangkan anak itu malah berdiri tepat didepan pintu bercat putih itu. Apapun yang terjadi Pintu itu harus segera ditutup.
Citra pikir Yumna sedang ditaman belakang. Jadi ia sengaja tak menutupnya tadi. Lagipula ia telah mencoba bergerak cepat hanya untuk mengambil berkas dikamar. Siapa sangka waktu yang singkat itu malah hal yang tak di inginkan tetap terjadi.
Dengan cepat Citra langsung menarik gagang pintu sehingga tertutup secara keras.
Blam!.
Yumna langsung tertunduk dengan mata tertutup. Sudah pasti ia terkejut bukan main. Terlebih suara benturan pintu itu seperti kilat yang pasti setelahnya akan ada gemuruh yang menakutkan pula. Yumna tahu Citra akan menjadi gemuruh itu.
"Sedang apa kamu disini?." suara Citra kembali terdengar. Sangat dingin sedingin es. Dan jangan lupa tatapannya yang juga sangat membunuh. Ya... Faktanya es yang menggantung didalam gua pun bisa tajam dan melukai seseorang jika jatuh. Bagi Yumna , Mamanya semakin lama, sudah menjadi seperti es yang runcing itu. Dan sekarang hanya Yumna yang berada tepat dibawah es itu. Ia pasti akan terluka. Sebentar lagi.
"Kamu jangan buat saya hilang kesabaran.. Kamu boleh abaikan semua suara.. Tapi saya harap kamu dengar yang satu ini. . Jauhi ruangan saya!!." ucapan Citra sangat pelan diawal namun bentakan diakhir. Ia harap Yumna bisa faham. Citra sebenarnya tak begitu yakin dengan usahanya berbicara dengan Gadis didepannya ini. Setelah bertahun tahun, ia bahkan sudah lupa dengan suara anaknya. Dan respon Yumna selalu sama. Yaitu diam.
Sementara itu hati Yumna bergetar hebat. Hati terasa perih. Mata mulai mengembun. Sekuat tenaga ia berusaha menahan lelehan air mata untuk mengalir. Namun ini terlalu sakit untuk diabaikan. Perlahan ia berbalik. Ia lupa dengan niat awal untuk mengambil Cherry.
"Cepat pergi!!." bentak Citra masih erat memegang gagang pintu. Yumna tersentak. Jelas jelas dia akan pergi, kenapa mama masih saja ingin memperjelas kata kata kasar itu. Ia sudah cukup mengerti dengan sikap wanita itu padanya. Teriakan kedua ini lumayan membuat gendang telinga Yumna hampir pecah mungkin. Ia hampir saja ingin menutup telinga. Namun ia urungkan. Mama akan merasa tersinggung pikirnya. Bahkan setelah dihardik Citra. Yumna masih memikirkan perasaan Ibunya itu. Yumna menghembuskan nafas berat. Lalu menoleh untuk sekedar memberi senyum pada Mama Citra. Senyum yang dipaksakan. Yumna menatap Citra. Tatapan yang menyiratkan sakit yang teramat dalam. Meski begitu, caranya tersenyum membuktikan betapa kuat Yumna menghadapi sikap Citra selama ini.
Tatapan Citra yang semula tajam berangsur pudar. Ia tertegun. Setelah mata mereka bertemu, Kenapa hatinya seperti merasa sakit. Senyum pahit putri semata wayangnya itu benar benar membuat perasaannya terganggu. Apa Citra menyesal? . Jelas sekali kesedihan terpancar dari mata Yumna. Apakah hatinya begitu sakit?. 'Dia harusnya tidak mendengar ucapanku,...' Batin Citra. Sebelumnya ia melihat Yumna tampak terkejut dengan bentakannya. Badan gadis itu juga terlihat terguncang. Tapi ia belum sepenuhnya percaya dengan kebenaran ini. Fakta bahwa Yumna tidak tuli.
Setetes air mata mengalir mulus di pipi Yumna. Gadis itu sadar dan segera mengusapnya. Dan untuk terakhir kali, ia kembali tersenyum sebelum akhirnya berlari kecil menuju kamar.
Citra tak bergeming dari posisinya. Entah sejak kapan matanya sudah menampung air yang akan jatuh sebentar lagi.
"ahh banyak debu.." Citra mengibas ngibas mata dengan kedua tangan. Kemudian membuka pintu. Ia terlalu gengsi untuk mengakui bahwa ia menangis.
Ceklek...
Baik Yumna maupun Citra sudah menutup masing masing ruang yang mereka masuki secara bersamaan.
Yumna melampiaskan semua kekecewaan dengan menangis didalam selimut. Ia menggigit bantal sekeras kerasnya sambil berteriak. Dengan begitu suaranya tak akan terdengar siapapun. Hanya itu yang bisa ia lakukan. Selain mencurahkan semua isi hati ke Cherry. Bagaimanapun peliharaan kesayangannya itu tidak ada disini sekarang. Entah apa yang akan terjadi nanti... Mama pasti akan memarahinya lagi dan lagi.
Di sisi lain Citra langsung duduk dimeja kerjanya merapihkan beberapa file. Lantas Menghempaskan diri ke sandaran kursi. Ia cukup lama memperhatikan sebuah foto yang terpajang di dinding. Namun tiba tiba menutup wajah dan mulai menangis.
"Maaf..hiks hiks." lirih Citra di sela tangis.
Mata Citra terfokus pada sosok lelaki di dalam bingkai foto. Lisannya tak henti mengucapkan maaf.
"maaf...maaf..maaf...."
***
"aku kan study kasusnya ke anak kecil... Kalo buat anak SMA... aku gak sepenuhnya yakin.." pikir Key
"Gak salah nyoba dulu." ujar Diva.
"oke deh...yang pertama pastinya kita deketin dia dulu... Buat dia nyaman... soalnya dia cuma bisa ngomong di Zona nyamannya. So.... Apa kesukaan dia ya...hmm tanya ibunya aja kali ya..?"
Diva sadar itu ide buruk. Bahkan saat meminta persetujuan soal Yumna pun Citra tidak peduli. Pasti jika dia mengulangnya lagi bisa bisa ia akan menduduki kursi panas lagi. Ia memutar otak mencari jalan lain agar Key merubah niat untuk melibatkan Citra dalam masalah ini.
"Eh..Tanya Zaky aja..dia kan pernah satu TK."
"Laah kan ibu itu teman terdekat anak gadis"
"Tapi Zaky orang terdekat kita sekarang. Kalo ibunya kan kita mesti nyebrang." Diva mengarahkan jempolnya ke arah Zaky yang sedang tidur tengkurap di sofa.
"Dia lagi tidur."
"Engga." Diva melirik Zaky dan langsung melempar bantal disofa yang mereka duduki. Key yang semula menatap malas langsung terkejut. Apalagi Diva seperti tidak puas dengan satu bantal. Kira kira sudah 3 bantal meluncur.
"Udah udah.." seru Key panik.
"Kamu gak mau balas dendam..."
Key sejenak berpikir..."Oh iya." perempuan itu kemudian mulai mengambil semua bantal yang sudah terlempar tadi. Dan juga semua bantal di sofa lain.
"Siap." Key sudah sedia bantal di kedua tangan. Diva hanya cekikikan membayangkan Zaky akan sengsara sebentar lagi.
"Lempar!." teriak Diva. Zaky langsung terlonjak mendengar suara cempreng kakaknya. Cowok itu langsung duduk dengan muka bantal.
Bukh..
"aww."
Bukh bukh bukh Key membabi buta.
"Woy woy brenti.." seru Zaky.
Diva tertawa terpingkal pingkal. "Wajah kamu dah mirip bantal jadi cocok deh dilempar bantal haha."
"Yaah habis..." Key menyadari bantalnya sudah habis. "ahh iya.." Key hendak melepas sepatunya. Zaky dan Diva melotot bersamaan.
"Ehh...stop stoop...kan bantal doang." Diva menahan Key.
"lahh kata kamu tadi suruh balas dendam.." ucap Key polos.
"Kapan?? kamu yang pengen sendiri kan." Diva pura pura lupa. Sebenarnya ia takut dapat balasan dari Zaky. Lagi pula kenapa sih punya temen kok jadi polos begini.
"Ishh kebiasaan deh tiba tiba amnesia." Key mendengus kesal.
"Udah ah..aku mau tidur lagi..." ujar Zaky.
"Eits...kamu mau dikata ganteng ganteng kebo." tukas Diva.
"Kebo mana ada yang ganteng. Bwee." ledek Zaky.
"Bener juga sih dia." Pikir Key.
"Issh...banguuuun." Diva segera menarik tangan Zaky untuk kembali duduk. Cowok itu menepis tangan kakaknya. Walaupun begitu ia tetap bangun juga.
"Oke aku suruh ngapain?."
"Apa kesukaan Yumna??." tanya Diva to the point.
"Aku...". Zaky menepuk nepuk dada bidangnya.
"yang bener... "
"Serius. dua rius. bukan darius tapi." ucap Zaky tanpa ekspresi.
"Hiiih....nyawa kamu belom balik kayaknya." Diva gregetan pengen nimpuk.
"Tuh kan apa aku bilang... Ke ibunya aja.." saran Key. Diva menggeleng kuat.
"Selain kamu, Yumna suka apa?."
"Hewan yang imutnya kaya aku..." Zaky tersenyum lalu menampilkan deretan giginya. Diva menatap datar sikap menyebalkan Zaky.
"Pengen tau gak nih?." pancing Zaky.
"Apa sii apa?." desak Key.
"Kelinci sama buku cerita.. tapi itu kan dulu..kelincinya sih masih suka.. kalau buku...hmmm gak tau dah..." Zaky memeriksa jam di tangan. Udah ah...aku mau tidur... Dah malem nih... mau ngedate sama someone spesial juga nih." Zaky beranjak dari duduk lalu mengambil langkah menaiki tangga. Kedua perempuan itu tak berkomentar. Yang penting pertanyaan mereka sudah terjawab. Walaupun cukup menguras kesabaran.
Pintu kamar Zaky sudah tertutup. Key jadi penasaran.
"Katanya mau tidur.. bener sih masuk kamar.. Tapi emang ngedate bisa sambil tidur? trus sama siapa?." tanya Key pada Diva.
Tanpa diduga pintu kamar Zaky kembali terbuka.
"Dimimpi. Sama cewelah." teriak Zaky. Dan pintu itu kembali tertutup. Diva tergelak mendengar jawaban adiknya itu. Sedangkan Key malah melongo melihat kemampuan Zaky. Bagaimana bisa jarak sejauh ini dia bisa dengar?.
"Trus apa lagi yang mesti kita lakuin buat..."
"Udah ah... Kita refreshing dulu...ya..ya..ya..." potong Key memaksa
"Iya deh iya..mau ngapain emang..?."
"Nonton drakor yuk."
"Oke...aku gak..." Diva sengaja menggantung ucapannya. "gak bisa nolak maksudnya..hehe."
***
Mentari sudah terbit sejam yang lalu. Selama itu pula gadis berambut panjang berdiri dibalkon rumah. Pandangannya jauh mengikuti matahari yang kian naik. Awan kelabu tampak menggantung menyelimuti cakrawala. Itulah sebabnya gadis itu berani menatap matahari secara langsung. Cahaya benda langit itu hanya seperti setitik sinar diantara kapas berwarna abu abu.
Yumna mulai berbicara dalam hati. 'kata kata motivasi selalu melambangkan matahari yang ditutupi awan sebagai orang yang sedang menghadapi masalah. Semua orang punya masalah dan masalah itu akan hilang bersama waktu. Semua orang berhak bersinar pada waktunya. Tapi apakah itu juga berlaku padaku?. Sepertinya hidupku akan selalu mendung seperti langit sekarang ini. Dan jika hujan turun juga. Katanya Itu dilambangkan sebagai kesedihan, dan bila muncul pelangi setelahnya.. Ya..pasti itu kebahagiaan yang ditunggu. Dan aku?...apa ada pelangi bagiku?.ahh Maksudku... Apa aku berhak bahagia??.'
Ting..tong..
Lamunan Yumna terbuyar demi mendengar bunyi bel rumah. Siapa yang datang?.
"Permisi..paket.." ucap seseorang.
Dari balkon Yumna bisa melihat jasa pengantar barang itu. Apa mamanya yang memesan barang?. Yumna semakin penasaran dengan isi kotak yang dibawa orang itu.
Tak sengaja orang itu melihat Yumna. Karena tak ada yang keluar untuk menerima paket, pria itu jadi antusias ketika menyadari keberadaan seseorang di rumah ini.
"Mba, bisa diterima paketnya..." ucap pria itu sopan namun setengah berteriak.
Yumna diam seribu bahasa. Ia lebih fokus kepada isi kotak itu.
"Mba maaf.. Saya masih banyak kerjaan.. Mohon kerja samanya."
Yumna menggeleng takut. Orang itu berusaha sabar menanggapi tuan rumah yang susah diajak bicara itu.
"sebentar saja mba."
Yumna tetap menggeleng. Kalau itu paket untuk mama, ia tentu tak berani menyentuh. Sepagi ini jangan sampai sudah membuat masalah lagi dengan ibunya. Kemarin sudah cukup menguras air mata. Jangan hari ini.
"tinggal turun lho mba... Apa susahnya?." sudah mulai tidak sabar.
Ceklek... Dan Mba Desi akhirnya keluar.
Yumna menghela nafas lega.
"hah...akhirnya keluar juga... Ini paket atas nama Yumna. Silakan langsung tanda tangan disini sebagai penerima...oh iya ini pulpennya." pria itu bekerja dengan cepat. Ia pasti sudah terlalu banyak melewatkan waktu disini. Mba Desi sampai tidak punya kesempatan untuk berbicara.
"Baik terimakasih..." ucap pria itu lagi.
"Iya terimakasih kembali." ucap mba Desi. Agak bingung juga. Ini pertama kalinya Ia menerima paket untuk Yumna. Ia tampak membolak balikan benda itu. Tak ambil pusing ia pun segera masuk kembali.
Di atas balkon Yumna sedang berpikir. Apa dia tak salah dengar?. Paket atas nama dirinya datang sepagi ini. Ini aneh. Yumna tidak memesan apapun lewat online dan tidak juga punya kepentingan apapun yang melibatkan urusan paket. Lebih baik Yumna periksa sendiri kebawah. Gadis itu berbalik untuk keluar kamar.
Saat menuruni tangga, Mba Desi sudah terlihat bersama paket tadi.
"eh...Mba... Baru mau saya panggil... Ini paketnya mba Yumna udah nyampe."
Ya. Berarti Yumna tak salah dengar. Masih dengan raut bingung. Ia mempercepat langkah.
"Tadinya saya pikir ini salah alamat. Tapi pas saya cek, ternyata gak salah." ucap Mba Desi seraya menyerahkan Kotak itu.
Keduanya duduk di karpet. Yumna jadi bimbang. Diapun ikut. Memeriksa paket itu.dan memang untuknya. Ini benar benar aneh. Dia jadi menebak nebak isi kotak. Takut ada sesuatu yang menakutkan di dalamnya. Atau sebaliknya. Bisa jadi sesuatu yang menyenangkan dan lucu. Atau coba Yumna tebak siapa pengirimnya. Ahh teman sekolah tidak mungkin ada yang mengirim ini. Lagipula Yumna tidak punya teman dimanapun. Eh tapi... Tetangga barunya?. Zaky?. Ah mana mungkin. Kalau dia mau, dia bisa mengantar langsung kerumah. Hmm tapi siapa lagi temannya. Hanya Zaky yang sangat senang bersamanya. Ya, Yumna tidak sepercaya diri itu. Hanya saja Yumna benar benar tak punya orang lain untuk ia curigai sebagai pengirim. Terlebih lagi sifat Zaky memang selalu aneh. Dan out of the box. Jadi mungkin mungkin aja lah.
"Mba juga bingung ya itu dari siapa?...saya lebih penasaran isinya malah." ucap Mba Desi. Yumna kembali tersadar dari segala pemikirannya tentang Zaky. Walaupun sedikit ragu. Tapi kemungkinan itu ada. Ah tapi Yumna masih takut dengan kemungkinan buruknya. Ia jadi bergidik ngeri. Bagaimanapun Yumna memang selalu dihantui rasa takut yang berlebihan. Apalagi semenjak perampokan, saat dia Kelas 1 SD. Yumna reflek menjatuhkan Kotak ditangan ketika teringat memori masa lalu. Yumna meringis kesakitan. duh Apa isinya? Ini kok berat.
"Mba Yumna gak papa? Saya yang buka aja Mba?." tanya Mba Desi sembari menggerakkan tangan seolah ingin merobek. Setahu Mba Desi, Yumna tidak akan mendengar suaranya. Yumna menggeleng pelan. Gara gara kakinya sedikit sakit Yumna jadi semakin tak yakin untuk membukanya. Lebih baik dibuang saja.
"gimana..."
Belum selesai Mba desi berkata, Yumna langsung menunjuk tempat sampah yang terlihat di dapur.
"pake tangan juga bisa ko mba. Gak perlu pake pisau." ujar Mba Desi. Lagi lagi masih dengan isyarat tangan.
Yumna menghela nafas. Lalu menunjuk tempat sampah itu lagi. Mba Desi baru faham.
"Mau dibuang kesana mba??.." mba Desi menunjuk kotak lalu diikuti menunjuk tempat sampah yang dimaksud Yumna.
Baru Yumna mengangguk. Namun tiba tiba Citra lewat menuju dapur. Dan..
" Apa susahnya menghargai pemberian orang lain.." ucap Citra asal berkomentar. Kejadian kemarin membuatnya berpikir kalau Yumna memang bisa mendengar. Meskipun kurang yakin sih.
Mba Desi terdiam. Sedangkan Yumna bersikap seolah tidak terkejut dengan ucapan mamanya. Faktanya, Gadis itu merasa malu dengan teguran itu. Ia tak pernah berani membantah ucapan mamanya, Citra. Bagaimanapun Yumna lega sekarang. Setelah kemarin Mama membentaknya, pagi ini mama malah sudah memberi teguran padanya. Yang pasti tidak dengan cara membentak seperti kemarin.
"Kata mamanya Mba Yumna, ini pemberian orang mba... Kasihan yang udah ngasih." Mba Desi menggerakkan jari jarinya. ART satu ini memang pernah bekerja sebagai tukang bersih bersih di SLB. Jadi ia bisa sedikit dikit bahasa isyarat seperti itu.
Yumna masih diam. Ia sebenarnya ingin coba menjawab perkataan perempuan didepannya. Tapi sulit sekali. Kata kata yang ingin diucapkan hanya sampai di kepala.
Karena tak ada jawaban...
"ya udah.. Saya buang ya..." Kotak itu hendak dibawa Mba Desi. Dengan sigap Yumna menahannya. Yumna menggeleng lagi. Ia menyerah untuk mencoba bicara.
Mama Citra sedang duduk di dapur. Sepertinya sedang memakan buah. Akan sangat menakutkan jika benda itu jadi dibuang disana.
"oo... Jadinya kita buka aja ya..." kali ini Mba Desi langsung membuka lapisan kertas luar.
Dalam beberapa detik akhirnya terbuka. Yumna tak berani melihat kedalam. Namun ekspresi Mba Desi cukup menjanjikan bahwa itu pasti tidak menyeramkan.
"Wow..novel mba...bagus bagus. Kayanya" seru Mba Desi. Yumna melongok sedikit. Ia langsung tersenyum manis. Dan tanpa babibu segera menarik kotak itu kedepannya.
"Saya lanjut kerja ya mba.." izin Mba Desi. Yumna tak begitu peduli. Ia sudah sangat senang dengan mainan barunya.
Yumna menghela nafas lega. Akhirnya tahu juga isinya. Beberapa novel dan satu buku tentang melawan rasa takut. Siapa pengirimnya??. Dia bahkan tahu ketakutan Yumna.
Beberapa saat lalu kotak ini menjadi misteri. dan sekarang pengirimnya lebih misterius lagi. Yumna tak tahu jika ada orang yang sepeduli ini padanya. Diam diam gadis itu menarik senyum tipis.
Bicara soal hujan dan pelangi. Yumna berpikir pelangi untuknya mungkin sudah tiba. Hatinya perlahan menghangat mendapat perhatian orang ini. siapa dia?. Walaupun masih misterius... yang pasti dia sudah mengingatkan Yumna, bahwa setiap orang berhak bahagia.