Chapter 3 - Chapter 03

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Elise membantuku memakai pakaian pergi, kami turun ke kedai untuk memesan makanan. Aku teringat janjiku dengan pemuda yang kutemui tadi malam. Banyak yang ingin kutanyakan padanya, terutama soal wanita yang bersamanya. Apa wanita itu memang benar-benar 'dia' yang mencelakaiku? Apa 'dia' juga ikut terbawa ke dunia ini? Atau hanya kebetulan saja mereka memiliki rupa yang sama?

"Hati-hati Nona", Elise membantuku menuruni tangga.

"Tidak apa-apa Elise, aku sudah baikan kok"

"Tetap saja Nona harus berhati-hati, kita tidak tahu kapan sakit Nona akan kambuh lagi kan"

"Hahaha, iya, terimakasih Elise"

Setelah beristirahat, pagi ini aku sudah merasa segar kembali. Rasa sakit di kepalaku sudah hilang. Ini berkat Elise yang selalu membawa obat-obatanku. Elise juga menyiapkan minuman hangat dari rempah-rempah yang membantuku untuk bisa tidur dengan lelap.

Di kedai, suasana cukup ramai. Banyak orang-orang berkumpul dan memesan makanan sambil mengobrol santai. Tidak seperti restauran khusus bangsawan yang kaku dan formal, kedai di penginapan ini lebih hidup dan ceria. Kulihat ada beberapa orang berpakaian Knight sedang menyantap makanan. Kami memilih tempat duduk yang tersisa.

"Nona, saya pesankan makanan dulu ya. Ada yang Nona inginkan?"

"Hmm, pesankan apa saja yang menurutmu menarik. Aku ingin mencoba makanan khas disini"

"Baik!"

Sementara Elise memesankan makanan, aku melihat sekeliling. Walau nampak ramai dan dipenuhi orang-orang dari berbagai macam kalangan, kedai ini cukup bersih dan terawat dengan baik. Tak jauh dari tempatku duduk, ada seorang gadis yang sedang menyapu lantai dan merapikan barang-barang di dekatnya. Merasa kuperhatikan, dia mendekatiku.

"Halo Nona, ada yang bisa saya bantu?"

"Ah, ma-maaf ya, aku tidak bermaksud membuatmu tidak nyaman. Aku hanya kagum saja melihatmu bersih-bersih. Sungguh rapi sekali. Hahaha", aku tidak bermaksud menyembunyikan identitasku, tetapi aku juga tidak ingin terlalu menarik perhatian orang-orang.

"Hahaha, terimakasih pujiannya Nona. Saya tahu orang yang berpergian dengan membawa pelayan pribadi tentu bukan orang biasa, saya senang mendengar pujian dari Nona", gadis itu tertawa.

"Nona, silakan coba ini, makanan utamanya nanti akan diantarkan. Eh? Ada apa Nona?", Elise datang membawa beberapa roti yang masih hangat, ia memberikan roti itu dan bertanya.

"Terimakasih. Oh tidak ada apa-apa, aku sedang mengobrol saja"

"Ooh, salam kenal ya! Saya Elise, asisten Nona Aradea"

"Aku Aradea, kami berasal dari kota Luen. Kami sedang menginap disini sampai minggu depan"

"Hahaha, iya salam kenal semua! Namaku Mitchell, panggil saja Mica. Paman dan bibiku adalah pemilik penginapan ini, aku belum lama ini bekerja disini untuk membantu mereka"

Mitchell duduk di meja kami dan ikut berbincang-bincang. Aku bertanya banyak mengenai ibu kota. Mitchell dengan senang hati menjawab pertanyaan-pertanyaanku. Kami membicarakan banyak hal sambil menyantap makanan yang disajikan.

"Oh iya Mica apakah para Knight itu bekerja langsung ada dibawah kerajaan?", aku membuka pembicaraan mengenai para Knight.

"Iya, mereka Knight yang bekerja untuk kerajaan. Tapi setahuku mereka masih golongan bawah. Tugas mereka hanya berkeliling kota dan menjaga jalanan saja, bukan yang ikut pasukan untuk berperang atau pengawal pribadi bangsawan. Sebentar lagi mereka akan bersiap pergi bekerja lagi. Memangnya ada apa Nona?"

"Ooh, aku penasaran saja. Tadi malam kulihat ada yang mengenakan pakaian mirip mereka, tapi lambang yang ada di bajunya berdeda dengan yang mereka pakai"

"Hmm, kalau lambangnya berbeda kemungkinan besar Knight itu bekerja untuk bangsawan lain. Memangnya Nona tidak punya Knight sendiri?"

"Sayangnya tidak, hahaha"

"Aradea! Maaf sudah membuatmu menunggu!"

Pemuda bernama Vinze yang mengaku sebagai temanku itu akhirnya datang. Aku mempersilakannya duduk di depanku. Kulihat raut wajah Mitchell berubah.

"Oh temanmu sudah datang ya? Kalau begitu saya melanjutkan pekerjaan saya dulu ya", Berry bergegas pergi untuk kembali melanjutkan tugasnya. Sempat kulihat ekspresi mukanya yang tidak biasa, apa mungkin ia bermasalah dengan Vinze?

"Kalau begitu saya kembali ke kamar sebentar ya Nona, saya akan menyiapkan baju dan perbekalan untuk nanti siang", Elise pergi meninggalkan kami berdua.

Kami terdiam sebentar. Suasana mendadak kaku dan dingin. Aku bingung harus memulai darimana.

"Vinze, ada hal penting yang harus kuceritakan sebelum kita mengobrol lebih banyak"

"A-apakah itu?"

"Jadi begini... Beberapa waktu lalu aku mengalami kecelakaan, kepalaku terluka cukup parah. Akibatnya, ada beberapa hal yang tidak bisa kuingat... Jadi, mohon maaf sebelumnya jika aku kesulitan membahas masa lalu. Aku tidak bermaksud menyinggungmu"

"Eh? Apa kamu tidak apa-apa sekarang? Kamu jadi kehilangan sebagian ingatanmu?"

"Iya... Aku sudah tida apa-apa sekarang"

"Syukurlah kalau begitu. Apa ada hal yang bisa kubantu?"

"Ada, aku butuh bantuanmu untuk mengingat masa laluku. Apa kamu bisa ceritakan kembali hubungan kita dulu itu seperti apa?"

"Itu... Baik, akan kuceritakan. Dulu aku tinggal di daerah Luen, kita sudah saling mengenal sejak kecil. Dulu kita sering bermain bersama teman-teman sebaya kita disana. Lalu aku dan keluargaku pindah ke Kota Garland, sementara kamu masuk akademi di ibu kota. Setelah lulus, kamu kembali ke rumahmu. Kita baru bertemu lagi sekitar setahun yang lalu disini."

"Setahun yang lalu?"

"Iya, tahun lalu kamu juga datang ke ibu kota untuk bertemu adikmu yang baru masuk akademi dan melihat festival. Pada saat itu aku juga sedang bertugas mengawal Nona Alizia seperti sekarang."

"Nona Alizia perempuan yang waktu itu bersamamu? Kukira dia kekasihmu", aku teringat dengan wajah perempuan yang sama persis dengan musuhku itu. Aku merasa kenal dengan nama-nama itu, apakah karena kami pernah saling kenal sebelumnya?

"Itu..."

"Siapa nama lengkapnya? Apa kami pernah saling kenal sebelumnya?", tiba-tiba ada satu hal terbesit di pikiranku. Aku mulai curiga dengan nama perempempuan itu.

"Namanya Alizia Eisc de Garland, anak satu-satunya dari Count Garland yang menguasai daerah tempatku tinggal. Kalian pernah ku kenalkan dulu."

Alizia Eisc de Garland.

DEG!

Jantungku serasa berhenti sejenak. Aku ingat nama itu! Itu adalah nama tokoh utama dari novel yang pernah kubaca. Novel buatan musuhku!

"Aradea? Kamu tidak apa-apa? Wajahmu pucat"

"...", aku kehabisan kata-kata. Jantungku berdegup kencang, membuatku sulit bernafas. Aku hanya menggelengkan kepala untuk menjawabnya.

"Mau kuantar ke kamarmu?"

"VINZE! KAMU DISINI? AKU MENCARIMU KEMANA-MANA!", tiba-tiba terdengar suara teriakan yang kukenal. Orang-orang terkejut, mereka otomatis melihat ke sumber suara itu, Alizia Eisc de Garland. Perempuan itu langsung berlari ke arah Vinze dan memeluknya dari belakang.

"No-nona Alizia? Jangan seperti ini, tidak baik dilihat banyak orang", Vinze berusaha melepas pelukan Alizia, ia merasa tidak nyaman dengan perlakuan perempuan itu.

"Kamu kenapa lama sekali? Aku mencarimu kemana-mana tahu! Katanya kamu tidak akan lama-lama, setelah urusan hutangmu selesai kamu akan langsung menemuiku", Alizia menempel manja dan berbicara dengan nada mesra pada Vinze.

"Hutang?"

"I-iya, kami baru saja mau membahas soal itu. Tunggulah sebentar, ayo duduk disini Nona", Vinze menarik kursi di sebelahnya dan mempersilakan majikannya itu duduk.

Walaupun Alizia adalah anak bangsawan yang gelarnya lebih tinggi dari keluargaku, aku sama sekali tidak melihat keanggunan dari perempuan itu. Tingkah lakunya benar-benar sama persis dengan perempuan itu. Jangan-jangan musuhku masuk ke dalam tubuh Alizia, sama sepertiku?

"Haloo, kalau tidak salah namamu Aradea? Vinze sering bercerita tentangmu, ini kedua kalinya kita bertemu lagi"

"Iya, Nona Alizia, Vinze baru saja tadi bercerita tentangmu"

"Oh iya? Kalian membicarakan apa tentangku?"

"Langsung ke intinya saja ya, setahun yang lalu aku pernah meminjam 1.000 gold padamu, mungkin kamu sudah lupa. Aku mau mengembalikan uangmu", belum sempat aku menjawab, sekantung emas dikeluarkan oleh Vinze.

"Terimakasih banyak atas bantuanmu waktu itu", Ia langsung memberikan kantung itu kepadaku. Kulihat ekspresi wajahnya yang terlihat tidak nyaman dengan situasi ini. Akupun ingin segera pergi dari sini, aku ingin beristirahat. Tubuhku mulai terasa berat.

"Oh, iya, aku lupa soal itu. Terimakasih sudah mau mengembalikannya ya. Kalau begitu aku undur diri dulu, sepertinya aku tidak enak badan. Sampai jumpa lain waktu Vinze dan Nona Alizia", aku berdiri dari meja itu dan mengucap salam.

"Nona? Anda tidak apa-apa? Mari saya antar ke kamar!", syukurlah Elise datang tepat waktu. Kami bergegas pergi dari tempat itu.

.

.

.

Tanpa kusadari, aku telah tertidur selama beberapa jam. Ku ingat seletah masuk ke kamar, aku membaringkan diri untuk menenangkan jantungku yang masih berdebar. Elise membuatkanku minuman herbal untuk menenangkanku.

"Elise? Jam berapa ini? Bagaimana dengan Aremia?"

"Nona! Jangan memaksakan diri, istirahatlah dulu. Sekarang pukul dua siang. Tadi ada kabar dari Nona Aremia, pertemuan diundur jadi nanti malam di acara festival. Nona Aremia bilang masih ada tugas yang harus diselesaikannya siang ini"

"Ah... baiklah. Oh iya Elise, bisa tolong siapkan alat tulis dan beberapa lembar kertas? Ada yang ingin kutulis"

"Baik! Apa Nona mau sekalian makan siang juga?"

"Iya, tolong bawakan makan siang juga"

"Baik Nona!", Elise pergi mencarikanku kertas dan alat tulis, lalu ia membawakan makan siang ringan untukku. Setelah selesai makan, akupun mulai menulis.

Lembar demi lembar kertas mulai menumpuk, dipenuhi dengan tulisan-tulisanku tentang hal-hal yang kuingat dari kehidupanku sebelumnya.

Sebelumnya aku hanyalah mahasiswa perguruan tinggi biasa yang aktif dalam berbagai macam organisasi. Orang yang kusebut musuhku itu adalah adik kelasku di kampusku, sebut saja S. Dulu kami berteman akrab. Orang-orang pun mengira kami sahabat dekat, padahal hubungan kami tidak sedalam itu, kami hanya teman main yang akrab saja.

Ia senang menulis cerita dan sering menggunggah hasil karyanya. Ia selalu memintaku serta teman-temannya yang lain untuk membaca dan memberi komentar. Karyanya yang sering ia banggakan dan bagikan itu adalah sebuah novel online berjudul 'My Dearest Knight'. Novel itu bercerita tentang seorang anak bangsawan bernama Alizia Eisc de Garland yang menjalin hubungan dengan knight bawahannya, Vinze Parlon. Hubungan mereka ditentang oleh orangtua Alizia karena perbedaan kasta. Cerita itu dibuat berdasarkan image dirinya sendiri serta pasangannya, F, teman lamaku.

Isi novel itu kebanyakan berisi tentang keseharian mereka sebagai 'Tuan Putri dan Kesatria Pelindungnya', drama-drama cinta picisan, dan dipenuhi adegan-adegan tidak senonoh yang malas kubaca. Walaupun begitu, sebagai teman aku tetap membacanya untuk menyenangkan dirinya. Sekedar menambah total pengunjung atau memberikan tanda suka pada novelnya.

Masalah dimulai ketika kami bertengkar hebat. Ia menuduhku berselingkuh dengan pasangannya, dan mengakibatkan putusnya hubungan mereka. Padahal kami tidak ada hubungan apa-apa, pasangannya hanya sering meminta saran mengenai pekerjaan kepadaku. Akupun menanggapi seperlunya dan membantunya karena kami memang teman sejak lama, bahkan sejak sebelum mereka bersama. Kecemburuan yang berlebihan itu membuatnya berubah menjadi membenciku. Ia sering melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan dan menggangguku.

Salah satu ungkapan kekesalannya, ia membuat akhir cerita tragis untuk novelnya dan memaksa semua orang yang pernah membaca karyanya untuk melihat akhir dari ceritanya. Diceritakan tokoh utama Alizia membunuh semua orang yang menjadi saingan cintanya, lalu membunuh Vinze dengan racun, dan pada akhirnya bunuh diri.

Seingatku tokoh bernama Aradea sendiri tidak pernah ada dalam novelnya. Entahlah jika Aradea merupakan salah satu dari tokoh saingan cintanya yang namanya tidak pernah disebutkan dalam novel itu.

Jika benar dunia ini adalah dunia dalam novel yang dibuat olehnya, maka posisiku berada dalam bahaya. Jika terus dibiarkan berjalan sesuai dengan alur cerita aslinya, kemungkinan nanti aku akan dibunuhnya.... lagi. Apalagi jika ternyata ia memang masuk ke dunia novel ini, sama sepertiku. Cepat atau lambat ia pasti akan mengincarku, dan mencelakaiku lagi.

Aku harus bertindak lebih cepat!

Aku tidak peduli jika harus menghancurkan jalan cerita di novel ini. Aku akan menjadi tokoh jahat di novel ini!