Weekend tiba, terasa jauh lebih lama dibanding biasanya bagi Angela. Hari-harinya di sekolah yang belakangan terasa suram, melulu suram, membuatnya tak betah. Hubungannya dengan Andrei normal, sedikit kaku saat mereka bicara, tak seperti sebelumnya yang kelewat akrab dan membuat orang salah menafsirkan hubungan mereka. Karina masih mengancam, namun karena Angela kini sering kemana-mana dengan Nikki dan Elena, atau diseret paksa oleh Roni yang kumat jahilnya, Karina tak bisa berbuat banyak. Angela sebenarnya gelisah, seolah baginya Karina tengah menumpuk semua dendamnya, lalu membayarnya nanti sekalian ditambah bonus. Itu berarti bencana.
Angela tengah sibuk menguji coba resep cookies yang ditemukannya di aplikasi koki rumahan saat ia mendengar bel dari pintu gerbang berdering. Ia meninggalkan oven yang sedari tadi dipelototinya, lalu berjalan ke depan. Bik Ami masih sibuk membersihkan kamar mandi di lantai 2 sambil menyanyikan lagu dangdut kesukaannya keras-keras. Suara musik koplo bergaung dari arah tangga diselingi lengkingan suara cengkoknya, membuat Angela berdecak.
"Paket buat Mbak Angela."
Seorang kurir membawakan kotak besar untuk Angela. Bukan kotak, tapi kandang besar. Angela mengernyit, memutar kandang itu di tangannya, dan spontan menjerit kaget saat seekor anak anjing menyerbu dari teralis kandang ke arahnya.
"AAAAAA…."
Si kurir ikut kaget mendengar jeritannya dan buru-buru memegangi kandang itu sebelum terjatuh dari pegangan Angela. Anjing itu lalu melolong gembira dan mendengus-dengus. Angela mengusap dadanya untuk memulihkan kekagetannya, lalu memandangi anjing turunan Alaskan Malamute itu. warnanya kombinasi putih-kelabu-hitam, dengan mata cokelat. Menggemaskan!
"Dari siapa, Pak?" tanya Angela saat si kurir mengangsurkan nota padanya.
"Hmm… Adrian Ramanatha."
"EH??" Angela membelalak. "Tapi paket ini datangnya dari petshop mana? Adrian itu lagi di Singapura soalnya."
"Tadi saya jemput dari perumahan Langit Jenggala, Mbak."
Angela tak punya teman atau kenalan yang tinggal di daerah sana.
"Yang ngasih ke bapak siapa?"
"Ya orang yang namanya Adrian ini."
"Sebentar."
Angela mengambil ponsel, mencari nomor Adrian dan menghubunginya. Ia mengepit kandang anjing di satu lengan, bersusah payah memeganginya kuat-kuat. Si anak bulu itu aktif sekali di dalam sana.
"Kak, lo ngapain ngirimin gue anjing? Dan siapa kaki tangan lo yang ngasih anjing ini ke gue?" Angela langsung menyerocos saat suara mengantuk Adrian menyapanya. Adrian kontan terbahak.
"Oh, sudah sampai ya? Imut kan? Jagain ya. Biar lo nggak kesepian di rumah sendirian. Tutorial melihara anjing bisa lo cari di internet. Jangan sampai mati anjing gue, La. Eh, sekalian, kasih nama yang bagus. Yang ganteng. Yang kece badai. Oke?"
Angela melepas ponsel dan memandang sengit foto Adrian di layarnya, lalu menempelkan kembali ponsel di telinga untuk melempar hardikan lain.
"Nah, trus siapa kaki tangan lo yang ngirim guguk ini ke gue? Yang tinggal di…mana tadi?" Ia mengerling si kurir yang masih berdiri dengan sabar di sebelahnya. Si kurir membisikkan jawabannya. "Oh, perumahan Langit Jenggala. Ngaku!"
"Ada deh. Suatu saat lo bakal kenalan juga sama orangnya. Tenang aja." Adrian tertawa lepas. "udah ah! Gue mau tidur lagi mumpung weekend. Ingat kirim foto guguk gue tiap hari ya. Jangan sampe mati, La. Gue belinya jutaan tuh!"
Hih…
Angela mematikan sambungan dan memandang anak bulu imut itu. ia lalu mengucapkan terima kasih pada si kurir, dan dengan susah payah membawa hadiahnya masuk ke rumah.
"Duhh…Adrian sialan! Kenapa nggak beliin gue cihuahua aja yang kecilan. Ini anjing bakal segede apa nantinya?" Ia meringis sambil menyeret kandang itu melintasi halaman depan. Nambah kerjaan aja!
***
Melepasliarkan anjing itu ternyata membawa petaka. Begitu lepas dari kandang, anjing itu berlari ke halaman depan, dan dengan bersemangat menggali tanah. Saat Angela menghentikannya dan mencoba menangkapnya, makhluk itu malah melesat ke ruang tamu, meninggalkan jejak kaki berlumpur yang memanjang hingga sampai ke dapur. Angela masih terpaku melihat keajaiban tingkah liar anjing itu saat si guguk memutuskan berguling-guling di atas karpet ruang keluarga yang baru saja divakum oleh Bik Ami. Bulu-bulunya rontok menghiasi karpet cokelat tua itu.
"HEEEEIIIIIIIII…."
Angela memekik, disambut dengan lolongan merdu si guguk tak beradab itu. Angela harus berlari-lari melintasi berbagai penjuru rumah untuk menangkapnya.
"Sini lo! Hei! Guguk! Sialan!" ia membungkuk di bawah meja makan, lalu bangkit. Kepalanya tanpa sengaja membentur daun meja hingga menggetarkan peralatan makan yang tertata rapi di atasnya.
"Adudududuhhhh…" Angela mengusap puncak kepalanya yang berdenyut nyeri, dengan beringas mencari keberadaan monster kecil rusuh itu. matanya kontan membelalak melihat monster itu duduk manis di teras depan sambil mengunyah sandal rumahan miliknya.
"AAAAAAAAA…. Sandal gueeee…" ia berlari mendekat, dan disambut satu salakan riang dari anjing tiga warna itu. sebelum monster itu sempat kabur, angela telah meraihnya dan membekapnya di dadanya. Ia terkikik geli saat anjing itu mencoba menjilat dan mengendus wajahnya.
"Enough, little monster!" Angela memasukkannya kembali ke dalam kandang, lalu berdiri sambil bersandar di dinding, kecapekan. Anjing itu menguik sedih karena terpenjara dalam kandangnya yang sempit. "Besok, kita beli kandang buat lo. Tali juga."
Baru saja ia selesai mengucapkannya, bel dari gerbang kembali berdering. Angela berjalan gontai ke depan untuk melihat siapa yang datang. Matanya spontan melebar melihat mobil pick-up yang mengangkut kandang berukuran besar, tali kekang, serta sekarung besar makanan anjing.
"Oh, Lord…."
***
"Kak, anjing lo mengacaukan jadwal gue uji coba resep. Cookies gue hangus tahu! Dan lo tahu, baru aja Bik Ami selesai bersih-bersih, anjing lo bikin berantakan lagi. Bik Ami ngambek, dan gue yang harus membereskan semuanya sekarang!"
Adrian terkikik di seberang sana.
"Oke, curhat aja lagi, La."
"Jadi, lo nggak boleh protes dengan nama yang gue kasih ke anjing lo. Deal?"
Angela berdiri sambil berkacak pinggang di ruang keluarga yang baru setengah jalan dibersihkannya. Monster kecil milik Adrian sudah dimasukkan ke kandang barunya yang superbesar di garasi, tidur nyenyak setelah dijejali semangkok besar makanan anjing dan susu.
"Siapa nama pilihan lo?"
"Moon-moon."
"APA???"
"Jangan protes!" Angela menghembuskan napas panjang, melirik ke sekitarnya yang kotor dan penuh bulu anjing bertebaran. "Udah ah! Gue lanjut bersih-bersih dulu sebelum kelewat malam." Angela lalu memutus sambungan dan melempar ponsel ke sofa.
Ruang tamu sudah beres, sekarang giliran karpet di ruang keluarga yang perlu divakum ulang. Hari sudah malam dan ia sama sekali belum makan apapun dari siang. sementara remaja lainnya malam mingguan, ia terjebak di rumah sambil bersih-bersih sendirian.
Saat ia akhirnya mandi dan siap tidur, ia mengecek kembali ponselnya. Ada beberapa pesan yang masuk untuknya. Sambil mematikan lampu kamar ia mengecek pesan satu persatu. Karina, Andrei, Agatha.
Karina : Senin inget bawain gue sarapan kayak biasa.
Angela mengetikkan balasannya dengan geram.
Angela : Beli sendiri mulai sekarang, Rin. Nggak sempat gue!
Lalu ia dengan ogah-ogahan memeriksa pesan dari Agatha
Agatha : Kak, lihat! Couple goals banget kan gue sama Andrei-nya elo?
Agatha mengirim fotonya bersama Andrei yang tengah berselfie di suatu tempat makan. Agatha dengan gaya diimut-imutkan, dan Andrei dengan senyum tipisnya yang selalu membuat Angela kekurangan oksigen tiap melihatnya. Menyakitkan sekali.
Ia tak membalasnya sama sekali, dan tergerak untuk memblokir saja nomor Agatha, namun diurungkannya. Kesannya sama sekali tak dewasa dan mempertegas kecemburuannya. Ia hanya mematikan notifikasi pesan dari Agatha. Dengan jari-jari tangan yang bergetar ia masuk ke pesan yang dikirimkan Andrei, menduga lelaki itu pastilah mengirimkan foto yang sama padanya.
Andrei : La, nanti gue telpon malamnya.
Angela melirik jam di sudut atas layar ponsel. Jam 10 malam. Ia lalu mematikan ponselnya, dan meletakkannya jauh-jauh di atas nakas, tak ingin berurusan dengan Andrei yang tengah dimabuk cinta.
***