Chereads / 365 Days Angela / Chapter 19 - Tunangan Tak Berakhlak (2)

Chapter 19 - Tunangan Tak Berakhlak (2)

"Sial banget lo, La."

Angela mengerutkan bibirnya mendengar ucapan Roni di sebelahnya. Bel pulang sekolah baru saja berdering. Semuanya tengah sibuk memasukkan buku dan alat tulis ke dalam tas, tak sabar untuk pulang ke rumah. Cuaca masih semendung tadi pagi. Jam 4 sore yang biasanya masih cerah kini terlihat suram.

"Salah gue juga sih, Ron."

Sebentar lagi Angela akan mengikuti remedial olahraga, sit up seperti tadi pagi. Mirisnya, ia hanya sendirian mengikutinya. Selain karena ia hanya mampu melakukannya 15 kali dalam 1 menit, Valdy juga tak mau mengampuninya soal kelakuan Angela di kelasnya. Yah, siapa suruh gurunya itu bertingkah menyebalkan? Angela juga jadi jengkel pada dirinya sendiri. Berkali-kali mencari masalah. Mana slogan 'hidup damai cinta damai' yang dulu itu? Tak ada lagi di hidupnya.

"Gue tungguin deh. Sekalian gue tanding basket sama kelas 11."

"Nggak usah." Angela menjawab cepat, teringat ia akan pulang bareng Valdy sore ini. Pesan Valdy yang penuh ancaman muncul kembali di benaknya.

[Pulang bareng, kalau kabur, remedial lagi.]

"Biar lo nggak pulang sendirian, La." Roni menyandang ranselnya. "Kenapa?"

"Eh, gue pulang sendiri aja, nggak apa kok." Angela bangkit sambil menguncir rambutnya, membuat cepol di atas kepala. Roni mengamatinya sambil menelengkan kepala. "Kenapa melihat gue seperti itu?" tanya Angela, mulai gugup. Ia menyelipkan anak-anak rambut yang menggelitik pipinya, lalu meraih ransel. "Gue pergi dulu." Ia berhenti sejenak saat melihat pesan masuk ke ponselnya. Valdy.

"Oke." Roni mendesah, ikut bangkit. "Yang jelas gue masih ada di sekolah sampai jam 6. Kalo butuh bantuan, tinggal telepon gue, La."

"Siap! Thanks, Ron."

Angela lalu buru-buru pergi saat ponselnya bergetar dan menampilkan nama Valdy yang tengah menghubunginya. Ia melewati kerumunan teman sekelasnya di ambang pintu kelas sambil mengangkat telepon, lalu menghampiri deretan lemari loker di koridor depan kelas.

"Aku nggak kabur. Tenang aja!" Ia mendesis pada Valdy, membungkuk mengambil seragam olahraganya yang berbau keringat, spontan mengerutkan hidungnya. "Boleh pakai seragam batik aja nggak? Baju olahragaku bau keringat. Nanti gatel-gatel." Jawaban tegas Valdy membuatnya berseru gusar. "Fine!"

Ia menutup pintu loker dan berbalik, terlonjak saat melihat Roni berdiri dekat sekali di hadapannya, memandangnya heran.

"Lo nelpon siapa barusan? Pak Valdy?" tanya Roni.

"Aku.. eh..gue… Bukan, bukan dia." Angela buru-buru meralat. Roni menyipitkan matanya, terlihat tak percaya begitu saja pada ucapan Angela. "Gue buru-buru, Ron."

"Pulang sama gue ya, La." Roni berkata pelan, memepet tubuh Angela hingga punggungnya menempel di pintu loker, tak bisa menghindar kemana-mana. "Mau?"

"Hari ini nggak bisa. Sumpah!" Angela berkata gelagapan, tak mampu membalas tatapan Roni yang tajam dan tak pernah dilihatnya sebelumnya. Cowok ini kenapaaaa? "Besok aja, gimana? Well… eh, sekalian nongkrong sepulang sekolah?"

Hembusan napas Roni menerbangkan helaian rambut Angela hingga kembali menutupi pipinya. Kaki Angela sudah berubah lemas saking gugupnya berdiri nyaris menempel pada lelaki itu.

"Oke." Roni akhirnya menjawab. "Jangan lupa."

"Nggak akan lupa, Ron." Angela meletakkan kedua tangannya di dada Roni, perlahan mendorongnya mundur. "Sekarang, gue remedial dulu." Angela lalu keluar dari kungkungan tubuh Roni, berjalan dengan kedua kaki yang masih goyah dan jantung berdebar liar di dada.

***

"Mau kukasih nilai berapa, La? 60 aja ya?"

Angela yang duduk dengan perut menempel di kedua pahanya kontan mendelik pada Valdy.

"Tadi sudah 20 kali!"

"Aku minta 25 kali. Kuping dipasang, jangan dipajang doang!"

Angela melemparinya dengan segumpal tanah, telak mengenai celana panjang khaki yang dipakainya.

"Ulangi! Sampai kamu bisa 25 kali dalam semenit!" Valdy berdecak sambil menepis noda tanah yang mencoreng celananya. "Dua kali tindakan kurang ajar di kelasku, La. Rekor banget buat kamu."

"Shut up!"

Lapangan berumput di sekitar mereka kosong. Lapangan basket di salah satu pojok lapangan sepak bola masih ramai. Tak ada orang yang melihat interaksi Angela dan Valdy yang jauh dari kata santun, terutama dari sisi Angela.

"Ayo, ulangi sekali lagi." Valdy berdiri bersedekap di hadapan Angela. "Lakukan sendirian."

"Nggak adil, Val! Yang lain berpasangan, kenapa aku sendirian?"

"Nggak etis, La. Kita cuma berdua disini." Valdy mengamati lapangan basket di kejauhan. "Interaksi kita tadi pagi udah cukup mengundang atensi."

"Dan kecemburuan Karina." Angela menuntaskan ucapannya, membuat Valdy berpaling. "Val, kamu sudah sedekat itu dengan Karina. Kenapa nggak jadian aja sekalian?" Angela menangkap keheranan di wajah Valdy. "Hei, Karina-mu itu nunjukin chat kalian berdua ke semua orang. Satu kelas udah tahu kedekatan kalian kayak gimana."

"APA?"

"Biarpun aku musuhan sama dia, dia tetap menunjukkan chat kalian, biar aku menjauh darimu. Intinya, semua yang dianggap saingannya akan disingkirkan dengan banyak cara." Angela meluruskan kaki. "Sebentar, aku ingat kata-katamu di chat Karina." Angela mendongak dan memejamkan mata, berusaha mengingat. "'You're beautiful, always.' Terus, 'I love the way you smile.'" Angela membuka mata, puas melihat ekspresi terguncang di wajah Valdy. "Tampangnya jangan begitu, Pak. Shock ya?"

Valdy menggerung gusar, tak menyangka sama sekali hubungannya dengan Karina terekspos ke publik tanpa sepengetahuannya.

"Kamu tahu berapa orang yang sudah coba disingkirkannya? Banyak. Termasuk aku. Demi kamu." Angela terkikik. "Rugi juga sih dia capek-capek membully-ku. Aku kan bukan saingan, tapi batu sandungan terbesar buat dia." Angela melambaikan tangan pada Valdy. "Tapi kalo kamu suka sama dia, silakan. Aku nggak melarang kalian jadian. Tapi kamu juga jangan melarangku dekat dengan cowok lain. Sudah sepakat soal itu kan?" Angela melirik ke arah lapangan basket, berubah merona saat melihat sosok Roni yang tengah berdiri menyamping sambil menyugar rambutnya.

"Sudahlah. Kita bicarakan lain kali saja soal itu." Valdy berubah tegas kembali. "Sekarang, lanjutkan. 25 kali, kurang dari itu, ulangi lagi." Valdy bersiap dengan stopwatch di tangan. Angela mendesah lesu dan menekuk kembali kedua kakinya, bersiap sit up. Kedua matanya melebar saat Valdy berlutut di depannya, melingkarkan satu lengan di betisnya.

"Eh, katanya…"

"Mulai!"

Angela memeletkan lidah padanya dan mulai sit up dengan cepat. Valdy menghitungnya, makin lama dengan intonasi makin galak yang membuat Angela jengkel.

"Sepuluh! Lelet! Yang cepat! Malu-maluin aja kamu, La!"

"Baru dua puluh! Ayo!"

"Dua puluh satu!"

Angela tak kuat lagi, sekujur tubuhnya sudah terasa nyeri luar biasa.

"Dua puluh empat. Stop!"

Angela terkapar di tanah, lalu memukul-mukul rumput dengan kepalan tangannya saking jengkelnya. Satu kali lagiiiii, ia menjerit dalam hati.

"Ulangi!"

"Sebentar, Val! Please! Badanku sakit semuaaaa…"

"Kamu mau sampai malam di sekolah cuma buat ini?"

"Siapa suruh ngadain remedial sepulang sekolah?" Angela balas menukas.

"Lalu maunya kapan? Besok nggak mungkin. Minggu depan? Yakin kamu bakal latihan sit up di rumah?"

Angela menutup wajahnya dengan satu lengan. Ia kembali mencoba menendang Valdy, namun kedua kakinya tak bisa bergerak.

"Ayo, Angela. Jangan malu-maluin begini!"

"Malu-maluin gimana? Toh nggak ada yang tahu soal kita!"

"Masa sebatas sit up nggak bisa?"

"Hei. Aku bisa, tapi mungkin nggak sesuai standarmu, Val." Angela melepas lengannya dari wajahnya, memandang langit kelabu di atas mereka. Angin yang kencang berhembus, menerbangkan dedaunan kecokelatan ke arah mereka beserta kabut tipis.

"Ayo. Sekali lagi."

"Kalo gagal lagi?"

"Remedial lagi, tapi minggu depan."

"Berbaik hati dong, sekaliiii aja, Val!" Angela duduk, memamerkan puppy eyes-nya pada Valdy yang menatapnya dingin. Valdy menoyor dahinya.

"Nggak mempan. Masih lebih imut puppy eyes anjingku di rumah." Valdy mengangkat satu alis. "Jangan buang waktu! Ini sudah hampir jam 5 sore, La. Sudah mau hujan juga." Valdy memandang awan kelabu di atas mereka sekilas. "Ayo!"

Angela mendesah kesal, lalu bersiap dengan enggan. Valdy bersiap dengan stopwatch, mengeratkan pegangannya di betis Angela.

"Mulai!"

***