Adrian : Udah lo coba tantangan dari gue, La?
Angela : Belom, Kak! Gue banyak kerjaan!
Adrian : Kerjaan? Elo? Contoh?
Angela : Belajar, dengerin musik, baca novel. Jangan lupa, tugas gue sekarang nambah, such as nyapu, nyuci, masak sendiri, banyak!
Adrian : Datar banget hidup lo, La.
Angela : Woi!
Adrian : Lakukan tantangan gue. Jurnalnya udah lo isi? Tahun depan gue pulang, bakal gue periksa. Ingat apa hadiahnya, adek judesku!
Angela : Kak, kasih hadiahnya aja langsung, gue nggak ada waktu.
Adrian : No pain, no gain!
Angela : Hih!
Adrian : Udahan ya, bentar lagi gue ada meeting besar. Next week gue ke Jepang. Lo minta oleh-oleh apa?
Angela : Nggak usah kalo nggak ikhlas! BYE!
"Adrian nyebelin!"
Angela melempar ponselnya ke ranjang, lalu meraih jurnal yang sedari minggu lalu nongkrong cantik di atas meja belajarnya tanpa tersentuh sama sekali. Hadiah dari kakaknya, Adrian, untuk ultah sweet seventeen-nya. Adrian menantangnya selama 365 hari untuk mengubah hidupnya yang dataaaarrr seperti permukaan meja, menjadi lebih menarik. Apa pula yang mesti dilakukannya? Ia sudah memutar otak untuk mencari contoh hal-hal menarik yang mengguncang adrenalin untuk mewarnai hidupnya.
Apa ia perlu mencoba kursus paralayang? Atau, belajar menyetir truk? Atau, yang lebih gampang, nonton film di Netflix secara marathon 48 jam? Atau, mencoba pacaran dengan banyak lelaki sekaligus?
Bingung.
Adrian tak menyebut kategori apa yang diinginkannya. Intinya, tak melanggar hukum, tak membuatnya sampai kena skors, tak membuatnya terancam bahaya apapun. Luas sekali ruang lingkupnya.
Salahnya juga yang sering mengeluh bosan pada kakaknya itu. Sementara, Adrian adalah tipe yang tak suka bersantai, hobinya adalah mencari kesibukan, apapun. Ia gila kerja, dengan bekerja di perusahaan pengembang software di Singapura sejak tahun lalu usai wisuda, ia kini sudah terbang kemana-mana untuk mengejar investor sekaligus mempromosikan perusahaannya yang baru saja berkembang. Berbeda 180 derajat dengan Angela yang lebih betah diam di rumah dengan dunianya sendiri.
Angela membuka halaman pertama di jurnal yang masih kosong itu, lalu mengambil jurnalnya sendiri yang sering ditulisinya. Ia melihat tulisan-tulisan terakhirnya, lalu memutuskan menyalin beberapa bagian, sebagai pemicu awal agar ia lebih tergerak mengisi sisanya nanti.
"Oh."
Ia memutuskan terlebih dahulu menuliskan perkiraan kegiatan apa yang akan dilakukannya dalam 365 hari, kegiatan yang sejauh ini belum pernah dilakukannya karena kemalasannya dan kesukaannya berkubang di zona nyamannya. Ia memulainya dengan kegiatan yang sederhana dan kemungkinan bisa dilakukan dalam waktu cepat.
1. Memasak kue (start with cookies, cinnamon rolls, etc)
2. Nonton film horror sendirian (start with Insidious)
3. Coba makan makanan pedas
4. Menulis novel
5. Banyak tertawa, kurangi judes
6. Lebih intens belajar Matematika, biar nilai 85 di raport berubah jadi 95
7. Belajar make-up (prefer natural look)
8. Make over penampilan (pilih brand yang cocok)
9. Datang ke banyak pameran (buku, lukisan, apapun!)
10. Baca buku selain novel, please!
11. Jangan memedulikan omongan Karina (bagian pedesnya)
12. Rajin olga!
13. Jangan pedulikan Agatha (everything about that cursed child!)
14. Lupakan Andrei
15. Belajar hidup tanpa Andrei
"Duh, yang ini yang paling sulit."
Pulpen di tangannya terhenti di udara setelah menuliskan nama Andrei. Angela meletakkannya dan menekap wajah dengan kedua telapak tangan. Dalam diam ia mengumpulkan tekad, tak boleh menyerah, tak boleh mengganggu hidup Andrei yang kini telah memilih Agatha.
Suara pesan masuk di ponsel membuatnya menoleh. Pop up pesan muncul di layar, membuat perih yang tadinya datang berubah menjadi tikaman hebat yang menghancurkannya dalam sekejap.
Andrei : La! BIG NEWS! Gue dan Agatha jadian! Besok gue traktir!
"Rein…"
Angela menelungkup di atas jurnalnya dengan bahu berguncang.
***
Tak ingin berkubang dalam kepedihan yang berlarut-larut, malamnya Angela pergi ke minimarket untuk belanja bahan-bahan kue. Ia menggulung rambut panjangnya menjadi cepol di puncak kepala, membiarkan anak-anak rambutnya berjatuhan di wajah dan tengkuk. Sambil memelototi deretan margarin di rak, ia mengusap lengannya, menyesal karena lupa memakai hoodie atau kardigan untuk menutupi kaos ketatnya. Ia bahkan lupa mengganti celana panjang katunnya yang longgar, saking penuhnya pikirannya oleh pesan dari Andrei beberapa jam yang lalu.
"Apa sih? Ngapain juga sih gue mikirin dia? Gue juga bisa ngedapetin cowok yang lebih dari dia!" Ia memaki pelan deretan margarin di depannya, lalu meraih salah satunya dan melemparnya ke keranjang di tangannya. "Besok gue nggak mau deket-deket dia lagi. Bikin sakit hati!"
"Siapa yang bikin sakit hati?"
Angela mendongak, dan kesedihannya tadi muncul kembali. Andrei berdiri di depannya dengan wajah penasaran. Satu tangannya memegang sekotak besar susu UHT cokelat.
"Ada deh."
Angela mengedikkan bahu dengan cuek dan meloyor pergi melewatinya. Duh, kenapa juga gue belanja disini, ia berjalan ke kasir sambil mengutuki dirinya sendiri. Minimarket ini memang dekat dengan rumah Andrei, dan tak kalah dekat dengan rumahnya. Memang, jarak rumahnya dengan rumah Andrei sangat dekat, tak lebih dari 200 meter, beda jalan doang. Lain kali, ia akan belanja di tempat lain saja.
"Tante Tantri mau masak kue?" tanya Andrei yang membuntutinya ke kasir, mengamati belanjaan Angela.
"Mama lagi di…" Angela spontan menutup mulut. Andrei tak boleh tahu kalau Angela tinggal sendirian sekarang. Seperti biasa, lelaki itu akan mencemaskannya, dan akan lebih susah move on nantinya. Tapi dengan adanya Agatha, apa dia masih seperhatian dulu?
"Yaaa… Begitulah, Rein." Angela tersenyum sekilas.
"Gue mampir ya."
"Eh… Sekarang?" tanya Angela, pura-pura melirik nominal belanjaannya yang tengah dihitung kasir. "Mau ngapain?"
"Iseng aja, sekalian nganter lo pulang. Gue bawa motor."
"Lima puluh ribu tiga ratus." Kasir di depan mereka berucap. Angela buru-buru menyerahkan uang, lalu menerima kantong kertas berisi belanjaannya.
"Lain kali aja deh, Rein. Udah malam. Gue duluan ya." Angela buru-buru menjauh.
"Ya udah, gue anter lo pulang aja."
"Nggak usah!"
Andrei mencekal lengannya, melingkarkan lengannya di lengan Angela, lalu mengeluarkan uang untuk membayar belanjaannya. Angela hanya bisa mendesah, tak bisa lari lagi.
"Ayo."
Angela mengikuti langkahnya dengan lesu, masih diam saat ia naik ke boncengan Andrei. Saat ia turun di depan gerbang rumahnya dan mengucap terima kasih, Andrei lagi-lagi menangkap tangannya.
"Lo kenapa sih, La?"
"Emang kenapa?" tanya Angela enggan.
"Murung banget."
"Oh. Itu… besok olahraga. Lo tahulah…"
"Semangat dong! Masih ada gue!" Andrei tersenyum, sangat memesona dan membuat Angela tak berkedip saat memandangnya. Andrei menepuk pipinya, namun Angela buru-buru menyingkir dan melepas tangannya yang menempel di pipinya lebih lama dari seharusnya.
"Thanks ya, Rein."
"Besok gue jemput?"
"Gue bawa motor sendiri kok."
"Okeee…" Mau tak mau Andrei melihat perbedaan yang mencolok pada Angela kini dan Angela beberapa hari sebelumnya, namun ia memilih tak mengonfrontasinya langsung. "Sampai ketemu besok."
"Bye, Rein. Hati-hati."
"Jangan murung lagi, La."
"Iyaaa…"
Begitu Andrei menjauh, Angela buru-buru masuk ke dalam rumah dan menutup gerbang. Dalam suasana setengah gelap di halaman depan ia mengusap air mata yang telah luruh ke pipinya.
***