Keesokannya, kabar kematian Sang Pahlawan Rusia itu tersebar dengan cepat ke seluruh penjuru dunia. Kabar itu membuat seluruh dunia terkejut terutama yang memiliki hubungan dekat atau mengenali Mec, bahkan ada beberapa yang sampai menduga kabar itu merupakan hoaks.
Lalu saat pagi menjelang siang, upacara pemakaman Mec dan Istrinya dilakukan. Upacara pemakaman itu dihadiri oleh kerabat dari mendiang Natalya, orang orang penting di Organisasi dan ketiga eksekutif. Selain itu orang orang penting di Organisasi, kerabat Mec dan beberapa hunter kelas spesial pun ikut seperti Futaken dan Zhiwang. Pemakaman itu berlangsung selama 4 jam. Setelah upacara pemakaman selesai, orang orang pun pergi dan menyisakan beberapa. Jun berdiri tegak sembari menundukkan wajahnya, dia malu kepada dirinya sendiri menyadari kenyataan dimana dirinya yang hanya bisa terdiam disaat Mec menghabiskan seluruh sisa tenaganya. Sedikit demi sedikit, air mata mulai menetes dari matanya.
"Maaf.....maafkan saya pak" ucapnya tersedu sedu
Zan yang masih berada disitu datang menghampiri dan berdiri di sampingnya.
"Tuan Mec orang yang hebat ya" ujar Zan
"....."
"Dia orang yang baik, tegas, dan ramah kepada semua orang"
"....."
"Dia mengorbankan dirinya sendiri demi melindungi seorang remaja yang sudah dianggapnya anak sendiri. Jun, bukankah jika kau bersedih seperti ini, hanya akan membuatnya merasa sedih juga di atas sana?"
Jun seketika terdiam dan merenungkan kata kata Zan.
"Kita seharusnya senang bahwa akhirnya dia bisa menutup usianya dengan akhir yang baik, dia berkorban untukmu, maka tunjukkan padanya bahwa pengorbananya tidak sia sia"
Jun terdiam dan menegakkan kepalanya lalu perlahan meninggalkan makam Mec. Jazz melihat itu dan mendekati Zan apa yang sebenarnya dia katakan. Zan hanya memberitahu pada Jazz kalau Jun sekarang sedang mencoba melawan kesedihannya, maka dari itu dia pergi dari tempat ini agar mengurangi semua emosi negatif yang berada di kepalanya.
Sesampainya di rumah, Jun hanya diam termenung. Seketika dirinya meneteskan air mata.
"Pak.....bagaimana caranya saya bisa menjadi lebih kuat kalau ternyata hati saya selemah ini.....bagaimana??" ucapnya sembari meneteskan air mata yang semakin lama semakin deras
Dari depan pintu kamarnya, Nita mendengar semuanya dan memutuskan untuk tidak mengganggunya. Beberapa saat kemudian, Jazz mengetuk pintu rumah. Nita dengan cepat menghampiri dan membukanya. Kemudian dirinya memberitahu bahwa sepertinya Jun sedang bersedih di kamar seorang diri.
"Hah? Dia masih menangis?"
"Iya, seperti itu yang kudengar tadi dari depan kamarnya"
Setelah mengetahui hal itu, Jazz mengetuk pintu kamar dengan perlahan. Dari dalam kamar, Jun mengizinkan Jazz untuk masuk. Kemudian Jazz duduk di samping Jun, dirinya melihat Jun yang sedang mencoba menghapus air matanya.
"Jun, apa barusan kau menangis?"
"Tidak.....tidak sama sekali"
"Hei apa kau tau?"
"Apa?"
"Kau itu tidak hebat dalam berbohong"
"...."
"Bagaimana kalau kita berjalan jalan mencari udara segar, cuaca hari ini lumayan bagus"
"Baiklah"
Karena Jun menyetujui ajakan Jazz tersebut, mereka berdua pergi berkeliling di Kota. Di tengah perjalanan, Jun menyadari sesuatu. Dia sadar bahwa Jazz menggiringnya ke hutan tempat biasa Mec bersantai. Hutan itu kini dalam keadaan yang rusak parah. Tanah yang hancur dan berlubang, pohon yang tumbang dimana mana. Hutan itu tak seindah dulu lagi.
"Jazz, apa maksudmu membawaku kesini?"
"Hmm? Aku hanya membawamu melihat lihat sekeliling. Huh, taman ini terlihat berantakan sekali, berapa lama ya kira kira untuk memulihkan hutan ini?"
"Entahlah, mungkin akan memerlukan waktu lama"
"Ya, mungkin aku sepemikiran denganmu. Kalau begitu, kita tak punya tempat untuk bersantai lagi dong, mengingat bahwa kafe biasanya kita kunjungi juga terkena imbasnya"
"Bisakah kita mencari tempat lain?"
"Hah? Kenapa memangnya?"
"Tidak, aku hanya tidak nyaman"
"Ohh begitu ya, baiklah....mari kita tempat lain, aku harap masih ada tempat bagus untuk dikunjungi"
Mereka melanjutkan perjalanan mereka hingga sore hari, akan tetapi sejauh mata memandang, yang terlihat adalah puing puing dan bangunan yang rusak.
"Kota ini jadi benar benar rusak ya" ucap Jazz
"Iya" balas Jun
"Aku penasaran dengan nasib para warga sipil saat pertempuran kemarin, apa kau tidak penasaran juga Jun?"
"Bukankah para warga sudah dievakuasi?"
"Kau benar, tapi tidak semuanya dapat dievakuasi, contohnya Istri Tuan Mec. Bahkan kenyataannya, total korbannya mencapai.....ribuan orang, ratusan orang diantaranya meninggal dunia"
"Hah? Apa kau serius?!"
"Tidak mungkin aku berbohong dalam kondisi ini kan"
Jun hanya terdiam menundukkan kepalanya. Melihat Jun yang seperti itu, Jazz tersenyum, karena semua sudah seperti apa yang dia perkirakan.
"Setelah melihat kondisi kota ini, apa kau menyadari sesuatu? Bukan hanya kau yang menderita dan merasa kehilangan. Diluar sana orang orang juga sedang bersedih"
"....."
Di tengah pembicaraannya, mereka melihat beberapa warga yang berkumpul bersama di tenda darurat karena kehilangan tempat tinggalnya. Para warga disana tetap tersenyum dan mendukung satu sama lain, walaupun mereka mungkin saja kehilangan sesuatu yang berharga.
"Liat itu, itulah yang kumaksud. Jadi, tegakkan kepalamu dan terus semangat, jangan merasa bahwa hanya kau yang menderita. Orang lain di luar sana berusaha untuk tetap menjalani hidup, lalu apa kau sendiri tidak mencoba seperti mereka?!!" ucap Jazz sembari berteriak
Jun kembali menegakkan kepalanya, dengan muka yang kembali penuh dengan semangat, dirinya melihat ke arah Jazz dan mengucapkan sesuatu.
"Yaa! Terimakasih telah membuatku sadar atas keegoisanku, Jazz"
"Nah gitu dong, itu baru Jun yang aku kenal, sekarang mari berjuang untuk masa depan yang cerah bagi kita semua, setuju?"
"Iyaa!!"
Kemudian mereka menghampiri warga warga yang berada di tenda darurat untuk menyapa para warga, lalu pergi pulang dengan senyum di kedua wajah mereka.