Chereads / Dua Penguasa / Chapter 20 - Bab20. Membuka Istana Takdir

Chapter 20 - Bab20. Membuka Istana Takdir

Han Xiao memacu Banteng Biru dengan santai keluar dari Kota Woaven, dia sangat menarik perhatian karena menunggang seekor banteng berukuran tiga meter dan memiliki tubuh kekar yang sangat kokoh.

"Hey lihat! Itu Banteng Biru orang itu sangat mencolok siapa dia?"

"Hanya keluarga kekaisaran yang bisa bertindak seperti itu!"

"Itu Banteng Biru diikuti oleh Kuda Bergas! Siapa mereka?"

"Dasar bodoh kalian!" seseorang memaki karena dia tahu siapa rombongan tersebut, "itu adalah pangeran ketiga Han Xiao!"

Baru mereka sadar setelah teriakan lelaki itu, mereka yang penasaran menatap lekat pada Han Xiao dan Bing Xing.

"Ah benar! Itu Pangeran ketiga!"

"Dia selalu seperti itu, berpergian tanpa pengawalan."

"Siapa gadis yang bersama Pangeran ketiga?"

Berbagai komentar dan ocehan terus berlanjut hingga Han Xiao dan lainnya meninggalkan kota Woaven.

Han Xiao bukan tidak ingin menanggapi atau sombong tetapi dia merasa bahwa itu tidak perlu.

"Abang Han, berapa lama kita akan sampai ke Kota Xianxie?" tanya Ren Yanyu dengan polos.

"Sekitar satu bulan, jika kita memakai kecepatan Banteng Biru," jawab Han Xiao.

Satu bulan! Ini sudah dihitung sangat cepat karena pada umumnya Kultivator membutuhkan setidaknya satu hingga dua bulan, tentu saja Ne Zha adalah pengecualian dia memiliki teknik langkah absolut sehingga dia mampu menempuh hanya dalam dua atau tiga minggu.

"Jika kita memakai kecepatan saat ini?" Ren Yanyu bertanya lagi.

"Akan sangat lama." Han Xiao tertawa riang.

***

Di dalam ruangan sunyi dan hanya ada penerangan temaram oleh lilin, ada seorang pemuda yang sedang dalam duduk posisi meditasi lebih tepatnya dia sedang berkultivasi.

"Sial kenapa sulit sekali membuka Istana Takdir?" pemuda itu menggerutu kesal.

Dia memiliki wajah tampan dan ekspresi menyendiri, wajanya kaku seperti patung tetapi dia adalah patung yang diukir oleh para dewa karena sangat sempurna.

"Aku harus mencobanya lagi!"

Pemuda itu tak lain adalah Ne Zha, dia sudah menginjak ranah Alam Emas kedua tetapi belum membuka Istana Takdir. Itu karena dia mengetuknya berkali-kali, tidak. Bahkan ratusan kali tapi tidak ada reaksi.

Membuka Istana Takdir mengharuskan Kultivator mengetuk pintu istana utama di meridian Neigong mereka, jika pintu terbuka itu akan resmi memiliki Istana Takdir utama.

Tok... Tok... Tok...

Tok... Tok... Tok...

Tok... Tok... Tok...

Ini sudah kesekian kalinya Ne Zha mengetuk Istana Takdir tapi tidak ada jawaban, sungguh hal ini membuatnya sangat dan sangat kesal.

"Dari ingatan si harimau tua, ada cara lain untuk membuka Istana Takdir," gumam Ne Zha.

Mata Ne Zha berkilauan saat memikirkan cara tersebut.

"Jika cara ini berhasil, Istana Takdir milikku akan berbeda dari yang lain!"

Dengan itu Ne Zha memejamkan matanya, dia mengumpulkan setiap Qi dan kekuatannya menuju tangannya.

Seketika tangannya membengkak dan sangat merah. Ne Zha mengeram karena tangannya sangat sakit, itu membengkak besar jika di dunia sebelumnya dia sangat yakin bahwa tangannya sangat kekar melebihi salah satu binaragawan. Ade Ray.

Dengan kuat Ne Zha menahan sakitnya, semburan cahaya putih keemasan keluar dari kepalan tangan Ne Zha.

Ne Zha menganggkat tangannya lalu menghantamkan pada pintu Istana Takdir.

BOOOOOOOOM...!

Ledakan bergema dengan keras, bahkan ada gelombang kejut yang cukup besar keluar dari tubuh Ne Zha. Tentu saja Ne Zha tidak menyadari hal ini.

***

Jauh dari kediaman Ne Zha, di sebuah halaman besar terdapat beberapa sesepuh sedang duduk, juga di ruangan ini terdapat Patriark Klan Ne. Ne Hong.

BOOOOOOOM...!

"Suara apa itu?" tanya Patriark Hong dengan terkejut.

Para Tetua juga terkejut saat mendengar suara dentuman keras itu.

"Patriark, suara ini berasal dari kediaman Ne Zha," kata seorang elder.

"Mungkin Ne Zha sedang berlatih," ucap seorang elder lainnya.

Ne Hong merenung sejenak sebelum bangkit dari duduknya lalu pergi tanpa mengucapkan hal apapun.

***

"Yah!!! Aku berhasil hahaha!" Ne Zha berteriak gembira, wajahnya penuh dengan extasi menyenangkan.

Klek...

Pintu besar di hadapan Ne Zha terbuka perlahan hingga membesar.

Ne Zha melangkahkan kakinya memasuki Istana Takdir.

Di dalam istana dia mengedarkan pandangannya, di tengah-tengah istana terdapat sebuah kolam kecil berukuran satu meter kali satu meter. Itu adalah Kolam Kesadaran.

Kolam Kesadaraan berisi Air Kesadaran untuk Kultivator, jika Air Kesadaran terkontaminasi maka kesadaran Kultivator akan terganggu atau bahkan menjadi gila.

Di atas Kolam Kesadaran terdapat bayangan sebuah platform.

"Platform untuk membentuk Senjata Jiwa Kultivator," gumam Ne Zha seraya menatap bayangan platform diatas Kolam Kesadaran.

Kreeek...

"Ada apa?"

Ne Zha terkejut saat melihat retakan besar terbentuk disekitarnya.

"Istana Takdir hancur?" Ne Zha terkejut bukan main saat melihat semakin banyak retakan yang mulai membesar.

Kreeek...

BOOOOOOM!!!

Istana Takdir Ne Zha hancur dan runtuh saat Ne Zha masih berpikir, dengan paksa Ne Zha keluar dari ruang di meridian Neigong nya.

"Hufft..."

Keringat mengucur deras dari dahi Ne Zha wajahnya sangat memerah.

Tok... Tok... Tok...

"Zha'er!!!" suara pekikan keras terdengar di depan rumah Ne Zha.

"Patriark?"

Ne Zha membuka pintu dan menemui Patriark Hong di depan rumahnya.

"Suara tadi berasal dari sini apakah itu kau?" tanya Patriark Hong dengan cepat.

"Suara?" gumam Ne Zha.

Patriark Hong mengangguk.

Ne Zha mengingat bahwa saat dia menghantam pintu Istana Takdir memang ada suara seperti bom besar, tapi dia tidak pernah menyangka bahwa suara yang dia hasilkan sampai ke dunia luar.

"Aku sedang belajar meracik pil, tadi aku memiliki kesalahan saat membuat pil menyebabkan kuali meledak," ucap Ne Zha dengan santai.

"Meracik pil?" Patriark Hong memang mengetahui ketertarikan Ne Zha untuk menjadi Alkemis hanya saja Ne Zha tidak memiliki kultivasi dan tidak memiliki niat untuk kultivasi.

"Ya kenapa? Apakah itu aneh?"

"Jika tidak ada yang akan dilakukan lagi maka Patriark segera kembali pada rapat yang sedang diadakan," kata Ne Zha.

Ne Zha mengusir Patriark! Sebelumnya Ne Zha memang sudah tidak memiliki kesukaan terhadap Patriach Hong, jika bukan karena Ne Zha yang dulu dibesarkan dengan baik oleh Patriark Hong dia tidak akan sudi melihat wajah Patriark Hong. Pria yang menggunakan segala cara untuk kenaikan.

Tentu Patriark Hong sangat kesal karena berulangkali diusir oleh Ne Zha, dia hanya bisa pergi karena mengingat rencana dan bagaimana kedekatan Ne Zha dengan Su Lihwa.

"Pil apa yang membuat ledakan sebesar itu?" Ne Zha bergumam lalu tertawa setelah Patriark Hong pergi.

Ne Zha berjalan keluar dari rumahnya menuju ke taman besar di halamannya, di tengah taman ada sebuah gazebo yang melayang diatas air.

Dengan langkahnya Ne Zha sampai di gazebo itu, saat ia duduk di gazebo seekor burung elang hitam pekat menghampirinya.

Dengan ayunan tangan selembar kertas dan pena muncul di tangan Ne Zha dia menuliskan surat untuk Han Xiao. Ne Zha sangat penasaran kenapa Istana Takdir miliknya hancur sedangkan Han Xiao melakukan hal yang sama tapi Istana Takdir nya tidak hancur.

"Kirim pada Han Xiao," kata Ne Zha seraya memasukan surat pada selongsong di punggung Elang Gelap.

Elang Gelap mengangguk lalu mengepakan sayapnya dan pergi, Ne Zha dan Han Xiao bisa dibilang sangat boros untuk menjadikan Elang Gelap sebagai burung pos tapi karena keistimewaan Elang Gelap yaitu bisa mengenali aura dan matanya yang beratus-ratus kali lebih tajam serta kecepatannya yang sangat tinggi itu sangat sepadan. Belum lagi jika malam tiba Elang Gelap yang terbang tidak akan terdeteksi oleh siapapun yang memungkinkan surat terkirim dengan selamat.

"Pertarungan Keajaiban." Ne Zha menghela napas seraya bergumam.

Bagi kebanyakan Kultivator muda Pertarungan Keajaiban sangatlah penting tetapi bagi Ne Zha dan Han Xiao itu hanya batu loncatan untuk mengenal para tokoh besar Kultivator Benua Angin Selatan.

"Istana Takdir ku saja hancur." Ne Zha tersenyum kecut. "Bisakah aku mengikuti Pertarungan Keajaiban?"

Sekarang harapan Ne Zha terletak pada Han Xiao jika Han Xiao mengetahui untuk mengatasi kendalanya dia pasti akan memiliki harapan untuk mengikuti Pertarungan Keajaiban dan pergi dari Klan Ne.

Ne Zha mengetahui dari ingatan yang dia dapat dari Harimau Suci bahwa di Akademi Naga Dan Phoenix ada beberapa barang milik dua Harimau yang diturunkan kepadanya dan Han Xiao.

Juga disana ada orang yang dicarinya dan Han Xiao, orang tersebut juga cukup penting dalam perjalanan ke depannya. Tapi dia harus masuk ke dalam Akademi Naga dan Phoenix.

"Huft..." Ne Zha menghela napas seraya menggelengkan kepalanya. "Hidup di dunia ini mungkin akan semakin sulit."

Ne Zha membayangkan sepanjang perjalanan dia berkali-kali bertemu perampok, tapi bukan itu yang dia takutkan. Ne Zha sangat merasa sulit karena selama perjalanan dia tak henti-hentinya dikejar oleh segerombolan gadis. Karena itulah dia mengambil langkah cepat hingga sampai di Kota Xianxie dengan cepat.

***

Setelah dari kediaman Ne Zha, Patriark Hong kembali ke ruang rapat untuk melanjutkan pertemuan para Tetua.

"Suara apa tadi Patriark?"

"Apakah itu Ne Zha?"

"Kenapa anak itu? Membuat ulah?"

Serentetan pertanyaan muncul untuk Patriark Hong, para Elder mengira bahwa Ne Zha membuat ulah. Karena memang dulu Ne Zha selalu membuat ulah.

Patriark Hong tidak menjawab, dia hanya duduk kembali ke kursinya lalu memejamkan matanya pelan.

"Kita lanjutkan pertemuan hari ini," ucap Patriark Hong.

Para Elder tidak mencari lebih jauh dan mulai membahas topik pertemuan ini.

"Patriark apakah anda benar-benar membiarkan Ne Zha mengikuti Pertarungan Keajaiban?" tanya Tetua Zhong, guru dari Ne Tian yang dibunuh secara brutal oleh Ne Zha.

Jika tidak dibunuh oleh Ne Zha, dia memiliki keyakinan pada Ne Tian akan mendapatkan kualifikasi memasuki Akademi Naga dan Phoenix.

Patriark Hong mengangguk, "Dengan adanya Ne Zha. Su Lihwa pasti akan berada di pihak kita," jawab Patriark Hong.

Tetua lainnya mengangguk.

"Benar, dengan adanya Ne Zha pasti Su Lihwa akan dengan tegas berada di pihak kita." Seorang pria muda berkomentar, dengan tampilan muda nya orang lain pasti akan berfikir bahwa dia hanya seorang pemuda. Tapi siapa sangka bahwa umur yang dia miliki sudah menginjak ratusan tahun, dia adalah Ne Jian. Tetua Agung dari Ne Clan.

"Kami setuju dengan itu," kata Elder lainnya.

Ne Zhong hanya bisa menahan emosinya dan menyetujui hal itu juga, lagipula jika dia tidak menyetujuinya dengan persetujuan ke sembilan Tetua dia pasti akan kalah.

"Baiklah, sudah cukup membicarakan Ne Zha. Kita akan membahas tentang hal yang lebih penting di rapat ini," ujar Patriark Hong.

Dalam generasi ini, berbagai bakat mengerikan terlahir hingga membuat Patriark Hong cemas dengan bakat mereka. Walaupun Klan Ne memiliki bakat yang mengerikan juga tapi dia masih kurang percaya diri.

Dari utara ada Bing Xing pemilik Roh Beladiri Es yang langka, dari barat ada Ming Huan yang mempunyai Mata Ilusi, sedangkan timur memiliki Zhao Ling dia dikenal karena memiliki dua Roh Beladiri dan terakhir dari selatan, Pangeran Yang Qianfan. Masih misteri seberapa kekuatannya, tapi banyak yang bilang bahwa dia adalah Kultivator muda yang kuat.

"Hanya Su Lihwa yang mampu setara dengan mereka berempat, walaupun dia tidak memiliki ketenaran dan kultivasi seperti mereka," ujar Patriach Hong.

"Tidak, anda salah." Tetua Agung membuka suaranya lagi.

Serempak para Tetua yang hadir menatap pada Tetua Agung.

"Apakah kalian lupa dengan para sekte kuat di sana?" tanya Tetua Agung.

"Ah benar," sahut Patriark Hong.

Semakin dia memikirkannya semakin penuh pikirannya tentang kemajuan Klan nya ini.

Rapat berakhir beberapa saat setelah membahas poin penting untuk Pertarungan Keajaiban nanti.

***

"Abang Han! Di sana ada kota," teriak Ren Yanyu seraya menunjuk titik kecil di padang rumput ini.

"Ah benar juga, kita akan beristirahat di sana beberapa hari setelah itu kita lanjut perjalanan," kata Han Xiao.

"Horeeee!!! Aku ingin sekali mandi," seru Ren Yanyu.

Han Xiao menjawab dengan tersenyum dan mengelus rambut emas milik Ren Yanyu.

"Hey gadis es, apakah kau tidak ingin mandi?" tanya Han Xiao iseng.

"Hmm..." hanya itu jawaban dari Bing Xing.

"Benar-benar es," gerutu Han Xiao.

"Di depan adalah kota kecil bernama kota daun," kata Bing Xing setelah itu dia memacu kencang kudanya.

Han Xiao tercengang dengan apa yang dilakukan oleh gadis yang dia sebut patung es itu. Han Xiao menggeleng pelan.

"Adik Ren, pegangan pada Bul Bul. Kita akan menaikan kecepatan," bisik Han Xiao.

Bul Bul adalah nama yang diberikan Ren Yanyu pada Banteng Biru yang ditungganginya, juga Banteng Biru itu menyukai nama tersebut. Han Xiao bahkan curiga jika Ren Yanyu bisa mengerti apa yang diucapkan oleh Banteng Biru tersebut karena Ren Yanyu suka berbicara dengan Banteng besar itu.

Banteng Biru melesat kencang mengejar Kuda Bergas yang ditunggangi oleh Bing Xing, bahkan bisa melampauinya.

"Ayo Bul Bul, kalahkan Xing'jiejie!" seru Ren Yanyu.

"Mooooooo!!!" pekik Bul Bul lalu bergerak semakin kencang.

Han Xiao tercengang dengan apa yang barusan dia alami, Banteng Biru ini benar-benar menuruti perkataan Ren Yanyu?