Chereads / This Love Is Unbreakable / Chapter 2 - Bab 1. Pertemuan

Chapter 2 - Bab 1. Pertemuan

1 Maret 1939, Djokjakarta, Hindia Belanda

Seorang gadis kecil berkulit sawo matang dengan rambut ikal sebahu tampak sibuk mencoret-coret pagar tembok bewarna putih, ia dengan antusias mengabadikan maha karyanya berupa lukisan gunung kembar dengan matahari terbit dan sepetak sawah. Ya, tanpa merasa bersalah gadis kecil itu melukis pagar tembok rumah milik keluar Inggris - Belanda yang menjadi orang terpandang sekaligus terkaya di desanya.

"Berhenti Soledad, sudah cukup. Kalau ketahuan Oma Maria kita bisa gawat, sebaiknya kita pergi!" pinta Ratna, teman main gadis kecil bernama Soledad itu.

Lain Soledad lain pula Ratna. Soledad gadis kecil nakal biang keributan yang doyan adu jotos dengan anak-anak kulit putih (Eropa) yang sangat tidak disukainya. Sedangkan Ratna, anak perempuan manis yang cenderung kalem dan penyabar.

Seperti tak mengindahkan ucapan temannya, Soledad semakin menjadi-jadi. Ia mencampur cat minyak bewarna coklat sisa dengan seduhan air yang dicampur serbuk arang hitam. Dengan penuh dendam ia lemparkan sisa cairan bewarna di dalam ember ke setiap dinding.

"Ing wektu iki, penjaga omah kudu turu. Ora perlu kuwatir! (Pukul segini, penjaga rumah pasti sedang tidur, tidak perlu khawatir!)" ucap Soledad.

"Wo, jan payah tenan Soledad iki, ra dhongan! (Wo, payah sekali Soledad ini, tidak mau mengerti!)" keluh Ratna. Bagi Ratna, menasehati Soledad sama seperti menasehati kerbau, sama-sama tak mau mendengarkan.

Soledad bersiul-siul seperti burung, tanpa merasa bersalah sama sekali dengan perbuatannya, ia tidak tahu imbas dari kenalannya pada siapa kalau bukan pada Bapak dan Simboknya yang mencari rezeki dengan bekerja pada keluarga Eropa ini.

Dua puluh menit sudah, lukisan gunung di dinding mulai mengering terkena panas matahari. Bukannya cantik dan indah, lukisannya buruk sekali. Ratna menggigit bibirnya, takut dimarahi meski dia sama sekali tidak melakukan apa-apa.

Suara desingan mesin mobil terdengar melewati jalan yang tidak rata. Sebuah mobil bewarna hitam mengkilat berhenti lima meter dari pagar tembok rumah milik keluar Inggris - Belanda ini. Soledad menganga lebar, belum pernah dia lihat mobil sebagus ini. Ratna yang berdiri dibelakangnya tak kalah takjub.

Seorang laki-laki berusia sekitar 30'an keluar dari mobil, laki-laki berkumis tebal dengan rambut klimis memakai seragam bewarna hitam. Laki-laki itu memandang dua anak perempuan dengan ember berdiri di depan pagar memandanginya penuh kebingungan.

"Adik-adik ini, kenapa berdiri di sini?" tanya laki-laki itu.

"Paklek ini siapa? mau apa datang kemari?" tanya Soledad. Ia tak pernah melihat wajah Paklek ini sebelumnya, seperti bukan warga sekitar sini.

"Paklek mau mengantarkan tuan muda kerumah Mister Robert Walter, adik-adik tahu di mana rumah beliau?" tanya Paklek itu dengan sopan.

"Tuan muda?" tanya Soledad bingung. Ia lalu memandang Ratna yang sama bingungnya seperti dirinya. Tiba-tiba, seorang anak laki-laki berkulit putih, berambut coklat dengan bola mata bewarna biru keluar dari dalam mobil.

"What happened, Uncle? What took you so long? (Apa yang terjadi paman ? Apa yang membuatmu begitu lama ?)" tanya anak laki-laki itu. Ia memandang kedua gadis kecil itu dengan tatapan sinis, terutama pada anak perempuan yang terlihat dekil dan kotor.

"Darling, patient!" ucap seorang wanita dari dalam mobil.

Soledad dan Ratna cukup mengerti Bahasa Inggris karena mereka berdua bersekolah di ELS (Europeeche Lagere School) sekolah dasar yang diperuntukkan untuk anak-anak Eropa dan anak-anak pribumi keturunan ningrat.

Pemandangan yang berisi orang-orang Eropa sangat tidak disukai Soledad. Dimatanya, semua orang kulit putih itu sombong dan suka semena-mena, sama seperti Oma Maria Hoftijzer.

"Jangan menggunakan Bahasa Inggris, tidak semua orang bisa Bahasa Inggris di sini!" ucap Soledad ketus, dari awal melihat si anak laki-laki yang keluar dari dalam mobil itu, Soledad sudah menunjukkan raut wajah tak sukanya yang menandakan bahwa yang datang adalah musuh baginya.

"Ik kan Nederlands Spreken! (Aku bisa Bahasa Belanda!)"ucap anak laki-laki itu membantah, ia merasa tersinggung.

"Bukan Bahasa Belanda, tapi Bahasa Hindia Belanda tempat kamu berdiri saat ini!" Soledad tersenyum merendahkan, ia tak tahu sedang berurusan dengan siapa.

"Nicky!" terdengar suara Oma Maria yang baru saja keluar dari rumahnya. Ia berjalan cepat dengan senyuman yang merekah menyambut kedatangan cucu satu-satunya.

"Oma...!" teriak anak laki-laki itu, ia langsung memeluk Oma Maria yang ternyata adalah neneknya.

"Oh Nicky my darling, Oma sudah menunggumu. Pasti kamu lelah diperjalanan, bukan?" ucap Oma Maria sambil terus menciumi pipi cucu kesayangannya.

"Tidak Oma, aku baik-baik saja!"

"Where's Your Mama, Nicky ?" tanya Oma Maria.

"Mama di dalam mobil, di sini panas sekali Oma, mama tidak tahan!" jawab anak laki-laki itu.

"Tentu saja, sayang. Di Inggris sedang musim dingin dan bersalju, di sini tidak ada salju,"

"Oma, siapa mereka?" tanya anak laki-laki itu, ia menunjuk Soledad. Soledad dan Ratna yang tertejut, hanya bisa terdiam dan terpaku ditempat mereka.

Oma Maria mengalihkan pandangannya pada dua orang anak perempuan yang kehadiran mereka tak disadari olehnya. Oma Maria melotot tajam memandangi pakaian Soledad yang kotor. Gadis kecil itu memegang ember berwarna putih yang berisi sisa-sisa cat dan campuran arang cair.

"God, wat is er met mijn huis gebeurd? (Ya Tuhan, apa yang terjadi pada rumahku?)" teriaknya histeris memandangi pagar rumahnya yang tampak mengerikan.

Oma Maria meratapi pagar rumahnya, ia terus berteriak dengan Bahasa Belanda. Teriakannya membuat orang-orang di dalam rumahnya langsung berhamburan keluar, termasuk ibu Soledad yang memang bekerja sebagai pembantu di rumah besar itu.

"Ada apa sayangku? kenapa berteriak?" tanya Opa Robert yang keluar dari dalam rumah.

"Oh mijn liefste (Oh sayangku), lihat apa yang anak itu lakukan pada rumah kita?" Oma Maria langsung mengadu pada suaminya.

Simbok Ayu, mboknya Soledad yang ikut keluar saat mendengar teriakan Oma Maria langsung panik melihat tingkah laku anak perempuannya, walau Ratna juga ada di tempat itu, tapi bisa dipastikan ia tidak terlibat.

"Siapa yang melakukan?" tanya Opa Robert. Berbeda dengan istrinya, Opa Robert lebih tenang dan sabar.

Soledad tertunduk, ia melangkah maju dan berhenti tepat di depan Opa Robert yang menatapnya maklum.

"Soledad yang melakukannya?" Opa Robert menunduk, menatap langsung kemata anak perempuan berusia nyaris 10 tahun itu.

"Ya Opa, saya yang melakukannya!" jawab Soledad mengakui perbuatannya. Meski begitu, dari gelagatnya, ia tak menyesal sama sekali. Orang-orang yang sudah mengenalnya tahu persis bagaimana anak ini yang memang terkenal sebagai pembuat onar, namun bagi pendatang baru seperti Nicholas, perbuatan yang dilakukan Soledad sungguh luar biasa nakal, apalagi untuk anak perempuan.

"Mengapa Soledad melakukannya?"

Opa Robert kembali bertanya, Soledad melirik ibunya yang terlihat cemas dan tak mampu berbuat apa-apa jikalau anak perempuannya mendapat hukuman.

"Maafkan saya," ucapnya pelan. Ia sudah merasa jika ini dilanjutkan, Simbok pasti mendapat masalah.

"Baiklah, tidak apa-apa. Sepertinya Soledad punya bakat dibidang seni, hahahaha...lain kali jika ingin melukis, katakan saja pada Opa, biar Opa berikan buku gambar dan pensil warna untukmu."

"Apa-apaan itu? kau selalu memanjakan anak itu. Lihat apa yang sudah dia lakukan? bagaimana orangtuanya mengganti semua ini?" Oma Maria tentu saja tak terima karena ia bukan tipe dermawan seperti suaminya.

"Sudahlah, tidak apa apa, dia hanya anak kecil. Tidak perlu dibesar-besarkan!" ujar Opa Robert, ia hanya tertawa kecil.

"Maafkan saya tuan dan nyonya, saya benar-benar minta maaf," Simbok menunduk, ia merendahkan dirinya serendah-rendahnya agar majikannya sudi memaafkan kesalahan putrinya.

"Upahmu akan kupotong untuk membayar tukang cat!" ucap Oma Maria.

"Ah... sudah-sudah, jangan diteruskan. Menantu dan cucu kita baru saja datang, jangan membuat mereka tidak nyaman. Ayo Nicholas, ajak Mamamu masuk ke dalam!"

"Ya, Opa !" jawab anak laki-laki bernama Nicholas itu. Ia sengaja berjalan melewati Soledad sembari tersenyum sinis seolah menunjukkan bahwa ia baru saja menenangkan suatu pertarungan.

Soledad yang geram melihat anak laki-laki itu, tiba-tiba langsung ditarik lengannya sama Simbok yang marah sekaligus malu dengan perbuatannya.

"Nduk, malu simbok dengan perbuatanmu. Kok tega-teganya berbuat seperti itu?" kata Simbok marah. Simbok hanya mengelus dadanya berusaha tetap sabar menghadapi anak perempuannya.

Ratna terdiam, ia merasa iba. Meskipun sebenarnya ia sudah berusaha menasihati Soledad, tapi tetap saja tidak didengarkan.

"Habisnya Simbok selalu dimarahi sama si Oma, dia galak dan cerewet. Aku ora seneng, aku benci!" bantah Soledad. Bukannya menyesal, yang keluar dari mulutnya malah kata-kata kasar dan mengutuk.

"Is... kamu ora boleh begitu, nduk! biarpun begitu si Opa baik sama kita. Lebih baik kamu sekarang pergi pulang dan mandi, Mbok ora mau melihatmu begini lagi!"

"Iya mbok!" jawabnya lemah. Soledad melangkah pelan sambil membawa ember, Ratna langsung mengikutinya.

"Apa tadi aku bilang? kamu sih, ora percaya kata-kataku, kasihan mbokmu dimarahi terus sama si Oma galak," ucap Ratna. Soledad hanya mengangguk lesu.

Meskipun saat ini Soledad merasa menyesal, tapi bukan berarti kenakalannya akan berhenti sampai disini.

***

Note:

Karena ada beberapa kata dan kalimat yang menggunakan Bahasa Jawa, Inggris dan Belanda. Mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kesalahan terhadap arti/penafsiran dari bahasa tersebut karena penulis masih belajar.

Terima kasih