Ada sedikit rasa pusing dikepalanya, sehingga membuat pandangannya agak buram sampai tidak fokus berlari dan tiba-tiba....
"AAAWWHH !!!" ringis Rachel merasa kesakitan. Ia jatuh tersungkur dengan lutut sebagai tumpuannya. Alhasil, kedua lututnya sama-sama lecet. Tetapi karena permukaan lantai lapang tidak mulus, lutut sebelah kanan Rachel sedikit mengeluarkan darah.
"Kebanyakan bacot sih elo. Jadi jatoh kan?" omel Rafi seraya membantu Rachel duduk.
***
Jam pertama pun sudah usai. Seluruh murid kelas MIPA Elit bersiap-siap mengganti pakaiannya karena jam kedua adalah jam olahraga. Saat hendak ke kelas mengambil baju ganti, Rachel tak sengaja bertemu dengan Leon di lobby kelas Mipa.
"Ra-Rachel?" ucap Leon sedikit gugup. Rachel hanya memutar malas bola matanya. Dia bukan tipikal orang yang pendendam, tetapi jika dirinya sudah merasa tersakiti sampai kapanpun dia tidak akan merespon orang tersebut. Dan jangan harap ia bakalan kembali bersikap baik meskipun sudah memaafkan kesalahan orang itu.
"How are you? Long time no see." lanjutnya bertanya namun tidak direspon sama sekali. "Saat kamu berangkat ke Jepang dan dikabarkan pesawat kamu mengalami kecelakaan? Waktu itu, aku merasa sedih banget." ungkapnya. "Aku merasa takut kehilangan kamu Chel."
"I'm fine! And thank you to your worried for me." jawab Rachel datar. "But, itu semua gak bakal mengubah apapun. So, you don't trouble me again." tegasnya dan berlalu pergi.
"Chel! Aku belum selesai bicara Rachel." teriak Leon namun tetap diabaikan. Leon tak pernah menyangka jika hubungannya dengan Rachel akan berakhir seperti itu. Meskipun Rachel memang tidak pernah menyukainya sejak dulu. Setidaknya saat terikat perjodohan, dirinya masih bisa bersama selama yang dia mau.
"Gue harus mendapatkannya kembali. Dan gue pastikan, elo bakal jadi milik gue selamanya." gumamnya meyakinkan diri sendiri.
"Gue rasa usaha elo bakal gagal." sambar Jason yang entah datang dari mana. Leon pun sedikit terkejut. "Apalagi elo menggunakan cara licik." tambahnya.
"Maksud elo apa?" tanya Leon sewot.
"Elo masih tanya maksud gue?" tanya balik Jason seraya menyunggingkan senyumannya. "Anak buah elo sedang menunggu kehadiran bosnya untuk menyelamatkan nyawa mereka." tutur Jason yang membuat Leon tersentak kaget. "Jalan Patimura digedung kosong bekas sekolah. Jangan lupa, jam 4 sore." lanjutnya sedikit berbisik lalu pergi meninggalkan Leon yang mematung.
"SIAL!!!" kesal Leon pada dirinya sendiri. "Kenapa jadi seperti ini?" tanyanya heran. "Bodoh! Ternyata dia sudah tahu kalau preman itu anak buah gue."
***
Rachel berjalan menuju kelasnya dengan lutut yang terluka. Ia memilih pergi ke kelas daripada harus mengobati lukanya terlebih dahulu ke ruang kesehatan. Sebab dia berpikir sepertinya didalam tasnya ada betadine, plester juga perban yang bisa ia gunakan untuk mengobati lututnya.
"Chel, elo kenapa? Jalannya kok pincang gitu?" tanya Nadin seraya menghampiri Rachel yang baru masuk kelas. "Lutut elo kenapa?" tanyanya penasaran.
"Emm... Tadi gue jatuh pas lagi dihukum lari keliling lapangan. Tapi, it's oke! Ini gak seberapa kok." Rachel pun segera duduk dikursinya, dan berjalan melewati Laura begitu saja tanpa menyapa atau bertanya padanya. Laura merasa bersalah dan menyesali semua kebohongannya. Dia tahu, saat ini Rachel tidak ingin berbicara padanya. Dan dia akui, jika dirinya merindukan Rachel yang dulu.
"Gue cari obat dulu buat luka elo ya?"
"No! Thank's Nadin." cegah Rachel. "Gue punya plester ditas gue." ucapnya.
"Oh, oke! Kalau gitu, mana tasnya?" tanya Nadin lagi yang sadar bahwa Rachel sejak masuk kelas tidak membawa tasnya.
"Aduh! Gue lupa lagi. Tas gue masih dibawah." cengir Rachel sambil menepok jidatnya.
Tak lama dari itu, Rafa, Rafi dan Rio pun tiba didalam kelas. Meskipun wajah mereka penuh dengan keringat, tetapi itu tidak mengurangi sedikitpun ketampanan mereka. Semua murid perempuan dikelas MIPA Elit malah makin terpesona melihat ketiga cucu laki-laki turunan sultan itu.
Rafa pun segera menuju meja Rachel. Lalu membuka tas Rachel dan mengambil obat luka yang dibawanya. "Lurusin kaki elo!" titahnya.
"Kalau gue lurusin, yang ada kaki gue gak bisa nekuk." ujar Rachel.
"Susah ngobatinnya kalau seperti itu!" tekan Rafa seraya meluruskan kaki kanan Rachel secara paksa.
"AWH! Sakit anjim!" pekik Rachel meringis kesakitan. Kemudian Rafa membersihkan darah yang sudah mengering juga butiran pasir yang menempel pada luka dengan menggunakan kapas yang sudah dibasahi oleh cairan rivanol. "Sh! Pelan-pelan dong, sakit tahu!" protesnya.
Tanpa disengaja, Melani melihat adegan Rachel dan Rafa yang sudah bagaikan pasangan kekasih. Ia yang baru kembali ke kelas dari ruang ganti merasa kesal dengan pemandangan tak indah itu. Baginya, Rachel adalah ranjau yang harus segera disingkirkan.
"Duh! Kelas ini kenapa tiba-tiba panas ya?" kata Nadin sengaja menyindir Melani sambil mengibas-ibas tangan didepan wajahnya. "Gerah banget deh!" tambahnya tepat didepan Melani yang berdiri didepan pintu dan berlalu keluar kelas.
Terlihat jelas wajah Melani berubah merah padam seperti terbakar api cemburu. Dia pun tak melanjutkan masuk kedalam kelas melainkan pergi begitu saja.
***
Disisi lain, Leon tengah menatap langit seraya duduk dibawah pohon rindang ditaman depan dan masih memikirkan perkataan Jason. Dirinya tak habis pikir, bagaimana bisa Jason mengalahkan preman-preman suruhannya? Berbagai macam pertanyaan mulai muncul diotaknya. Termasuk pertanyaan bagaimana caranya mendapatkan Rachel kembali?
"Gue masih sayang sama elo, Chel." gumamnya. "Gue benar-benar tulus menyayangi elo."
Jam kedua adalah jam kosong. Meskipun kelas Leon mendapat tugas dari guru piket, Leon tak ambil pusing. Dirinya memilih keluar kelas dan duduk di taman depan yang kebetulan mengarah tepat ke lapangan sekolah supaya bisa memperhatikan Rachel dari jauh.
Ditengah lapangan, beberapa murid dari kelas MIPA Elit sudah berbaris rapi dan bersiap melakukan pemanasan sebelum berolahraga. Namun Leon tak melihat Rachel dibarisan manapun.
"Kenapa Rachel tidak ada?" tanyanya dalam hati. Lalu dia pun teringat sewaktu tadi dirinya bertemu, Rachel terlihat sedikit pucat. Juga dia melihat Rachel berjalan dengan kaki pincang. "Apa dia absent? Atau jangan-jangan, dia sakit?"
Selang satu menit, Rachel pun muncul di lapangan. Berjalan sendiri menuju barisan kelasnya. Tetapi sebelum sampai, ia merasa kepalanya sangat berat dan berdenyut keras. Dadanya terasa ngilu kesakitan serta nyeri dan perih dibagian perut. Langkah dia pun terhenti sejenak.
"Rachel?" ucap Leon yang terus memperhatikan dari kejauhan. Ia menyadari bahwa Rachel sedang tidak baik-baik saja. Tapi apalah daya, dia kalah cepat oleh Jason.
Ya, Jason dengan cepat menghampiri Rachel dan mencoba menyeimbangkan tubuhnya yang hendak terjatuh. Akhir-akhir ini sejak kembalinya mereka berdua dari Jepang, Jason memang selalu berada didekat Rachel.
"Are you oke?" tanya Jason datar yang sebenarnya merasa cemas namun gengsi memperlihatkannya.
Rachel pun menggeleng pelan."Sepertinya magh gue kambuh." ucapnya lirih seraya memegang perutnya yang sakit.
"Bodoh!" itulah kata yang dilontarkan oleh Jason. "Gimana mau jadi dokter kalau lemah seperti ini?" umpatnya yang langsung menggendong Rachel ala bridal style dan membawanya pergi meninggalkan lapangan.
Sontak, Rafa Rafi dan Rio tersentak kaget melihat Jason membawa Rachel keluar lapangan. Mereka tidak begitu memperhatikan Rachel sehingga tidak menduga akan terjadi hal seperti itu. Rafa sadar, kalau Rachel memiliki riwayat penyakit magh. Dan dia baru mengingatnya, bahwa tadi pagi saudara perempuannya itu terlambat bangun dan tidak sempat sarapan.
Bahkan sampai disekolah pun, Rachel tidak memiliki waktu untuk pergi ke kantin. Sebab terkena hukuman guru kesiswaan.
"Fa, Fa, Fa! Baby bear, Fa!" ujar Rafi panik. "Mau dibawa kemana dia?" tanyanya penasaran. "Kita susul mereka." ajaknya pada Rafa dan Rio.
"Biarin aja." tukas Rafa datar. "Palingan juga UKS." terangnya.
"UKS?" gumam Rafi seraya mengernyitkan alisnya. "Oh iya! Dia belum makan apa-apa dari tadi pagi, pasti kambuh magh nya." sambungnya yang baru menyadari hal itu. "Biar gue aja yang nyusul mereka." Rafi pun segera berlari keluar barisan dan mengejar Jason.
Kejadian hari ini membuat Melani tak habis pikir dan berkutat dengan isi otaknya yang penuh pertanyaan. Dirinya merasa heran dan bingung. Pertama, ia melihat Rachel seperti bermesraan dengan Rafa dikelas. Kedua, ia melihat Jason menggendong Rachel. Terakhir, ia melihat Rafi berlari mengejar Jason. Dalam satu waktu, ia melihat kesempurnaan Rachel yang banyak dikelilingi cowok-cowok populer disekolah.
Rasa iri dan syirik nya semakin menjadi. Namun dia merasa ada yang aneh dengan hubungan kelima orang tersebut.
★★★★★