Chereads / The Eternal Love : Raja Chandra / Chapter 32 - She's Look Like A Goddess Dasy

Chapter 32 - She's Look Like A Goddess Dasy

Bab ini udah nggak flashback atau Jahankara POV lagi ya. Udah lanjut ke bagian Gasendra-Arunika. Kemarin lupa nambahin 'Jahankara POV end' hehehe.

Selamat membaca^^

***

Rumah Bangsawan Arya semakin ramai sejak pagi tadi karena acara pertunangan putri tunggal Arya, Arunika Arya, yang akan diselenggarakan pada malam ini. Para pesuruh, pelayan, dan dayang-dayang sibuk mengatur persiapan pertunangan yang mendadak. Walaupun begitu, mereka mengerahkan segala kemampuan dan tenaga untuk menyukseskan acara pertunangan nona muda tercinta.

Carelia sibuk menjamu para tamu dan keluarga mereka yang datang memenuhi undangan pertunangan sejak semalam. Sementara Yasawirya sibuk mengurus suasana hatinya di ruang kerja. Dia masih merasa tak rela jika putri satu-satunya akan segera bertunangan. Ditambah lagi pada hari pertunangan, dia malah mendapatkan beberapa dokumen yang harus segera diselesaikan pada hari itu juga.

Sedangkan Arunika, sejak pagi-pagi buta dia sudah melakukan perawatan tubuh dan wajah yang intensif untuk pertunangannya. Bahkan karena terlalu lama bersiap-siap, dia sudah berkali-kali ketiduran saat sedang didandani.

"Ya Dewa ... Nona Muda cantik sekali!" seru para dayang yang mendandani Arunika. Mereka terkejut dengan kecantikan Arunika yang terlihat sangat menonjol dengan gaun berwarna putih berpadu dengan warna cokelat muda. Mereka tahu jika nona muda memang cantik, tapi khusus malam ini Arunika terlihat benar-benar cantik.

Ah, tidak. Bahkan mereka berpikir jika kata sangat cantik tidak cukup untuk menggambarkan penampilan Arunika saat ini.

"Daripada cantik, menurut saya nona lebih tepat dipuji dengan keindahan yang tiada tara," puji Eni, dayang yang baru masuk ke kediaman Bangsawan Arya.

"Ah, saya setuju! Nona benar-benar indah layaknya kristal dari Caledonia. Saya bersumpah atas nama keluarga saya, Nona!" seru Gray, dayang yang berasal dari Caledonia.

Arunika tersenyum mendengar pujian histeris dari mereka. Dia menatap penampilannya saat ini di kaca.

"Hari ini aku juga merasa sangat cantik," gumam Arunika.

Matanya terpaku pada satu set berlian yang terpasang di beberapa bagian tubuhnya. Dia mengulum senyum saat meraba kalung berlian yang dipakainya.

'Hadiah dari Gasendra sangat cantik.'

"Nona terlihat sangat bahagia."

Arunika menoleh pada Eni. Senyumnya mengembang dengan sempurna, menambah rasa manis yang terpancar dari dirinya.

"Benarkah, Eni?" Manik Arunika terlihat bercahaya, dia sangat tertarik dengan obrolan tersebut.

"Iya, Nona. Anda terlihat sangat bahagia. Senyum Nona sangat indah sampai membuat hati saya ikut menghangat," puji Eni menatap Arunika dengan memuja, "saya ... saya ... jadi ikut bahagia, Nona."

Tanpa disadari bulir-bulir air mengalir membasahi pipi Eni. Dia sedikit tersentak saat merasakan air tersebut melandai dengan mudahnya. Segera saja mengambil sapu tangan yang selalu berada di saku dan mengusapnya.

"Katanya kau bahagia, tapi kenapa menangis?"

"Ini air mata kebahagiaan, Nona. Padahal saya baru bekerja di sini, tapi rasanya saya seperti ikut merasakan perasaan Tuan Arya."

"Aku jadi merasa sedih kalau kau bilang begitu. Eh, tapi kenapa Ayah?"

Gray bergerak maju dan membenarkan posisi hiasan di rambut Arunika.

"Itu karena suasana hati Tuan Arya memburuk beberapa hari ini."

"Karena pertunangan ku?" Arunika menoleh pada Gray.

"Tentu saja, Nona. Dan juga tiga hari kemudian anda akan menikah," jawab Gray dengan nada seperti orang yang sedang mengeluh.

"Uhh ... saya masih tidak mengerti kenapa pangeran ingin cepat-cepat menikahi anda. Kenapa semuanya dibuat mendadak, ya?" tanya Eni yang sudah pulih dari tangisnya. Dia berjalan ke meja rias dan membereskan peralatan kecantikan milik Arunika.

"Eni, berani-beraninya kau mempertanyakan keputusan pangeran!" tegur Gray.

Eni tersentak di tempatnya dengan wajah panik. Sadar akan kesalahannya, dia segera membungkuk untuk meminta maaf pada Arunika.

"Tolong maafkan saya, Nona. Saya sangat lancang berkomentar soal keputusan Yang Mulia Pangeran. Saya pantas untuk mati, Nona."

"Oh, astaga ... apa yang dilakukan oleh anak itu sekarang?" gumam Gray  memandang Eni.

'Bisa bahaya juga kalau ada pasukan ksatria yang mendengar,' batin Arunika.

"Permintaan maaf diterima," sahut Arunika sambil tersenyum. Terlihat Eni menghela napas lega setelah berdiri dengan posisi normal.

"Terima kasih, Nona."

"Iya, lain kali berhati-hatilah dengan perkataan-mu. Akan gawat jika terdengar oleh pasukan ksatria," ujar Arunika. Dia menoleh pada Gray. "Sudah rapih, Gray?"

"Sudah, Nona. Anda sudah siap seratus persen untuk acara pertunangan ini!" seru Gray sambil menangkupkan kedua tangannya.

"Terima kasih, Gray. Sayangnya ... rasa gugup ini masih ada."

"Tidak apa, Nona, itu normal terjadi di hari yang penting seperti ini."

Arunika mengangguk menyetujui ucapan Gray. Dia berjalan menghampiri Eni yang melihat hanya melihat mereka berdua setelah tugasnya selesai.

"Eni, sebenarnya aku tak mempersalahkan pertanyaanmu itu, karena aku akan menjawabnya."

"Ohh!"

"Oiya, meminta maaf sambil menunduk itu etika, tapi aku tak suka jika kau meminta untuk mati dengan mudahnya. Jangan diulangi lagi ya, Eni. Aku tak ingin kehilangan dayang muda yang berkompeten seperti dirimu," kata Arunika sambil menepuk pelan pundak Eni.

"Nona ... terima kasih banyak ... saya janji akan lebih berhati-hati dalam berkata dan tak akan meminta mati dengan mudah." Eni menundukkan lagi kepalanya dan itu membuat Arunika serta Gray tersenyum memaklumi perbuatan dayang muda itu.

"Tolong ingat kalau aku tak suka jika kau meminta untuk dihukum mati."

"Ya, Nona. Jadi ... kenapa pangeran ingin menikahi anda dengan cepat?"

"Tentu saja karena pangeran ingin menjadikan nona kita sebagai pendamping hidupnya!" seru Gray yang sudah berada di belakang Arunika, "sepertinya pangeran takut jika nona kita diambil oleh lelaki lain karena kurang cepat mengambil tindakan."

"Ah, saya mengerti! Pasti pangeran sangat mencintai anda sampai rasanya tak ingin berpisah, seperti yang sering saya baca di novel romansa. Nona ... rasanya saya ingin memeluk anda sekarang," tukas Eni dengan mata berbinar-binar.

"Lalu ... kau boleh memelukku, Eni."

Arunika membuka tangannya lebar-lebar untuk menyambut Eni ke dalam pelukan. Eni tanpa ragu merangsek masuk ke dalam pelukan Arunika. Tentunya tidak bisa dengan erat karena itu akan mengacaukan penampilan Arunika yang sudah ditata sejak pagi-pagi buta.

"Omong-omong, kau tak ingin memelukku juga, Gray?" Arunika menoleh ke belakang pada Gray yang menatap mereka dengan senyum tipis.

"Tentu saja saya juga ingin memeluk anda, Nona."

"Anda pasti akan sangat bahagia, Nona," kata Eni sangat yakin.

"Ya, pasti aku akan sangat bahagia karena hidup dengan pria yang ku cintai."

Tatapan Arunika melembut dengan bibir yang merekah bak bunga segar.

***

Ruang aula utama Bangsawan Arya.

Semua tamu merasa sangat terhormat bisa hadir dalam pertunangan Pangeran Gasendra, sang putra mahkota dan Nona Arunika Arya, putri tunggal Bangsawan Arya yang terkenal akan kecantikan dan kesopanannya.

Suara bising dari obrolan dan gelas yang berdenting tanda perayaan tak henti-hentinya terdengar di telinga para tamu yang hadir. Padahal acaranya saja belum dimulai sama sekali. Sang tokoh utama wanita saja belum hadir di aula utama dan hanya menyisakan tokoh utama pria yang dikerumuni oleh tamu untuk sekadar basa-basi ataupun membangun relasi.

"Ksatria Balges Ivan menghadap Yang Mulia Pangeran Gasendra. Semoga anda selalu diberikan keselamatan dan berkah oleh Para Dewa dan Dewi, Pangeran."

Melihat Balges yang datang dengan pakaian formalnya, Gasendra menghentikan obrolannya.

"Aku pergi dulu," ujarnya pada para tamu. Tentu saja para tamu langsung memberi jalan. Memangnya siapa yang mau mencari gara-gara di hari bahagia seperti ini? Kecuali kalau dia orang sinting.

"Semoga kau juga, Balges. Ada apa?"

"Acara pertunangannya akan dimulai, Pangeran. Yang Mulia Raja sedang  menunggu anda di tempat."

"Ya, bawa aku ke sana."

Dua pria itu bergerak dan berhenti tepat menghadap tangga, di mana nanti Arunika akan muncul dari sana.

"Ayah."

"Ada apa?"

"Tidak, em ... hanya saja ... aku ingin mengucapkan terima kasih," ucap Gasendra dengan terbata-bata, "um ... itu kalau Ayah menerimanya. Jika–"

"Aku menerimanya," singkat Jahankara dengan wajah datarnya.

"Ya, Ayah." Gasendra mengalihkan tatapan untuk menghindari ayahnya. Dia sedikit canggung dengan apa yang dikatakannya tadi. Seperti yang sudah diketahui bahwa hubungan antara ayah dan anak itu merenggang setelah Jahankara memaksa Gasendra untuk menikah dengan Agni.

"Tapi, Gasendra ... kau berterima kasih untuk apa?" Jahankara menoleh pada Gasendra yang kini menatapnya dengan terkejut.

"Ya ...? Ah ... itu ...." Jawabannya yang terbata-bata terpotong dengan seruan dari ksatria penjaga.

"Tuan Yasawirya Arya, Nyonya Carelia Arya, dan Nona Arunika Arya memasuki ruang aula utama!"

Semua atensi tertuju pada tangga besar di hadapan mereka. Sebagian besar menanti bagaimana kecantikan Arunika Arya yang terkenal itu.

Wajah yang sangat cantik dengan tubuh ideal, kulit cemerlang bak porselen, rambut cokelat lurus, gaun putih berpadu cokelat muda yang menjuntai ke lantai, satu set perhiasan berlian, dan senyum manis yang merekah seperti bunga sebagai pelengkap sukses membuat para tamu ternganga-nganga dengan penampilan fenomenal yang tak terlupakan itu.

Hanya melihat dari kejauhan saja, mereka bergumam dengan kompak.

"Dewi Dasy."

T/N : Dewi Dasy merujuk pada dewi kecantikan yang terkenal di Benua Antara. Dia terlihat sangat cantik menuju keindahan (bahkan beberapa mengatakan jika Dewi Dasy itu sangat indah) dengan tampilan yang mewah namun tetap terlihat sederhana.

———