***
"Baiklah, Arunika. Hentikan lakonmu!"
Seketika tangisan wanita yang masih cantik di penghujung umur tiga puluh tahun itu terhenti. Dia melepaskan pelukan dan menjauh dari Gasendra sambil mengelap air matanya.
"Bagaimana sandiwaraku?" tanya Arunika di tengah-tengah tangis yang masih sesenggukan.
"Terlalu bagus sampai aku jadi bersalah karena sudah membentak mu di depan banyak orang," jawab Gasendra sembari merangkul pundak sang istri agar mendekat padanya.
Arunika menyandarkan kepala di dada Gasendra. "Benarkah? Sejujurnya aku sempat takut saat kau membentak. Kau tahu kan... suara bentakanmu itu menggelegar bagai petir di siang bolong."
"Kenapa?"
"Mengagetkan dan menakutkan."
Gasendra mengangkat wajah Arunika agar menghadapnya. Dia mengusap mata indah milik istrinya yang masih basah.
"Bagaimana kau bisa menangis seperti itu saat tahu kalau hanya sandiwara?"